The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

KONDISI TERAKHIR YANG MEMPRIHATINKAN


MASARIKU NETWORK (OPINI)

KONDISI TERAKHIR YANG MEMPRIHATINKAN

Perkembangan terakhir yang terjadi di Ambon dan sekitarnya cukup mengganggu pikiran saya. Apa yang saya maksudkan bahwa pandangan umum mulai terbentuk untuk membenarkan FKM dan RMS sebagai pemicu dan pelanggeng kerusuhan Maluku. Yang dimaksud 'umum' disini tentunya tidak dialamatkan kepada komunitas Kristen Maluku, yang saya tahu persis pasti menolak opini tersebut. Tepatnya istilah 'umum' lebih dialamatkan kepada komunitas Muslim Maluku; Faksi-faksi TNI & Polri; Para politisi yg berkepentingan terhadap konflik Maluku; maupun pandangan masyarakat secara umum di luar Maluku. Hal ini sangat dimungkinkan bila kita memperhatikan dengan cermat design-design pemberitaan media masa, ataupun komentar-komentar di berbagai media belakangan ini, yang dengan gamblang cenderung memposisikan FKM & RMS sebagai pemicu dan pelanggeng konflik.

Keprihatinan saya yang pertama bahwa semua realitas konflik dengan tiba-tiba digiring pada FKM dan RMS sebagai poros persoalan, dan pada saat bersamaan menggilas dan meredusir elemen-elemen dominan lainnya yang selama ini kita tahu sebagai kontributor konflik Maluku. Diantaranya 'kebijakan pemerintah','laskar jihad','keterlibatan TNI & Polri', serta berbagai elemen lainnya. Terus terang saya rasakan bahwa mekanisme pembentukan opini ini dimainkan dengan cara yang cukup pandai. Proses penekanan terhadap FKM sekaligus ditempeli tujuan pembesaran terhadap kelompok tersebut. Katakanlah, untuk apa tiga truk tentara harus dipakai untuk menangkap seorang Semmy Waleruni?. Untuk apa special force harus dipakai untuk menangkap Alex Manuputty?. Toh cukup jelas bagi mereka bahwa seorang Semmy maupun Alex tidak memiliki kekuatan bersenjata, ataupun dukungan masa dalam jumlah besar. Jelas bahwa dengan pendekatan pengamanan seperti ini FKM diposisikan dalam kategori 'sangat berbahaya'.

Preposisi demikian tentunya penting bagi suatu proses penggalangan opini menuju pada target-target selanjutnya. Taruhlah bila pembentukan Tim Investigasi Independen Nasional jadi terbentuk sebagaimana amanat Malino II, maka pandangan umum harus dipakai sebagai suatu referensi investigasi. Bahkan mungkin saja pandangan umum akan menjadi faktor penekan dalam proses kerja tim investigasi. Bila demikian hasilnya tentu sudah dapat diduga, bahwa proses investigasi hanyalah instrumen pembenaran bagi sebuah opini mayoritas. Sementara posisi 'laskar jihad','tentara & polisi','kelompok-kelompok politis aliran' dsb akan berada pada strata sekunder atau bahkan tersier, yang dengan gampang dapat digeserkan berdasarkan alasan klasik 'tak cukup bukti'.

Keprihatinan saya berikutnya berkaitan dengan kiprah FKM sendiri yang seakan-akan tidak memahami atau tidak mau memahami, bahwa perlahan tapi pasti mereka terus digiring untuk berproses pada track yang memang sudah disiapkan designer konflik dan pelanggengannya. Bagi saya ini bukan soal benar tidaknya realitas perjuangan RMS tahun 50-an yang kembali coba digalang melalui FKM. Melainkan aktualitasnya secara taktis dan strategis dalam kondisi konflik, dimana sejak awal isyu RMS sudah diintrodusir masuk pada fase pematangan konflik. Memang benar bahwa isyu ini pada beberapa tahapan konflik sempat menghilang, dan digantikan dengan isyu dominan lainnya seperti 'PDIP' maupun 'konflik agama'. Barulah pada saat masuknya laskar jihad secara bergelombang isyu ini kembali ditiupkan dengan gencarnya, dan semakin memperoleh pembenaran ketika dikibarkannya bendera RMS oleh FKM setahun lalu. Dengan sendirinya kita melihat bahwa entah sadar atau tidak FKM telah memberikan justifikasi dua pihak

. Pertama terhadap laskar jihad, yang dengan segera memperoleh pembenaran kehadirannya. Kedua terhadap faksi-faksi tentara & polisi untuk mempertegas eksistensinya (yg sementara terpuruk) sebagai penjaga integritas bangsa. Sekali lagi pandangan saya tidak di dalam frame gugatan terhadap benar tidaknya realitas perjuangan RMS di tahun 50-an. Melainkan mengacu pada realitas empirik dimana maksud kehadiran FKM sebagai interupsi terhadap pemerintah justru mengalami pembalikan, yang secara sangat strategis dipakai untuk memojokan atau bahkan menghantam komunitas Kristen yang diidentikan dengan FKM dan RMS itu sendiri. Dengan sendirinya realitas ini terus membuka ruang bagi pelanggengan konflik, dengan memperhadapkan secara diamentral FKM dengan laskar jihad maupun tentara dan polisi. Pertanyaan kritis saya apakah FKM sadar dengan posisinya saat ini?. Ataukah memang FKM dengan sengaja dihadirkan sebagai instrumen pembenar bagi maksud kelompok-kelompok tertentu, yang berkepentingan terhadap konflik Maluku?.

Keprihatinan saya yang ketiga bahwa akan terjadi proses-proses pelanggaran HAM oleh TNI & Polri, menyusul tercapainya rekayasa pembentukan opini. TNI & Polri sementara ini sedang menangguk opini umum sebagai pembenaran tindakan represif (dan mungkin saja brutal) yang sangat mungkin akan diambil. Sementara masyarakat tidak disiapkan untuk menghadapi itu, termasuk juga oleh FKM sendiri. Akan sangat ironis bila TNI & Polri kemudian memakai tangan rakyat sendiri, untuk kembali saling berhadapan satu dengan lainnya. Itu berarti tragedi Maluku masih akan berlanjut. Semoga saja saya salah.

malra70

MASARIKU NETWORK


Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/kariu67
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044