Kopassus Dianjurkan Agar Ditarik Dari Maluku
Hilversum, Rabu 15 Mei 2002 14:40 UTC
Pergantian Pangdam atau Kapolda tidak akan memecahkan masalah Maluku.Yang
penting pasukan siluman ditarik dari Ambon, karena Masalah Maluku hanyalah
merupakan imbas permainan politik establishment di Jakarta. Koresponden mengirim
laporan berikut dari Jakarta.
Mahasiswa-mahasiswa Islam kemarin berdemonstrasi di kota Ambon dan meminta
agar Laskar Jihad tidak ditarik dari Maluku. Masalah Ambon memang tak kunjung
mereda. Setelah penahanan Panglima Laskar Jihad dan rencana penarikan laskar
tersebut oleh pemerintah, ini muncul lagi insiden antara Kopassus dan Brimob.
Sehubungan dengan itu, kemarin, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Amien
Rais meminta agar kasus baku tembak antara aparat Polisi dengan Kopassus di
Ambon, Senin lalu diusut tuntas. Di Ambon Pangdam Pattimura Brigjen TNI Mustopo
yang sering pura-pura bingung itu mengatakan, bentrokan antara anggota Kopasus
dan anggota Brimob tersebut hanya karena miskomunikasi. Tetapi biarpun Pangdam
ini menyebut miskomunikasi, tetapi di ibukota Menko Polkam sempat berang dan
menganggapnya masalah teknis koordinasi yang buruk. Ia mengisyaratkan bahwa
perlu ada perwira-perwira yang diganti karena insiden yang memalukan itu. Panglima
TNI dan Kapolri harus menjelaskan kepada publik secara transparan terjadinya baku
tembak itu, kata Susilo Bambang kemarin. Harus jelas siapa yang bertanggung
jawab,tambahnya. Menko berulang kali.
Susilo Bambang Yudhoyono: Sebenarnya ini permasalahan tehnis, koordinasi tehnis
di lapangan antara satuan kecil kepolisian dengan satuan kecil TNI. Justru dalam
konteks ini, yang saya anggap menjadi gangguan terhadap semua yang kita lakukan
sejak sebelum Malino, sampai Malino dan sampai sekarang, itu
dipertanggungjawabkan. Saya melalui Panglima TNI dan Kapolri minta organisasi
menjelaskan kepada publik tanpa ditutup-tutupi, transparan dan siapa yang
bertanggung jawab.
Susilo ingin adanya pergantian pimpinan TNI/Polri di Ambon. Di kota itu kemarin
beredar berita bahwa pada dinihari tanggal 14 Mei, Selasa lalu,kantor pusat FKM di
Kudamati diserbu satu regu Kopassus. Mereka datang dengan menggunakan satu
truk dan dua jeep. Sebelumnya mereka mendatangi rumah sakit Umum Dr Halussy.
Pasukan itu sempat menabrak pintu gerbang rumah sakit tersebut sambil berteriak
"mana Brimob". Karena para perawat menjelaskan bahwa disitu tidak ada Brimob,
maka mereka kembali ke arah Benteng. Di depan lorong PMI mereka berteriak lagi
meminta agar orang-orang RMS keluar. Sambil menembak-nembakan senjata
mereka. Tetapi karena tidak ada perlawanan tentara-tentara itu meninggalkan tempat
tersebut.
Situasi seperti ini jelas membuat hati masyarakat Ambon cemas. Maka jika
pemerintah pusat tidak secara tegas menertibkan para komandan di Ambon, sudah
tentu situasi di Ambon bisa lebih panas lagi. Padahal penduduk Ambon
sesungguhnya hanya sekitar 200.000 orang saja dan tidak lebih besar dari kota
Cianjur di Jawa Barat. Pengamat politik Maluku Thamrin Tomagola dalam pada itu
pesimis dengan rencana pergantian Kapolda maupun Pangdam Patimura. Selama 3
tahun terakhir ini sudah beberapa kali dilakukan pergantian tetapi permasalahan
Maluku tidak selesai. Maka kini pun belum tentu keamanan di Maluku bisa tercapai
meski ada komandan yang diganti. Mungkin jika Panglima TNI sudah diganti oleh
Jenderal Endriartono Sutarto baru Maluku bisa tenang. "Baru akan ada kepastian jika
ia sudah dilantik," kata Thamrin Tomagola.
Yang menjadi persoalan di sana memang adalah eksistensi pasukan siluman. Hingga
kini pun tidak jelas apakah pasukan Kopasus di Ambon benar-benar dibawah kendali
Pangdam. Mungkin itulah sebabnya mengapa Pangdam Mustopo sering ragu-ragu
dalam bertindak. Ada pengamat yang menduga Kopasus di Ambon perannya sama
dengan Kopasus yang dahulu membunuh Theys Eluay di Papua. Ketika itu pun
KASAD menyatakan tidak tahu menahu dengan operasi Kopasus itu. Demikian pula
Pangdam di Papua. Thamrin yakin bahwa pergolakan di Ambon hanyalah merupakan
dampak dari pusat. Karena itu ia menganjurkan agar Kopassus ditarik dari Maluku.
© Hak cipta 2001 Radio Nederland Wereldomroep
|