KOMPAS, Selasa, 21 Mei 2002
PPRC Akan Latihan di Kota Ambon
Ambon, Kompas - Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Letnan
Jenderal Ryamizard Ryacudu menyatakan bahwa dalam dua bulan ke depan,
Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) Tentara Nasional Indonesia (TNI) berencana
melakukan latihan di Kota Ambon, Maluku. Latihan ini dilakukan untuk mengenali
keadaan di Kota Ambon guna mengantisipasi keadaan secara cepat jika terjadi
perubahan kondisi keamanan.Pernyataan tersebut disampaikan Ryacudu saat
ditemui wartawan di Bandara Pattimura usai terbang dari Kupang, Nusa Tenggara
Timur, Senin (20/5) siang. Turut serta dalam rombongan ini Komandan Jenderal
Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Mayor Jenderal Amirul Isnaini. Kedatangan
rombongan ini, seperti disampaikan oleh Ryacudu, dimaksudkan untuk mendapatkan
informasi mengenai kondisi aktual Kota Ambon, terutama mengingat kondisi
keamanan di Kota Ambon yang mengalami pasang surut dengan adanya sejumlah
insiden pasca-Perjanjian Maluku di Malino.
Mengenai rencana latihan PPRC tersebut, Ryacudu menyebutkan bahwa hal serupa
sebelumnya pernah dilakukan di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, bulan Januari
2002. Selama maksimal seminggu, PPRC yang melibatkan ketiga unsur angkatan
akan berlatih sekaligus sebagai pengenalan medan di Kota Ambon. Dengan
demikian, jika terjadi perubahan kondisi yang membutuhkan kedatangan aparat
keamanan tambahan, Kostrad sebagai pasukan cadangan bisa membantu dengan
penanganan yang pas. Meski demikian, dengan kondisi keamanan seperti saat ini,
Ryacudu menyebutkan belum akan menambah pasukan di Kota Ambon dan Maluku.
Usai pertemuan sekitar dua jam dengan Gubernur sekaligus Penguasa Darurat Sipil
Daerah (PDSD) Maluku M Saleh Latuconsina di kediaman kawasan Manggadua,
Senin malam, Ryacudu menyatakan perlunya konsolidasi internal aparat keamanan di
Maluku. Menyikapi adanya tentara yang terindikasi tersangkut kegiatan Front
Kedaulatan Maluku/Republik Maluku Selatan (FKM/RMS), Ryacudu berjanji akan
menindak tegas anggota TNI yang termasuk kategori tersebut.
Karena itu, Ryacudu menyarankan desertir TNI yang ada untuk menyerahkan diri
ketimbang pilihan keras lainnya diterapkan. "Kalau Kostrad sudah jelas harus Merah
Putih," kata Ryacudu.
Dalam kunjungannya ke Kota Ambon, Ryacudu beserta rombongan-yang tiba di Kota
Ambon menggunakan jalur laut dari Bandara Pattimura de-ngan KRI
Hutumuri-langsung mengadakan pertemuan tertutup selama dua jam dengan jajaran
Kodam XVI/ Pattimura yang juga diikuti oleh Kepala Polda Maluku Brigjen (Pol)
Soenarko DA di Markas Kodam Pattimura. Agenda lain Ryacudu beserta rombongan
adalah mengunjungi pasukan yang ditempatkan di Kota Ambon. Menurut Ryacudu,
tiga batalyon dari Kostrad saat ini bertugas di Maluku.
Sementara itu, sepanjang Senin, aktivitas di Kota Ambon berjalan normal. Aktivitas
pedagang di jalanan di depan Pasar Batu Merah tetap memacetkan arus lalu lintas.
Sejumlah barikade hanya tersisa di depan Jalan Sultan Hairun di sekitar bekas Kantor
Gubernur Maluku yang dibakar 3 April lalu. Masyarakat sendiri tidak terlihat
memberikan respons berlebihan menanggapi penyerahan senjata secara sukarela
yang dilakukan Laskar Jihad ataupun ledakan bom di kawasan Kudamati dan Jalan
Said Parintah hari Minggu.
Zona baku bae di kawasan Pantai Mardika sejak Minggu pagi tidak terlihat lagi.
Setelah beberapa pedagang sempat mencoba memulai aktivitas kembali di zona
transaksi ini, kegiatan jual beli kembali terhenti. Sejumlah pedagang di kawasan ini
memindahkan lokasi mereka ke kawasan Lapangan Merdeka, di depan bekas Kantor
Gubernur Maluku.
Aparat keamanan dari TNI pun secara rutin meneruskan kegiatan sweeping,
termasuk di kawasan Pantai Mardika, yang masih dilakukan terhadap obyek kategori
kedua, yaitu tokoh masyarakat dan tokoh agama. Mengutip keterangan Komandan
Sektor I Pulau Ambon E Hudawi Lubis, kegiatan sweeping tetap akan diteruskan
dengan mempertimbangkan dinamika yang terjadi di masyarakat. Karena itu,
menanggapi penyerahan senjata sukarela dalam tenggang penindakan represif , hal
itu tetap disambut positif. "Hal itu lebih baik daripada senjata tetap berada di tangan
masyarakat," kata Lubis.
Tidak jual beli
Sementara itu, di Jakarta, Wakil Presiden (Wapres) Hamzah Haz menegaskan,
masalah penahanan Panglima Laskar Jihad Ja'far Umar Thalib adalah masalah hukum
yang tidak bisa diperjualbelikan dengan masalah lain, seperti penyerahan senjata
yang dilakukan oleh Laskar Jihad Ahlus Sunnah Wal Jama'ah.
"Masalah penahanan itu masalah hukum dan masalah hukum tidak bisa dipakai jual
beli begitu. Tidak ada hukum dipakai jual beli," ujar Hamzah Haz menjawab
pertanyaan wartawan usai acara peresmian Pembukaan Konferensi Nasional tentang
Pengembangan Pelayanan Publik Bidang Kependudukan dan Forum Konsultan
Nasional Fasilitator Sarjana Pembangunan di Pedesaan di Istana Merdeka Selatan,
Jakarta, Senin siang kemarin.
Ditanya apakah penyerahan senjata di Ambon tersebut karena adanya imbauan dari
Hamzah Haz, Wapres menjawab, "Masa ada bargaining, tidak ada itu."
Sedangkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Senin kemarin, Ja'far
Umar mengajukan permohonan praperadilan terhadap Kepala Kepolisian Republik
Indonesia (Polri) termohon karena ia tidak bisa menerima penangkapan dan
penahanan yang dilakukan Polri.
Dalam sidang yang tidak dihadiri Ja'far Umar Thalib itu, dan dipimpin hakim Syamsul
Ali, mendengarkan permohonan praperadilan dari Ja'far Umar yang dibacakan
penasihat hukum Akhmad Kholid. Dalam permohonannya, pemohon praperadilan
menyatakan bahwa penangkapan terhadap Ja'far Umar tidak sah karena tindakan
tersebut tanpa perintah penguasa darurat sipil baik di pusat maupun di daerah.
Melalui penasihat hukumnya, Ja'far Umar meminta kepada majelis hakim agar
menyatakan penangkapan dan penahanan terhadap dirinya tidak sah, serta meminta
Kepala Polri membebaskan dan mengeluarkannya dari tahanan. Ia juga menuntut
Kepala Polri membayar ganti rugi atas penangkapan dan penahanan atas dirinya
masing-masing sebesar Rp 1 juta. Sidang akan dilanjutkan hari ini, Selasa, untuk
mendengarkan tanggapan tergugat. (dik/osd/son)
© C o p y r i g h t 1 9 9 8 Harian Kompas
|