KOMPAS, Senin, 13 Mei 2002, 17:17 WIB
Malino II Hanya untuk Konflik Horizontal, Tidak Vertikal
Pembuktian Jadi Beban Pemerintah
Jakarta, KCM
Kesepakatan Malino II hanya merupakan pengantar untuk menghentikan konflik
horizontal di Maluku, namun belum dapat menyelesaian konflik vertikal yang juga
terjadi di sana. Sementara seluruh rakyat Maluku menghendaki dihentikannya konflik,
dan ini menjadi beban pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah darurat
sipil (PDS). Jika beban tersebut gagal dilakukan maka berarti negara pun gagal
melindungi rakyatnya.
Demikian pemaparan dari tokoh-tokoh agama yang tergabung dalam Gerakan Moral
Nasional, yakni Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) KH Hasyim
Muzadi, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Ismartono dan Ketua
Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) Andreas Yewangoe usai menghadap Wakil
Presiden Hamzah Haz, di Jakarta, Senin (13/5).
"Malino II sudah menghantar untuk menghentikan konflik horizontal, tapi belum
menyelesaikan yang bukan horizontal, dari atas ke bawah, yang lebih terkenal dari
atas adalah kekuatan aparat yang dari luar Ambon sendiri," tegas Ismartono. Hal ini
menurutnya berdasarkan penjelasan yang diperoleh dari tim yang melakukan
pemantauan perkembangan situasi di Maluku.
Indikasi yang menunjukkan adanya intervensi pihak-pihak di luar Maluku antara lain
adalah, digunakannya bahasa yang berbeda dengan penduduk asli Maluku oleh
pihak-pihak yang datang ke Ambon. Kemudian, masyarakat di Ambon pun
menyatakan tidak memiliki kemampuan untuk merusak kota dalam waktu yang
singkat, dengan hasil yang sedemikian rupa. Selain itu, masyarakat Ambon juga
selalu mengatakan ingin berdamai, tapi selalu terjadi pembunuhan dan pertikaian.
"Apa yang menjadi kesimpulan adalah, minimal orang mengatakan (yang melakukan)
bukan orang setempat. Yang menjadi masalah kami bukan investigator profesional
untuk menunjuk siapa, apalagi menunjuk hidung-nya," lanjut Ismartono.
Senada dengan hal itu, Muzadi berpendapat saat ini beban pemerintah adalah
melakukan investigasi tentang siapa yang menjadi akar dari seluruh konflik yang
terjadi di Maluku. "Karena kalau dilihat, baik Laskar Jihad maupun FKM (Fron
Kedaulatan Maluku) belum tentu akar yang paling dalam," sambungnya.
Menurut Muzadi, yang terpenting adalah bagaimana pemerintah pusat maupun PDS
sebagai penguasa formal dapat memberikan ketegasan yang transaparan bagi
masyarakat. "Kalau ada rumor yang penting pembuktiannya, jangan sita energi untuk
itu, yang terang dibutuhkan ketegasan pemerintah formal," katanya. (glo)
© C o p y r i g h t 1 9 9 8 Harian Kompas
|