UU Darurat Militer Bukan Jalan Keluar Untuk Konflik Ambon
Hilversum, Selasa 30 April 2002 13:00 UTC
Niat pemerintah untuk memberlakukan Undang-undang darurat militer di Ambon, tidak
disambut positif banyak pihak. Menurut Dr. Imam Prasodjo, pakar sosiologi bidang
pollitik dan agama menyatakan, yang terpenting adalah pendekatan kemanusiaan,
dan dibentuknya zona-zona perdamaian antara desa-desa di Ambon. Ikuti
komentarnya kepada Radio Nederland:
Imam Prasodjo[IP]: Kalau menurut saya langkah yang paling penting itu adealah
bagaimana membangun kepercayaan, dan menciptakan harapan ke depan buat
mayoritas penduduk Ambon yang selama ini sudah terlalu lama mengalami satu
situasi yang sangat-sangat menderita. Jadi yang paling diutamakan itu sebetulnya
bagaimana membuat wilayah-wilayah damai, zona-zona perdamaian yang terus diikuti
dengan rebuilding trust(membangun kepercayaan-red) ya. Membangun kembali
kepercayaan tingkat bawah. Nah tentu tidak bisa semua di seluruh Ambon dengan
serentak bisa situasi damai. Tapi yang bisa dilakukan adalah blok to blok, zone to
zone peace area. Jadi daerah-daerah damai jadi satu desa ke desa lain. Dari blok
satu ke blok lain. Nah ini perlu pendekatan-pendekatan kemanusiaan. Tapi kalau
pendekatan darurat militer yang saya khawatir, lagi-lagi itu yang mengemuka bukan
pendekatan kemanusiaan dan bukan pendekatan rebuilding trust tadi itu. Nah, jadi
darurat militer kalau itu dikemas dalam bentuk misi peace kee
ping forces(pasukan penjaga perdamaian-red), bertindak tegas terhadap
kelompok-kelompok bersenjata tapi pada saat yang sama diikuti upaya untuk
menjalin lagi menciptakan pluralistik zone. Zona-zona plural di mana masyarakat
Kristen dan Muslim yang sekarang ini sudah banyak yang diantara mereka itu
menjalin kembali hubungan dan berupaya untuk menjalin lagi kepercayaan itu
diperbesar peran mereka dan diberi fasilitas. Nah ini saya sekarang sedang berada di
pengungsi di Bitung, kelompok-kelompok Muslim dan Kristen yang sudah mulai
melakukan interaksi-interaksi yang secara akrab untuk menjalin hubungan kembali.
Nah ini fasilitas-fasilitas ke arah itu yang bisa ditekankan. Bukan mengedepankan
pendekatan-pendekatan militer apalagi terus diikuti dengan program-program yang
mensegregasikan(memisahkan-red) mereka. Nah ini program-program yang mungkin
tujuannya baik adalah memberikan fasilitas pisik, tapi kalau tidak dikemas dengan
upaya untuk menciptakan pluralistik zone dan untuk mengemas terjadin
ya interaksi damai di kalangan masyarakat bawah maka itu juga tidak terlalu banyak
berguna.
Radio Nederland[RN]: Tetapi pak pemerintah itu dituduh mempunyai pendapat ganda
mengenai Ambon. Misalnya satu pihak menahan ketua FKM, dilain pihak
membiarkan ketua Laskar Jihad berkeliaran. Bagaimana ini Pak?
IP: Ya itu! Pada saat zona-zona damai diciptakan, ya, dan itu sebetulnya mengapa
banyak sekali laskar-laskar ya, tidak hanya sekedar laskar jihad, laskar kristus,
laskar apa saja. Itu adalah cerminan bahwa rasa aman itu tidak terjamin. Di saat
negara itu gagal untuk menciptakan rasa aman kepada warganya maka secara
otomatis warganya itu berupaya untuk mempersenjatai diri. Tapi pada saat negara itu
mampu untuk meberikan jaminan keamanan kepada masyarakatnya yang bergabung
dengan masyarakat sendiri tentunya. Maka akan secara bertahap maupun drastis
kelompok-kelompok bersenjata itu akan menyusut. Memang untuk menciptakan hal
yang seperti itu di tengah konflik yang sudah cukup panjang berdarah-darah itu tidak
mudah. Tapi kalau itu pendekatannya blok to blok, zone to zone peace area, ya jadi
tidak perlu seluruh Ambon kalau memang tidak mampu melakukan itu ke seluruh
Ambon secara serentak, tetapi itu kan bisa. Misalnya anatar desa Laha dengan
Tawiri, antara Baguala dengan Talahutu. Mulai dari y
ang mudah, di situ harus zona-zona tanpa senjata. Zona-zona tanpa laskar.
Zona-zona tanpa gerakan bersenjata. Dan itu harus tegas! Nah itu saya kira pada
saat brigade perdamaian yang dibentuk masyarakat sendiri yang gabungan kedua
belah pihak diback up oleh apa, pihak polisi dan militer yang memiliki visi
kemanusiaan dan perdamaian, wajahnya itu adalah bukan combat troops (pasukan
tempur-red) tetapi peace keeping forces.
Demikian DR.Imam Prasodjo, seorang Pakar Sosiologi Bidang Politik dan Agama.
© Hak cipta 2001 Radio Nederland Wereldomroep
|