KOMPAS, Selasa, 14 Mei 2002
Penanganan Laskar Jihad di Maluku Diharapkan Selesai Akhir
Juni
Ambon, Kompas - Panglima Kodam XVI/Pattimura Brigjen Mustopo menyebutkan,
penanganan masalah Laskar Jihad di Maluku diharapkan selesai pada akhir Juni
2002. Meski tidak menyebutkan target konkretnya, aparat keamanan di Maluku
mengaku telah memiliki taktik dan strategi untuk menyelesaikan persoalan ini.
Kepada wartawan usai rapat koordinasi Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD)
Maluku selama 2,5 jam di kediaman Gubernur Maluku, Senin (13/5) sore, Mustopo
menegaskan bahwa langkah penanganan masalah Laskar Jihad ini sudah merupakan
keputusan bersama yang harus dilaksanakan. Pada prinsipnya, aparat keamanan
tetap menekankan prinsip suka rela untuk mengeluarkan Laskar Jihad dari Maluku.
Menanggapi upaya pemerintah untuk mengeluarkan Laskar Jihad dari Maluku, Ketua I
Forum Komunikasi Ahlu Sunnah Wal Jamaah (FKAWJ) Ayip Syafruddin, dalam
sambutannya pada pembukaan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) FKAWJ di
Jakarta, Senin, mengemukakan perlunya minimal dua syarat. Pertama, bergantung
pada adanya jaminan keamanan dari pemerintah, terutama aparat TNI dan Polri,
terhadap masyarakat Muslim di wilayah itu. Kedua, bergantung pada sejauh mana
pemerintah melakukan pemberantasan terhadap gerakan separatis Republik Maluku
Selatan (RMS).
"Sungguh tidak terlalu sulit bagi kami bila suatu waktu harus keluar dari Bumi
Maluku, tanpa dititah siapa pun, tentunya selama hak-hak kaum Muslimin tetap
dihargai, dijaga, dan ditinggikan. Kami akan keluar dari Bumi Seribu Pulau itu dengan
sendirinya bila ada jaminan keamanan yang pasti dan konkret terhadap kaum Muslim
di sana," ungkapnya.
Sementara itu, Wakil Presiden Hamzah Haz usai membuka Mukernas FKAWJ
tersebut menyatakan setuju dengan penarikan Laskar Jihad dari Maluku, menyusul
tindakan tegas aparat terhadap Fron Pembela Maluku (FKM). "Betul, saya setuju,
setelah FKM-nya dilakukan tindakan pertama dulu. Sudah itu, aman dan tidak ada
lagi ancaman sehingga rakyat yang di sana dan umat Islam merasa terlindungi.
Laskar Jihad juga harus tunduk seperti itu," katanya.
Akan tetapi Brigjen Mustopo mengakui, akan banyak hambatan dalam proses
tersebut. Pasalnya, keberadaan Laskar Jihad di Maluku sudah membaur dalam fungsi
sosial kemasyarakatan, seperti keterlibatan dalam bantuan pendidikan dan
kesehatan. "Memang, kalau mereka sudah senang di Ambon, tentu akan sulit
memulangkan mereka," kata Mustopo.
Diakui, insiden pelemparan bom di kawasan Diponegoro, Kota Ambon, Minggu
malam, menunjukkan bahwa masih terdapat kelompok radikal yang tidak
menghormati kesepakatan penghentian konflik yang antara lain memuat kewajiban
perlucutan senjata api dan bahan peledak dari warga sipil yang tidak berhak
menguasainya.
Data dari Kodam XVI/Pattimura menyebutkan, Yuswan, seorang korban tewas,
diduga berasal dari kelompok yang melemparkan bom tersebut. Dua korban anggota
TNI yang terluka akibat serpihan bom dan peluru nyasar masih dirawat di Rumah
Sakit Tentara (RST) dr Latumeten dan kemungkinan dievakuasi ke Jakarta untuk
mendapatkan perawatan lebih lanjut.
Dalam rangkaian insiden tersebut, Tim Penyidik Gabungan (TPG) PDSD Maluku telah
menahan delapan orang yang tertangkap memiliki senjata api dan bahan peledak dari
penyisiran di sekitar lokasi kejadian. Mereka-yang berasal dari wilayah Kota Ambon,
Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat-masih ditahan di Polisi Militer Kodam
XVI/Pattimura.
Pembakaran rumah
Sementara itu, Gubernur sekaligus Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD) Maluku M
Saleh Latuconsina dalam kesempatan yang sama menyebutkan bahwa aparat
keamanan telah diinstruksikan untuk meningkatkan penjagaan di sekitar kediaman
para penanda tangan Perjanjian Maluku di Malino. Menanggapi instruksi tersebut,
Wakil Kepala Polda Maluku Komisaris Besar A Bambang Suedi menyatakan siap
melakukan sweeping yang dilakukan gabungan TNI-Polri, di sekitar kediaman para
deklarator Kesepakatan Malino II.
Perintah ini terutama dengan mempertimbangkan kejadian terakhir, yaitu pembakaran
rumah dinas anggota DPRD Provinsi Maluku, Thamrin Ely, yang sekaligus Ketua
Delegasi Komunitas Muslim dalam Perjanjian Maluku di Malino. Insiden tersebut
masih merupakan rangkaian dari insiden pelemparan bom di kawasan Diponegoro,
Minggu sore, dan pembakaran speedboat milik Pemerintah Provinsi Maluku yang
bersandar di kawasan Pelabuhan Yos Sudarso, Senin dini hari.
Menurut catatan Kompas, aksi teror kepada para anggota delegasi dalam Perjanjian
Maluku di Malino bahkan sudah dimulai semenjak kepulangan mereka dari Sulawesi
Selatan. Saat itu, mobil yang membawa Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Provinsi Maluku KH Abdul Wahab Polpoke sempat dihadang massa dan dirusak kaca
depannya.
Rumah dinas Thamrin Ely di kawasan Kebun Cengkeh dibakar kelompok tidak
dikenal, Minggu malam. Informasi yang dihimpun Kompas menyebutkan bahwa
kejadian bermula dari kedatangan sejumlah orang tidak dikenal sekitar pukul 21.45.
Massa yang ditengarai berjumlah belasan orang ini kemudian menyiramkan bensin
dan membakar rumah. Malam saat kejadian, suasana kompleks rumah dinas anggota
DPRD Maluku di Kebun Cengkeh yang berada di perbukitan tersebut memang sepi.
Saat kejadian, Thamrin Ely masih berada di Jakarta. Istri dan anak Thamrin Ely yang
berada di rumah dinas tersebut berhasil menyelamatkan diri melalui pintu belakang,
meski pembakaran tersebut telah meludeskan seisi rumah, termasuk dokumentasi
konflik di Maluku. Pembakaran tersebut tidak merembet ke rumah lain di sekitar
rumah Thamrin Ely.
Belum dikabulkan Polri
Sampai Senin malam, Markas Besar Kepolisian RI (Mabes Polri) belum mengabulkan
permohonan penanguhan penahanan bagi Ustadz Ja'far Umar Thalib. Sementara itu,
Tim Pengacara Muslim (TPM), kuasa hukum Ustadz Ja'far, Senin siang mendaftarkan
gugatan praperadilan terhadap Polri ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, berkaitan
dengan penangkapan dan penahanan klien mereka.
"Sampai saat ini belum diberikan. Pertimbangannya, semata-mata karena tim
penyidik masih memerlukan yang bersangkutan," kata Wakil Kepala Badan Humas
Polri Brigjen (Pol) Edward Aritonang, Senin malam.
Secara terpisah Achmad Michdan, salah seorang kuasa hukum Ja'far Umar Thalib,
mengungkapkan, TPM akan terus berupaya agar Ustadz Ja'far mendapat
penangguhan penahanan, setidaknya bisa hadir selama Mukernas Ahlu Sunnah Wal
Jamaah yang akan berlangsung sampai 22 Mei mendatang. Menurut Achmad, pihak
Mabes Polri pun tidak memberi alasan mengapa permohonannya tidak dikabulkan.
Setelah bertemu Wakil Presiden Hamzah Haz di Istana Merdeka Selatan, Jakarta,
Senin-bersama anggota Gerakan Moral Nasional lainnya, seperti Ketua Persekutuan
Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pendeta AJ Wangoe dan Romo Ismartono SJ yang
mewakili Uskup Agung Jakarta Mgr Julius Kardinal Darmaatmadja SJ dari Konferensi
Wali Gereja Indonesia (KWI)-Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
Hasyim Muzadi mengatakan, Laskar Jihad dan FKM belum tentu merupakan akar
masalah dari kerusuhan Ambon. Oleh karena itu, pemerintah harus melakukan
investigasi dan menemukan siapa penyebab kerusuhan tersebut. Kalau tidak, berarti
negara telah gagal melindungi rakyatnya.
"Yang jelas semua rakyat di Ambon mendambakan perdamaian dan meminta kepada
pemerintah menindak tegas terhadap mereka yang membuat tidak damai di wilayah
ini. Maka terpulang kepada pemerintah. Pemerintah harus melakukan investigasi dan
menemukan serta menindak tegas siapa yang membuat tidak damai di Ambon
tersebut. Kalau ini gagal, berarti negara gagal melindungi rakyatnya sendiri," demikian
katanya.
Sementara itu, dalam pidato pembukaan masa persidangan IV Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), Senin, Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno juga menegaskan
bahwa perlu tindakan tegas terhadap gerakan separatis RMS dan membubarkan FKM
serta melumpuhkan berbagai kekuatan yang masih terus berusaha mengganggu
keamanan, melakukan pengeboman, perusakan, pembunuhan, serta berusaha
memprovokasi masyarakat untuk bertindak melawan hukum dan aparat hukum.
(dik/lam/mba/osd/bur/rts)
© C o p y r i g h t 1 9 9 8 Harian Kompas
|