Media Indonesia, Senin, 8 April 2002
Bom Waktu di Maluku
MALUKU ternyata masih menyimpan bom waktu. Konflik bisa kapan saja meledak
lagi. Padahal, mayoritas penduduk provinsi itu pastilah memilih damai, seperti
tercermin dalam Perjanjian Malino II yang berisi 11 butir kesepakatan dan diteken
Februari silam.
Tetapi, toh, di tengah sosialisasi kesepakatan itu, tiba-tiba bom berdaya ledak tinggi
membunuh empat orang dan melukai puluhan lain di Ambon, Rabu (3/4). Dan,
orang-orang yang marah pun kemudian membakar kantor Gubernur Maluku. Gedung
megah yang dibangun dengan biaya miliaran itu ludes hanya dalam bilangan jam. Kita
pun hanya bisa mengalkulasi berapa dana harus dikeluarkan andai gedung itu
dibangun kembali. Alangkah sinting negeri ini.
Tetapi, menghadapi orang-orang marah itu, kita tetap mengucapkan syukur. Karena,
warga Ambon yang lebih banyak masih menahan diri. Tidak terprovokasi oleh
pengeboman dan pembakaran itu. Konflik selama tiga tahun dan telah habis-habisan
itu pastilah sudah amat melelahkan.
Namun, yang tetap mencemaskan, dendam itu ternyata belum sepenuhnya bisa
dikubur. Dan, memang Kesepakatan Malino II, meski telah dipuji banyak kalangan,
masih ada pihak yang merasa tidak terwakili. Masih ada pihak yang menganggap
kesepakatan itu cacat dan tidak mempunyai legitimasi untuk diindahkan. Memang,
kelompok yang tidak setuju jumlahnya amatlah kecil. Tetapi, bisa menjadi faktor
pengganggu.
Di samping itu, masih banyaknya senjata api di kalangan penduduk sipil juga bisa
mengancam kesepakatan damai. Karena, senjata-senjata itu pasti akan banyak
berbicara lagi jika sesuatu yang buruk terjadi lagi di Ambon.
Selama Maret bulan silam, misalnya, penduduk secara sukarela mengumpulkan lebih
dari 10.000 senjata api rakitan, bazoka, dan tombak. Benda-benda berbahaya yang
telah menghabisi nyawa manusia selama mereka berkonflik itu kemarin
dimusnahkan.
Kita yakin, mereka yang bosan saling membunuh dan ingin membangun perdamaian
pasti dengan sukarela menyerahkan senjata-senjata itu, dan melihatnya sebagai
masa kegelapan. Tetapi, bagaimana dengan mereka yang masih memelihara
dendam? Pasti akan menyimpan benda-benda itu rapat-rapat.
Itulah sebabnya, pemerintah harus betul-betul tegas terhadap mereka yang masih
menyimpan senjata. Tidak boleh ragu-ragu dan terlihat lembek. Karena, ada kesan
dari sebagian orang di Ambon, aparat juga tidak terlalu serius menindak pelaku
pengeboman dan pembakaran kantor gubernur.
Masa depan Ambon, kata Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono, memang
bukan ketegangan dan senjata. "Masa depan Ambon adalah kesejahteraan,
kedamaian, dan keadilan," kata Yudhoyono yang datang ke Ambon bersama Menko
Kesra Yusuf Kalla, Mendagri Hari Sabarno, Panglima TNI Laksamana Widodo AS,
dan Kapolri Dai Bachtiar.
Para petinggi dari Jakarta itu memang datang untuk meneguhkan Kesepakatan
Malino II. Dan, benar, meski kesepakatan ini menjadi cacat dengan pengeboman dan
pembakaran kantor gubernur, perdamaian itu tak bisa dihentikan. Apalagi diundurkan.
Karena, berhenti atau mundur berarti Ambon akan kian hancur.
Copyright © 1999-2001 Media Indonesia. All rights reserved.
|