Tiga Teori Bom Maluku, Mana Yang Paling Masuk Akal?
Hilversum, Senin 08 April 2002 15:10 UTC
Di Indonesia kini terdapat beberapa pandangan yang berbeda menyangkut peristiwa
pemboman yang baru saja terjadi di Maluku. Satu pihak mengatakan ini permainan
kaum teroris dari Timur Tengah. Ada yang mengatakan ini didalangi RMS tetapi ada
juga yang mengatakan ini pekerjaan yang dilakukan oleh tentara yang terlatih untuk
melakukan aksi semacam itu.
Presiden Megawati Sukarnoputri menginstruksikan kabinetnya untuk segera
membangun kembali Kantor Gubernur Maluku yang sempat musnah dibakar massa
beberapa waktu lalu. Selain itu, presiden juga memerintahkan agar Gubernur selaku
Penguasa Darurat Sipil segera mengusut dan menghukum pelaku-pelaku yang terlibat
dalam amuk massa serta peledakan bom tersebut. Pemerintah dalam sidang kabinet
kemarin mendengarkan laporan perkembangan di Ambon.
Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Susilo Yudhoyono melaporkan
perkembangan di sana. Ia beserta Panglima TNI Laksamana Widodo, Kapolri Jenderal
Da'i Bachtiar dan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno, hari Minggu lalu mengunjungi
Maluku untuk melihat langsung situasi di sana. Dari hasil pembicaraan para pimpinan
kelompok dari dua komunitas, yang bertikai baik Islam maupun Kristen, dengan
rombongan dari Jakarta, disepakati untuk tetap melanjutkan komitmen Perjanjian
Malino II tentang penyelesaian damai di Maluku. Mereka sudah tiba pada titik point of
no return. Mereka harus terus maju mengimplementasikan perjanjian Malino.
Sedangkan mengenai penyelidikan kasus tersebut, selain sedang memburu dua
orang tersangka, Da'i mengatakan pihaknya masih menganalisis hubungan
keterkaitan antara ledakan bom dengan terbakarnya kantor gubernur. Sejauh ini,
kedua orang asli Ambon yang sedang diburu hanya terkait dengan peledakan bom.
Sedangkan kebakaran di kantor gubernur masih belum diketahui apakah sengaja
dibakar atau terbakar setelah adanya amuk massa. Dai membantah adanya indikasi
keterlibatan Republik Maluku Selatan (RMS) dalam peristiwa tersebut. Begitu pula
dengan keterlibatan aparat TNI dan polisi. Kalangan intelektual Maluku di Jakarta
mengatakan bahwa tudingan yang selama ini diarahkan pada RMS sebagai otak
kerusuhan ternyata tidak dapat dibuktikan pada awal-awal pecah konflik. Lalu tentara
memunculkan Forum Kemerdekaan Maluku yang mendukung RMS. Anehnya
pemimpinnya dokter Alex Manuputy setelah ditahan lalu dibebaskan bersama Ja'far
Umar Thalib pemimpin Laskar Jihad yang diketahui dahulu pernah dekat dengan kalan
gan militer. Tidak heran jika ada yang menuding militerlah yang berada di balik konflik
yang telah berlangung lebih dari tiga tahun ini. Hal yang sama pun pernah
diungkapkan oleh George Aditjondro seorang pengamat politik di Australia.
Dalam pada itu, kemarin Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan
pemerintah tidak akan memberi ruang bagi mereka yang berupaya merusak
perdamaian di Maluku. Menurut Menko Polkam, dalam sosialisasinya, kesepakatan
Malino II sebenarnya telah berjalan dengan baik, di mana situasi keamanan telah
mulai kondusif dan solidaritas masyarakat semakin membaik. Oleh karena itu
pemerintah amat terkejut terhadap insiden tanggal 3 April lalu dengan peledakan bom
yang disusul dengan pembakaran kantor Gubernur Maluku. Pemerintah sama sekali
tidak menyinggung tuduhan Thamrin Tamagola, Sosiolog UI yang mengatakan bahwa
tentara berada di belakang pemboman di Maluku.
Memang sementara kalangan intelektual di Jakarta dan Ambon mencurigai pihak
militer ikut bermain di belakang aksi tersebut. Mengingat bom yang menewaskan lima
orang itu tidak mungkin dilempar pihak Muslim atau Kristen. Pola pelemparannya
juga nampak bahwa pelakunya seorang yang terlatih. Menurut Pendeta Pieter George
Manoppo, pola yang sama juga pernah diterapkan pada dua insiden besar
sebelumnya. Pada peledakan KM California serta pembakaran DPRD kota Ambon.
Bagi Pendeta Manoppo jelas bermaksud melanggengkan konflik. Bahkan ada yang
menduga tentara khawatir jika timbul perdamaian yang langgeng di Ambon pihak sipil
bisa-bisa meminta agar Kodam Patimura dibekukan kembali, seperti sebelum konflik.
Ivan Haddar dari Indonesian Institute for Democrarcy Education mengatakan pada
harian bernafaskan Islam Republika, bahan peledak itu tidak mungkin dapat dirakit
oleh kedua belah pihak yang bertikai di Ambon. Laskar Jihad juga tidak punya
kemampuan merakit bom seperti ini, tulisnya. Penilaian serupa dikemukan Komite
Penegakan Kebenaran dan Penghentian kekerasana Maluku. Dalam laporan yang
dikirimkannya pada presiden, MPR dan instansi lain organisasi gabungan 30
pengacara Islam dan Kristen itu menduga bom itu milik TNI/Polri. Lucas Sihasale dari
Kompi (Komite Masyarakat Maluku untuk Persatuan Indonesia) mengatakan ada
informasi yang menyatakan kemungkinan besar Kopassus terlibat dalam pemboman
tanggal 3 Maret yang lalu.
Lucas Sihasale: Bisa ya, bisa tidak keterlibatan dari aparat keamanan. Kalau dilihat
dari bomnya itu memang itu hanya dimiliki oleh Aparat Keamanan. Tapi sekarang ini
kan Indonesia terbuka, apalagi Maluku itu lautnya terbuka lebar, belum tentu bisa
diteksi oleh seluruh Aparat Angkatan Laut pada khususnya. Kemungkinan juga bukan
Aparat Keamanan, saya rasa gitu. Tetapi menurut keterangan yang kita dengar dari
beberapa kalangan dari Maluku, dari Ambon terutama, keterangan ini dicheck
kebenarannya bahwa kendaraan yang digunakan itu milik dari Rumah Makan Padang
Roda. Dan kendaraan itu disewa oleh Aparat Keamanan, khususnya oknum
Kopassus. Kalau dilihat dari situ, bisa dikatakan bahwa ada Aparat Keamanan atau
Kopassus terlibat. Tapi ini harus perlu kita check.
Remy Leimena Ketua Partai Anugerah Demokrat selain mengecam dengan keras
tindakan terorisme tersebut juga menegaskan bahwa pemboman di Ambon jelas-jelas
tindakan kaum teroris. Sementara itu George Corputty dari LSM Baileo mengatakan
kepada pers, setelah pembakaran, masyarakat Islam dan Kristen tetap berbaur.
Karenanya ia yakin perjanjian Malino II tidak akan terpengaruh.
© Hak cipta 2001 Radio Nederland Wereldomroep
|