KOMPAS, Jumat, 10 Mei 2002
Ketua MPR Amien Rais: Wapres Jenguk Ja'far Persulit Proses
Hukum
kompas/alif ichwan
Jakarta, Kompas - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Amien Rais hari
Rabu (8/5) mengkhawatirkan kunjungan Wakil Presiden (Wapres) Hamzah Haz ke
tahanan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, guna menjenguk Panglima
Laskar Jihad Ja'far Umar Thalib, bisa dianggap sebagai suatu bentuk intervensi atau
tekanan politik. Itu bisa terjadi karena, bagaimanapun, Hamzah Haz adalah seorang
Wakil Presiden yang juga orang nomor dua di Republik Indonesia.
Menanggapi sejumlah kritik atas kunjungannya itu, pada hari yang sama Hamzah
Haz menegaskan bahwa apa yang dilakukannya sehari sebelumnya sama sekali jauh
dari unsur politik. Hamzah juga membantah bahwa dalam pertemuan selama 1,5 jam
itu ada komitmen yang dibuat dengan Ja'far.
Menurut Amien Rais, "Walaupun cover-nya adalah silaturahmi sesama Muslim...
saya setuju..., tetapi segi lain memang bisa mempersulit proses hukum. Paling tidak
jadi kontroversial," Amien Rais mengatakan itu untuk menjawab pertanyaan pers
setibanya di kantornya, Rabu pagi.
Amien mengharapkan proses hukum supaya ditegakkan secara adil juga. "Jadi, yang
terlibat di Maluku jelas bukan Pak Ja'far Umar Thalib saja. Dari Republik Maluku
Selatan (RMS), dari Front Kedaulatan Maluku (FKM), saya kira perlu diinvestigasi,
supaya kita dapat gambaran yang komprehensif mengenai apa yang terjadi di sana,"
kata Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Sebelum mengikuti sidang kabinet di Gedung Utama Sekretariat Negara, Jakarta,
Rabu, Hamzah Haz menegaskan bahwa dirinya tidak membuat komitmen apa pun
dalam pertemuan dengan Ja'far Umar Thalib. Ditambahkan bahwa pertemuan itu tidak
lebih dari silaturahmi guna mempererat tali persaudaraan. "Ndak ada politisir. Sebagai
Muslim, saya ke sana, bagian dari Islam, ukhuwah Islamiyah dalam rangka itu,"
jawab Hamzah cepat.
Koordinator staf khusus Wapres, La Ode Kamaludin, yang ikut dalam pertemuan itu
mengatakan, Hamzah lebih banyak melontarkan pembicaraan ringan pada pertemuan
itu. "Tidak ada komitmen apa pun. Beliau hanya bicara yang ringan-ringan saja
dengan Ja'far," katanya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam)
Susilo Bambang Yudhoyono mengaku tidak mendengar adanya kesepakatan dalam
pertemuan antara Wapres dengan Ja'far. "Saya tidak komentar apa-apa dan saya
tidak tahu apa yang dibicarakan di sana. Saya tidak mendengar deal itu, tapi yang
jelas pemerintah bekerja atas dasar kebijakan, strategi yang diolah terus-menerus,"
ujar Yudhoyono usai sidang kabinet.
Tim investigasi
Sementara itu, hari Rabu sebanyak 43 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Provinsi Maluku, dipimpin Ketua DPRD Provinsi Maluku Z Sahuburua (Fraksi
Partai Golkar/F-PG), menemui pimpinan DPR untuk menyampaikan Keputusan
DPRD Provinsi Maluku Nomor 04/ DPRD/2002.
Sikap politik DPRD Provinsi Maluku itu ada empat butir. Pertama, mendesak
pemerintah selaku Penguasa Darurat Sipil Pusat untuk membenahi para
pembantunya. Kedua, mendesak pemerintah untuk mempercepat implementasi
Perjanjian Maluku di Malino dengan prioritas pembentukan Tim Investigasi Independen
Nasional. Ketiga, menyatakan tetap setia, mempertahankan dan membela kedaulatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Keempat, menolak pemberlakuan
darurat militer di Provinsi Maluku.
Mengenai tim investigasi nasional untuk kasus Maluku, Rabu, Presiden Megawati
Soekarnoputri telah menyetujui pembentukannya. Saat ini sedang disiapkan
rancangan keputusan presiden (Keppres) soal tim itu. Tugas tim adalah mengusut
konflik suku, agama ras, dan antargolongan (SARA) di Maluku.
Akan tetapi, menurut Sahuburua usai diterima Presiden, Rabu sore, untuk
menentukan orang-orang yang akan duduk dalam tim investigasi diperlukan suatu
kearifan. Itu perlu karena yang dibutuhkan di tim tersebut adalah orang-orang
profesional di bidang hukum, politik, dan keamanan. Sesuai dengan Kesepakatan
Malino II, orang-orang yang akan duduk di dalam tim investigasi bukanlah orang-orang
yang berasal dari Maluku. Alasannya, untuk menghindari kemungkinan adanya
kontaminasi.
Sementara itu, Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan satu
arahan untuk Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD) Maluku agar segera melihat
kemungkinan membubarkan organisasi FKM dan RMS karena organisasi tersebut
dianggap mengganggu stabilitas di Maluku.
Arahan Menko Polkam kepada PDSD Maluku tersebut adalah hasil sidang kabinet
pada hari Rabu kemarin. Direktif tersebut juga meminta PDSD Maluku untuk
menuntaskan semua kasus di Maluku, tetap melaksanakan sweeping senjata api,
baik yang diserahkan secara sukarela maupun dengan satu tindakan door-to-door,
juga mengusahakan agar orang-orang yang datang dari luar Maluku untuk keluar dari
Maluku. Terakhir adalah pembentukan satu tim investigasi nasional.
Gubernur optimistis
Gubernur sekaligus PDSD Maluku M Saleh Latuconsina masih optimistis dengan
prospek penghentian konflik di Kota Ambon. Menanggapi pertanyaan Kompas,
Latuconsina di kediaman Gubernur Maluku di Manggadua, Rabu sore, menyebutkan
bahwa selama ini konflik hanya terkonsentrasi di Kota Ambon. Itu pun terjadi hanya di
sejumlah lokasi tertentu. Di luar Pulau Ambon, seperti Pulau Buru dan Seram,
intensitas konflik tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan kejadian di Kota
Ambon.
Selain itu, reaksi positif masyarakat terhadap kesepakatan penghentian
konflik-seperti yang ditunjukkan dengan pawai perdamaian pasca-Perjanjian Maluku di
Malino-menjadi dasar optimisme bahwa konflik di Ambon juga akan menurun
intensitasnya. "Tinggal tugas kita menyelesaikannya," tegas Latuconsina.
Mengenai wacana pemindahan ibu kota provinsi ke luar Kota Ambon, Latuconsina
mengatakan bahwa wacana tersebut sudah lama digulirkan. Pokok persoalan bagi
siapa pun yang kembali menggulirkannya, wacana tersebut membutuhkan
pertimbangan mengenai kelebihan dan kekurangannya. Memindahkan ibu kota
provinsi membutuhkan perhitungan matang yang tidak bisa dilakukan terburu-buru
dengan hanya menyangkutkannya pada sejumlah insiden yang terjadi di Kota Ambon
dua bulan terakhir. "Tapi tetap kita pelajari. Kalau memang itu jalan terbaik, bisa
saja," kata Latuconsina.
Menemui Ja'far
Sekitar pukul 12.30, Ketua Front Pembela Islam Habib Rizieq, pimpinan Pesantren Al
Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Surakarta, Abu Bakar Ba'asyir, dan anggota DPR Ahmad
Sumargono, serta Ketua Dewan Dakwah Islam Indonesia Hussein Umar datang ke
Mabes Polri di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan. Mereka diterima oleh Direktur
Pidana Umum Korps Reserse Mabes Polri Brigjen (Pol) Aryanto Sutadi. Para tokoh
tersebut meminta penangguhan penahanan Ja'far.
Mereka sempat bertemu dengan Ja'far Umar Thalib selama 30 menit ditemani
pengacara Ja'far, yakni Ketua Tim Pengacara Muslim (TPM) Mahendradatta dan
Achmad Michdan. Selain mereka, sejumlah anggota organisasi massa juga mencoba
untuk menjenguk Ja'far seperti dari FPI, Front Hizbullah, Majelis Mujahidin Indonesia,
Laskar Jihad. (BUR/MBA/DIK/GUN/LOK/RTS)
© C o p y r i g h t 1 9 9 8 Harian Kompas
|