The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Penahanan JUT: Sandiwara?


Masariku Network (Opini), 06 Mei 2002

Penahanan JUT: Sandiwara?

Latar Belakang

Pada tanggal 25 April 2002, di Ambon terjadi ketegangan dengan naiknya bendera-bendera RMS di berbagai tempat. Kelanjutan dari peristiwa ini (sebagai gerakan politik tidak bersenjata), adalah mobilisasi laskar jihad oleh Jafar Umar Thalib (JUT) dalam tablik akbar tanggal 26 April 2002. Pada kesempatan itu, JUT menyatakan perang total terhadap umat Kristen di Maluku dan RMS/FKM (berarti perang juga terhadap umat Islam yang mendukung RMS/FKM).

Soya diserang

Berselang dua hari, desa Soya diserang oleh orang-orang bersenjata, 14 orang meninggal dan 10 orang luka-luka serta rumah-rumah penduduk dibakar. Gereja di desa Soya, salah satu yang tertua di Maluku dan Indonesia, terbakar habis. Memicu reaksi dunia internasional yang cukup besar terhadap kejadian ini. Penyerangan Soya menyentak semua orang dan dunia, ternyata inisiatif perdamaian di Maluku belum masih diganggu oleh berbagai usaha teror.

Namun, apa yang terjadi terhadap Soya bukannya tidak terduga sebelumnya (walaupun dimana dan pada skala berapa, tidak diketahui). Sebab sebelum itu sudah ada banyak rasa khawatir bahwa proses pasca Malino II akan diwarnai oleh kekerasan akibat adanya penolakan dari laskar jihad (sebagai kelompok ekstrim bersenjata) dan keengganan bertindak beberapa elemen keamanan negara.

Reaksi yang muncul kemudian, secara nasional ialah desakan penegakan hukum dan penerapan darurat militer. Penerapan darurat militer tidak memperoleh momentum setelah ditolak berbagai pihak dan terhambat aturan hukum (usulan harus dari DPRD Propinsi, sedangkan DPRD Maluku menolaknya). Desakan lain yang belum jelas (selama ini) adalah penegakan hukum.

Pada masa akhir bulan April dan awal bulan Mei, ditandai dengan rumor akan ditangkapnya pimpinan laskar jihad, yaitu JUT. Atas rumor tersebut, para pengacara laskar jihad berreaksi dengan mengeluarkan ancaman akan ‘perang total’ dan ‘akan mengejar Latuconsina kemanapun.’ Pemerintah sendiri ragu-ragu berkomentar dan dari luar nampaknya sedang merencanakan sesuatu.

JUT Ditahan

Akhirnya pada tanggal 4 Mei ’02 jam 15.55, JUT ditangkap polisi di airport Juanda, Surabaya. Tempat penangkapan ini sama dengan kejadian sebelumnya tahun lalu. Selanjutnya JUTdibawa dan dan ditahan di Jakarta.

Tuduhan yang dikenakan polisi terhadap JUT adalah, Ja'far diduga melakukan tindak pidana sebagaimana diatur pada pasal 134 KUHP tentang penghinaan terhadap presiden atau wapres, pasal 160 KUHP tentang penentangan terhadap pemerintah, dan pasal 154 KUHP tentang penghasutan terhadap rakyat untuk melawan pemerintah yang sah.

Reaksi atas penahanan JUT ialah terjadinya kembali tindak kekerasan di kota Ambon. Ratusan orang mengungsi ke fasilitas kepolisian dan keagamaan setelah serangan mortir menewaskan dua orang warga kota Ambon. Para politisi juga ikut memberikan reaksi mereka, termasuk mereka yang mendukung laskar jihad selama ini.

Penahanan JUT ternyata menyebabkan korban mati dan luka-luka. Dibiarkan bebas juga menimbulkan korban lebih besar lagi. Satu hal yang pasti ialah, JUT belum pernah dikenai hukuman atas berbagai tuduhan terhadapnya selama ini. Nampaknya JUT ini memang cukup licin berkelit dari jerat hukum.

Pertanyaan lebih lanjut

Sekarang dengan penahanan atas diri JUT, timbul pertanyaan lebih lanjut:

  • Apakah penahanan ini akan berujung pada proses peradilan yang adil?
  • Apakah keadilan terhadap korban-korban kekerasan di Ambon akan terjawab dengan penahanan JUT?

Dengan kata lain:

  • Apakah proses hukum terhadap JUT memang proses hukum yang genuine ataukah sandiwara? Inilah pertanyaan terbesar.

Hal-hal Aneh

Ada berbagai hal yang aneh dalam proses penegakan hukum terhadap diri JUT, yaitu:

  1. Tuduhan terhadap diri JUT ternyata tidak seimbang dengan peran yang secara transparan dijalankannya. Karena tuduhannya adalah pada pasal 134 KUHP tentang penghinaan terhadap presiden atau wapres, pasal 160 KUHP tentang penentangan terhadap pemerintah, dan pasal 154 KUHP tentang penghasutan terhadap rakyat untuk melawan pemerintah yang sah. Sedangkan aktifitas JUT di Ambon sudah masuk dalam kategori makar karena pernah memberlakukan sistem hukum lain di luar sistem hukum nasional dan melakukan penegakan terhadapnya. Ada pandangan, bahwa tuduhan polisi ini dilakukan untuk bisa masuk dalam perilaku pelanggaran yang dilakukan oleh JUT. Tapi ini ada implikasinya yang dibahas berikut nanti.
  2. Tuduhan penghasutan melawan pemerintah yang sah, dll itu berarti JUT tidak dituduh bertanggung jawab atas terjadinya pembunuhan di desa Soya. JUT bisa dituduh menyebabkan orang marah lalu menyerang Soya, tapi dia tentu akan lepas dari tuduhan terlibat penyerangan itu. Selain itu, JUT juga tidak dituduh sebagai aktor intelektual serangan ke desa Soya (nampaknya karena pelaku penyerangan tidak [akan] tertangkap).
  3. Di media massa, kita membaca bahwa pihak kepolisian menyatakan kaset rekaman ceramah JUT sebagai bukti awal. Hakim tentu harus menerimanya sebagai bukti awal. Namun apakah bisa diterima sebagai alat bukti yang kuat? Sebab dalam hukum pidana Indonesia, rekaman suara dan video belum diterima sebagai alat bukti yang kuat (kecuali pada kasus korups dan tindak pidana subversif yang tidak dituduhkan kepada JUT). Kasus JUT tentu akan menjadi lemah jika dalam persidangan para saksi menolak mengakui isi rekaman itu sebagai suara JUT dan bila JUT sendiri menjadi ketakutan untuk mengaku.
  4. Tempat penahanan dan proses hukum lebih lanjut dilakukan di Jakarta. Wilayah terjadinya kejadian perkara adalah di kota Ambon. Jika alasannya adalah keamanan, maka berarti kasus ini dipolitisir. Sebab adalah tugas polisi untuk melindungi tahanannya. Ataukah ini untuk menimbulkan kesan Ambon tidak bisa aman lagi? Padahal dr Manuputty ditahan di kota Ambon, bukankah peran mereka berdua hendak disetarakan oleh pemerintah? Nampaknya penempatan tahanan JUT di Jakarta bisa dicurigai sebagai upaya konsolidasi pembelaan dirinya dan mobilisasi dukungan politik atas dirinya. Ataukah karena laskar jihad lebih kuat daripada kekuatan negara? Walahualam.
  5. Karena semua tuduhan ditimpakan atas diri JUT, maka organisasi laskar jihad tidak tersentuh tangan hukum. Pada saat para aktifis FKM (yang nota bene tidak bersenjata) ditahan, gerakan bersenjata seperti laskar jihad tidak tersentuh hukum. Bahkan tujuh orang ajudan JUT juga sudah dilepas dari tahanan polisi. Mengapa mereka dilepas? Karena status mereka hanya saksi. Mengapa hanya jadi saksi? Karena yang dituduh hanya JUT. Karakter tindak pidana yang ditimpakan atas diri JUT adalah individualistik. Sehingga efeknya terhadap lembaga yang dipimpin tertuduh menjadi kecil. Padahal menahan JUT tanpa melumpuhkan laskar jihad sama saja membuang garam ke dalam laut.

Kesimpulan

Penahanan JUT tidak akan selesaikan masalah tanpa penyelesaian peran laskar jihad di Maluku. Proses hukum atas diri JUT dicurigai bukan proses yang serius, dengan kata lain dicurigai hanyalah sandiwara belaka.

Dunia ini memang hanya panggung sandiwara. Angin sejarah yang akan membuktikannya.

6 mei 2002

A.M.L.

 MASARIKU NETWORK


Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/kariu67
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044