The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Kerusuhan di Ambon: Cermin Guncangan di Jakarta?


Kerusuhan di Ambon: Cermin Guncangan di Jakarta?

Hilversum, Jumat 26 April 2002 21:30 WIB

Kerusuhan di Ambon Kamis lalu, ternyata bukan aksi yang dilakukan oleh RMS. Peristiwa tersebut menurut pandangan masyarakat politik, merupakan ekses dari 'pertikaian politik' antar para elit politik di Ibukota. Dan ini jelas bukan barang baru, karena misalnya di jaman Orde Baru dulu, tragedi Santa Cruz di Dili juga merupakan pencerminan konflik tingkat tinggi di Jakarta. Koresponden Syahrir mengirim laporan berikut dari Jakarta:

Tentara Nasional Indonesia Kamis 25 April terpaksa menghamburkan puluhan ribu peluru untuk menghalau 2.000 demonstran di Ambon yang menentang pengibaran bendera Republik Maluku Selatan (RMS). Sejak seminggu yang lalu Pemda Maluku bersama TNI/Polri sibuk membesar-besarkan RMS yang sesungguhnya sudah tidak banyak sisanya lagi di Maluku. Tetapi tentara diciptakan melawan musuh dari luar. Kalau tidak ada musuh dari luar, maka perlu diciptakan musuh dari dalam. Karenanya di Ambon, RMS adalah musuh dari dalam yang perlu dihadapi oleh tentara yang sudah tidak terbiasa menganggur dan tidak berkuasa.

Maka Kamis lalu seolah mendramatisir suasana, Presiden Megawati Soekarnoputri menginstruksinkan Panglima TNI Laksamana Widodo AS untuk menindak tegas pelaku kerusuhan di Ambon. Padahal Megawati tentu saja telah mengetahui melalui intelejen negara siapa sesungguhnya aktor intelekutal yang berada di belakang "RMS" tersebut. Megawati tentu juga sudah tahu bahwa mayoritas Islam dan Kristen di Ambon menolak keberadaan RMS yang kini hanya ada di Belanda itu.

Dilihat dari segi politik nasional, jelas Menko Kesra Jusuf Kalla yang paling terpukul dengan peristiwa tersebut. Karena ia yang menggagas perjanjian Malino II. Tetapi kalangan lain melihat bahwa ini merupakan sodokan dari suatu faksi di TNI terhadap kebijakan militer Megawati akhir-akhir ini. Sebaliknya seorang pengamat politik eks aktivis mahasiswa Hariman Siregar punya pandangan lain.

Hariman Siregar: Sampai saat ini saya kira sikap Mega membiarkan persoalannya, jadi proses hukum alamnya, ini tidak akan bisa, karrena akan sangat lambat proses itu. Jadi pemerintah harus proaktif, saya kira, menyelesaikan masalah-masalah persengketaan yang lama. Dan juga menghadapi tantangan di depan. Jadi saya selalu mengandaikan Indonesia sekarang ini seperti; ke depan kita menghadapi krisis ekonomi, krisis dunia yang memang dirasakan seluruh dunia. Di belakang, kita menghadapi tantangan hidupnya hantu-hantu lama. Yang pada jaman Soeharto dulu dikubur secara paksa, yang sekarang hidup kembali, yaitu soal suku bangsa, korupsi dan pembalasan dendam dan lain sebagainya. Ini yang harus kita proaktif hadapi ke depan dan memang harus menyelesaikan hal-hal di belakang.

Memang selama ini kalangan pendukung Megawati memuji Jusuf Kalla dan mencela Susilo Bambang Yudhoyono, Menko Polkam saat ini. Menurut kalangan-kalangan yang dekat dengan Megawati, Presiden agak kecewa dengan kinerja Susilo Bambang Yudhoyono yang tidak berani mengambil inisiatif. Segala sesuatu tergantung dari instruksi presiden. Mungkinkah Megawati benar-benar berusaha menjatuhkan Susilo?

Yang jelas saat ini sulit untuk menafikan tangan-tangan militer di belakang peristiwa pengibaran bendera RMS di Ambon. Seorang tokoh Maluku di Ambon mengatakan dewasa ini yang menentang perdamaian di Maluku tinggal Front Kedaulatan Maluku (FKM) dan Laskar Jihad. Bahkan seorang tokoh Islam yang belum lama ini berbicara dengan pemimpin Laskar Jihad mengatakan sulit untuk menghilangkan kesan bahwa Laskar Jihad dibina tentara demikian pula FKM.

Tetapi apakah ini latarbelakang sesungguhnya? Kalangan lain melihat kerusuhan di Ambon sebagai tembakan peringatan yang ditujukan kepada Megawati. Pemerintahan Megawati di luar negeri kini dianggap berhasil menstabilkan situasi keamanan di dalam negeri. Tetapi orang lupa bahwa Mega berhasil di Poso dan Maluku karena dukungan tentara yang dirangkulnya. Namun kini ada jenderal-jenderal pensiunan Angkatan Darat yang tidak puas dengan kebijakan militer Megawati. Semula Mega berjanji akan mengusulkan calon tunggal Panglima TNI kepada DPR setelah ia kembali dari Cina, Korea dan India. Tetapi hingga kini Endriartono belum diangkat-angkat pula. Bahkan selain Tono dan Tyasno, dengan mutasi mendadak KSAL dan KSAU kini malah ada empat calon Panglima TNI dari luar Angkatan Darat. Bukankah syarat untuk masuk nominasi Panglima TNI, seperti yang ditetapkan oleh Wanjakti, seseorang harus sudah pernah menjabat kepala staf angkatan?

Dengan kata lain, mulai pekan ini, ketika berlangsung dua mutasi mendadak itu, nampaknya peluang Angkatan Darat untuk sampai pada jabatan Panglima TNI makin kecil saja. Angkatan Darat kini hanya memiliki dua calon, yaitu mantan KSAD Tyasno Sudarto dan KSAD Endriartono Sutarto. Tyasno dikabarkan akan menggantikan Hendropriyono sebagai ketua BIN, sedangkan Endriartono dipatok pada jabatan KSAD untuk lima tahun. Itu artinya dari tubuh Angkatan Darat untuk sementara masih belum akan tampil tokoh lain yang memenuhi syarat untuk jabatan Panglima TNI.

Kalau pendapat ini benar, maka yang sedang kita lihat sekarang ini adalah permainan catur dari dua faktor yang menentukan di Indonesia. Angkatan Darat di satu pihak dan Presiden di pihak lain. Tetapi faktor-faktor politik lain yang menentukan di Indonesia saat ini masih cukup banyak. Di antaranya faktor Cendana, pengusaha Cina, Islam, Amerika, serta LSM dan media. Siapa yang akan menjadi penentu masih perlu dilihat dalam satu tahun mendatang ini.

© Hak cipta 2001 Radio Nederland Wereldomroep
 


Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/kariu67
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044