KOMPAS, Selasa, 7 Mei 2002
Ja'far Umar Belum Ajukan Penangguhan
Jakarta, Kompas - Tim Pengacara Muslim (TPM) yang menjadi kuasa hukum Ja'far
Umar Thalib, sampai Senin (6/5) malam, belum mengajukan permohonan
penangguhan penahanan bagi kliennya ataupun mengajukan permohonan ke
pengadilan dalam kaitan mempraperadilankan Polri. Dalam satu dua hari ke depan
baru diputuskan apakah mereka akan melakukan dua bentuk upaya hukum itu.
Berbagai upaya untuk mempertanyakan penahanan Panglima Laskar Jihad ini masih
mengalir di beberapa kota di Indonesia. Umumnya menilai Ja'far Umar tidak
melakukan upaya penghasutan seperti yang dituduhkan, melainkan hanya berupaya
memerangi separatisme.
Kendati begitu, Kepala Kepolisian RI (Polri) Jenderal (Pol) Da'i Bachtiar
mengemukakan bahwa pihak kepolisian melihat rangkaian keterlibatan Panglima
Laskar Jihad Ustadz Ja'far Umar Thalib dalam peristiwa Soya, Ambon. Polisi juga
telah mempunyai bukti dan informasi bahwa Ja'far Umar Thalib melakukan
penghasutan.
Tentang persoalan penangguhan penahanan, Achmad Michdan, salah seorang kuasa
hukum Ja'far Umar Thalib, mengatakan bahwa pihak keluarga masih meminta agar hal
itu dipertimbangkan. "Ustadz Ja'far sendiri mempunyai harga diri dan meminta kami
untuk mempertimbangkan. Beliau menyatakan, mengapa ia harus minta
penangguhan penahanan karena ia tidak bersalah," kata Michdan.
Karena sikap keluarga masih seperti itu, TPM pun batal mengajukan surat
permohonan tersebut kemarin. Kendati demikian, TPM cenderung akan tetap
mengajukan permohonan tersebut. Alasannya, hal itu merupakan hak hukum
kliennya, juga untuk kepentingan masyarakat banyak.
Sementara itu, kepada pers di Kantor Menteri Koordinator Politik dan Keamanan di
Jakarta, Senin, Da'i Bachtiar menegaskan dugaan adanya keterlibatan Ja'far pada
peristiwa Soya. "Itu kita lihat rangkaian memang ada ke sana. Tetapi kita lihat,
menghasut itu adalah delik formal. Dan delik formal itu asal sudah diucapkan, dan
kemudian bisa dibuktikan bahwa itu mempunyai pengaruh bahwa yang bersangkutan
itu kata-katanya menghasut, ahli nanti bisa dimintakan keterangan oleh polisi," kata
Da'i.
Ditanya soal bukti yang akan diajukan kepolisian, Da'i mengatakan, "Soal bukti nanti
kita sampaikan di dalam persidangan. Kaset itu barang bukti. Ada yang namanya alat
bukti. Alat bukti itu lihat Pasal 118 KUHP."
Menteri Pertahanan Matori Abdul Djalil juga meyakini adanya bukti cukup untuk
menangkap Panglima Laskar Jihad ini. "Oleh karena itu, saya mohon jangan dibalik,
seolah-olah ada target untuk menangkap orang-orang tertentu. Itu tidak ada. Tidak
ada warga negara seorang pun yang bisa dijadikan target, kecuali mereka berbuat
satu kekeliruan," kata Matori, seraya meminta agar penangkapan Ja'far tersebut
jangan dipolitisir.
"Sebab sekarang banyak orang berbicara mengatasnamakan hak asasi manusia dan
agama, tetapi sebetulnya hanya untuk kepentingan politik mereka sendiri, lalu yang
jadi korban adalah rakyat kecil," ujar Matori.
Datang ke Jakarta
Sementara itu, sepanjang hari, Senin kemarin, rombongan anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Ambon sebanyak 35 orang bersama Wali
Kota Ambon MJ Papilaja mengadakan pertemuan dengan Komisi I DPR dan Komisi
Nasional Hak-hak Asasi Manusia di Jakarta. Rombongan ini juga didampingi Ketua
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku Ustadz A Polpoke, Ketua Sinode Gereja
Protestan Maluku (GPM) Pdt IWJ Hendriks, Uskup Diosis Amboina Mgr PJ Mandagi,
dan Sekretaris Badan Imarah Muslim Maluku (BIMM) Nasir Rahawarin.
Kunjungan DPRD dan Wali Kota Ambon ini ke DPR adalah untuk kedua kalinya.
Pada tanggal 17 Januari 2002 mereka datang ke DPR meminta perhatian serius
pemerintah untuk menyelesaikan konflik Ambon.
Di depan Komnas HAM, Ketua DPRD Kota Ambon Lucky Wattimury menandaskan
penolakan kerasnya terhadap penetapan darurat militer di Ambon, karena hal ini
dinilai hanya akan memperluas pelanggaran HAM.
Sedangkan di depan Komisi I DPR, Wattimury mengemukakan, solusi penyelesaian
Maluku adalah meminta DPR dan pemerintah untuk melakukan evaluasi secara
transparan pada pemberlakuan darurat sipil di Maluku, mengingat sampai sekarang
belum ada evaluasi terhadap darurat sipil secara transparan dan terintegrasi.
Untuk itu, Komisi I DPR pun lantas memutuskan akan mengevaluasi pelaksanaan
keadaan darurat sipil yang telah dilaksanakan sejak tahun 2000. Dalam rangkaian
evaluasi itu, pimpinan DPR, pimpinan Komisi I dan Komisi II tanggal 10 Mei ini akan
berkunjung ke Ambon, Provinsi Maluku. Rombongan DPR akan berada di Ambon
selama dua hari.
Di Ambon
Sementara itu, di Kota Ambon sendiri masyarakat berharap situasi keamanan Kota
Ambon kembali normal, pascapenahanan Pimpinan Eksekutif Fron Kedaulatan
Maluku Alexander H Manuputty dan Panglima Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal
Jamaah Ja'far Umar Thalib. Jika selama ini kedua tokoh tersebut beserta kelompok
yang dipimpinnya selalu dianggap menjadi penghambat rekonsiliasi di Maluku,
masyarakat menyebut sekaranglah saat yang tepat bagi pemerintah beserta aparat
keamanan untuk bisa meningkatkan kinerjanya demi perbaikan kondisi Maluku.
Namun, kata Mahmud Rengifurwarin-salah satu penandatangan Perjanjian Maluku di
Malino-jika memang memungkinkan, pemerintah sebaiknya bertindak bijaksana
dengan mencoba mengedepankan dialog intensif dengan kedua tokoh tersebut. Jika
kemudian visi mereka masih bisa disatukan, ajakan untuk terlibat dalam proses
menuju rekonsiliasi diakui akan sangat membantu usaha pemerintah beserta
kelompok kerja perjanjian penghentian konflik antardua komunitas yang dibuat di
Malino.
"Karena, diakui atau tidak, mereka mempunyai massa yang cukup di Kota Ambon,"
papar Rengifurwarin kepada Kompas. "Tolong, pemerintah juga memikirkan
dampaknya bagi masyarakat Maluku."
Staf Ahli bidang Penerangan Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD) Maluku Marthen
L Djari dalam kesempatan terpisah menyebutkan bahwa PDSD telah mengantisipasi
seluruh kemungkinan gejolak yang timbul di masyarakat. Aparat keamanan sejauh ini
diinstruksikan untuk berkonsentrasi terutama di wilayah perbatasan, selain terus
menggalakkan sweeping. Djari juga mengedepankan fakta bahwa aparat keamanan
telah menahan Manuputty dan Ja'far Umar Thalib, sehingga diharapkan tidak muncul
lagi anggapan bahwa pemerintah bertindak tidak adil.
Kondisi Kota Ambon dalam pantauan Kompas sampai Senin malam kembali normal.
Aktivitas masyarakat berjalan seperti semula, seperti terlihat dari angkutan kota yang
mulai berani melintas di sekitar kawasan Tugu Trikora yang selama ini menjadi titik
tujuan konsentrasi massa. Sejumlah pasar di kantong dua komunitas, seperti di
Batumeja dan Batumerah, berjalan normal. Meski kemudian urung terjadi, sekitar
pukul 11.00 sempat merebak isu akan adanya konsentrasi massa yang langsung
direspons oleh sejumlah besar pegawai negeri sipil dengan meninggalkan lokasi
kerjanya. (rts/lok/dik/bur/win/mba/osd/sah/sig/vin/m022/dhf)
© C o p y r i g h t 1 9 9 8 Harian Kompas
|