Sinar Harapan, 2 Mei 2002
Polri Awasi Panglima Laskar Jihad
Ambon, Sinar Harapan
Penguasa Darurat Sipil Maluku Saleh Latuconsina mengakui bahwa pihaknya hingga
kini masih mengalami kesulitan menangkap Panglima Laskar Jihad Djafar Umar
Thalib yang saat ini masih berada di Ambon.
Untuk menangkap yang bersangkutan perlu dipikirkan masak-masak, walaupun sejak
beberapa waktu lalu telah ada perintah untuk menangkapnya, kata PDSM yang juga
Gubernur Maluku menjawab pertanyaan Antara di Ambon, Rabu (1/5).
Pihaknya dalam waktu dekat belum berencana menangkap Djafar karena masih
menunggu kesiapan dari aparat keamanan, sekaligus memprediksi kemungkinan
yang akan terjadi bila memang penangkapan tersebut jadi dilaksanakan.
"Perlu dipikirkan masak-masak dampak yang ditimbulkan khususnya terhadap warga
masyarakat," tegas Latuconsina.
Djafar Umar Thalib, berada di Ambon sejak 24 April dan hingga kini masih berada di
kawasan Kebun Cengkeh.
Saleh Latuconsina, seperti dikutip dari The Jakarta Post juga menyebutkan,
penyerangan Soya memiliki hubungan dengan tablik akbar Jumat (25/4).
"Tragedi Soya terjadi karena provokasi pada pertemuan massal sehari sebelum
insiden terjadi," kata Latuconsina usai pertemuan dengan delegasi pemerintah pusat
di kantornya, Rabu.
Tim Polri
Sementara itu, Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri)
telah memberangkatkan tim ke Ambon untuk menyelidiki dan menganalisis
keterlibatan tokoh masyarakat yang berpidato saat ulang tahun RMS, 25 April.
Selain itu tim ini juga akan mem-back up tim asistensi Polri, TNI dan Depdagri yang
sudah bekerja di Ambon sebelumnya. Tim juga akan menyelidiki dan meneliti
terhadap peristiwa kerusuhan akhir-akhir ini.
Wakil Kepala Badan Hubungan Masyarakat (Wakabahumas) Mabes Polri Edward
Aritonang mengatakan hal itu ketika di hubungi SH. Ia menuturkan, tim yang
diturunkan Mabes Polri dipimpin Direktur Pidana Umum (Dirpidum) Mabes Polri,
Brigjen Pol Ariyanto Sutadi berangkat hari Rabu malam. Tim beranggotakan
sedikitnya 31 perwira berpangkat Komisaris Besar dan Ajun Komisaris Besar
(kolonel).
Menurut Edward Aritonang, polisi akan melakukan penyelidikan tertentu bahan-bahan
di lapangan untuk dianalisa. Dari hasil analisa ini akan diambil keputusan tentang apa
tindakan aparat keamanan di Ambon.
"Mabes Polri sudah ada tim asistensi yang berpangkat Pati di Ambon yang
bergabung dengan aparat keamanan lainnya. Namun kami juga mengirimkan kembali
tim yang dipimpin oleh Dirpidum," kata Aritonang.
Ketika ditanya apakah tim pimpinan Aryanto Sutadi akan melakukan tugas khusus
penangkapan terhadap tokoh Laskar Jihad Jafar Umar Thalib, Aritonang menjelaskan,
bahwa tim ini akan mengumpulkan data-data untuk dianalisis sebagai informasi
terhadap polisi. "Siapa pun yang terlibat dalam aksi kerusuhan dan menjadi
provokator di Ambon tentu polisi akan memanggil dan bertindak tegas. Sejauh ini
Mabes Polri belum bisa mengatakan akan memanggil tapi masih menunggu hasil
analisis tim dari Dirpidum," kata Aritonang.
Dia juga menjelaskan, situasi terakhir di Ambon sudah berlangsung kondusif. Dari
aspek umum tidak ada gejolak di masyarakat namun petugas aparat setempat masih
berjaga-jaga di beberapa titik rawan. "Memang dari kejadian kerusuhan di Soya, kita
belum menahan pelaku," kata Aritonang.
Sementara itu sumber di Mabes Polri menyebutkan, tim dari Mabes Polri yang terdiri
atas para kolonel sudah berada di Ambon. Tim ini diambil dari perwira-perwira terbaik
dari satuan Ditserse Mabes Polri dan Intelijen Polri. Mereka mempunyai tugas khusus
untuk menginvestigasi terhadap tokoh Laskar Jihad Jafar Umar Thalib.
Menurut sumber itu, Jafar Umar telah dinilai melakukan upaya provokasi di Ambon.
Hal ini setelah Mabes Polri mendapatkan semua kegiatan dan rekaman Jafar Umar
yang mengadakan tabligh akbar pada tanggal 25 April, Jumat siang di Ambon. Di
antara isi rekaman itu, Jaffar Umar mengatakan ia akan menghabisi anak-anak Bung
Karno termasuk Presiden Megawati Soekarnoputri. Alat bukti rekaman ini sementara
akan dipelajari oleh tim yang sekarang mulai bekerja.
Jam Malam
Dari Ambon dilaporkan, pemberlakukan jam malam di ibukota Maluku diperpanjang,
tanpa batas waktu yang ditentukan. Selain memperpanjang jam malam yang
diberlakukan sejak 23 April 2002, PDSM melalui aparat keamanan merencanakan
melakukan sweeping ke rumah-rumah yang dijadwalkan dilakukan mulai tanggal 2
Mei.
Komandan Sektor I, Kol Inf EH Lubis kepada wartawan di Ambon, Rabu, mengaku
bahwa sweeping yang akan dilakukan dari rumah kerumah itu selain untuk menyita
berbagai jenis senjata, juga atribut yang dimiliki warga.
Pelaksanaannya dilakukan secara serentak di empat sektor yang berada di bawah
tanggung jawab sektor I, dan juga akan melibatkan satuan lainnya, termasuk polisi.
Walaupun demikian pihaknya mengharapkan masyarakat tidak perlu panik karena
aparat yang akan melakukan sweeping akan bertindak semaksimal mungkin guna
menghindari timbulnya korban. Namun sebaliknya bila ternyata melawan maka akan
ditindak tegas sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Kol Inf Lubis ketika ditanya apakah sweeping juga akan dilakukan ke rumah para
pejabat, mengatakan hal itu juga akan dilakukan karena dalam melaksanakan tugas
tidak akan pandang bulu yakni dari tingkat atas hingga ke masyarakat.
"Masyarakat tidak perlu merasa ketakutan, karena pihak aparat keamanan akan
bertindak sesuai prosedur," jelas Kol Inf Lubis.
Menyikapi perkembangan terakhir di Ambon, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
(PBNU) Sholahuddin Wahid meminta tokoh-tokoh masyarakat dan agama untuk tidak
memanaskan situasi di Ambon. Tokoh masyarakat dan agama juga diharapkan
mampu meredam suasana di Ambon dan mendinginkan konflik yang terjadi di wilayah
tersebut.
Penegasan yang sama juga disampaikan oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan
Rakyat (Menko Kesra) Jusuf Kalla usai menerima pemimpin umat Islam di kantornya,
Rabu (1/5). Hadir dalam pertemuan tersebut adalah Menteri Agama Said Agil Husin Al
Munawar, Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi, Ketua PBNU Sholahuddin Wahid,
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidan, dan Sekretaris Jenderal PP
Muhammadiyah Goodwil Zubair.
Jusuf Kalla juga mengagendakan pertemuan dengan pemimpin umat Kristiani dari
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dan Komisi Waligereja Indonesia (KWI),
namun belum diketahui kepastian waktunya.
Hasyim Muzadi kepada Menko Kesra kemarin mengatakan, separatisme yang terjadi
di Ambon harus diatasi. Agama hanya dijadikan alat untuk membuat kekacauan dan
sebenarnya bukan menjadi akar masalah. Hasyim juga mengatakan, angkatan
bersenjata perlu bertindak proporsional, meskipun fungsi mereka perlu dioptimalkan di
wilayah konflik tersebut.
"Kalau darurat sipil masih bisa dioptimalkan kenapa harus darurat militer? Kalau
darurat militer itu skalanya lebih luas, karena hukum harus diletakkan di belakang.
Sedangkang darurat sispil masih memberlakukan bersama-sama antara represi dan
hukum," ujarnya sebelum buru-buru meninggalkan kantor Menko Kesra untuk
bertemu Presiden Megawati Soekarnoputri pada malam harinya di kediaman Jl. Teuku
Umar.
Kepada Presiden yang juga Penguasa Darurat Sipil Pusat itu, Hasyim meminta agar
tidak diberlakukan darurat militer di Ambon. Pada pertemuan satu jam tersebut,
Megawati meminta masukan tentang masalah Maluku. Pemberlakuan darurat militer,
menurut Hasyim, hanya akan menciptakan Daerah Operasi Militer (DOM) ke-2
(setelah pernah dilakukan di Aceh-red).
Ketua Umum PBNU ini juga mengharapkan agar aparat keamanan bertindak adil
terhadap kelompok yang bertikai. "Pimpinan Gereja Katolik maupun Kristen telah
menyampaikan bantahan mereka atas kaitannya dengan keberadaan Front
Kedaulatan Maluku (FKM). Jangan disamaratakan separatisme dengan Kristen,"
ujarnya.
Solahuddin Wahid juga meminta pemerintah agar menyelesaikan dua permasalahan
pokok yang terjadi di Ambon. Pertama, pengibaran bendara Republik Maluku Setalan
(RMS) yang dinilai sebagai pelanggaran yang harus dicatat. Kedua, penyerangan ke
Desa Soya, Kecamatan Sirimau, Ambon, harus ditindak tegas. "Saya menuntut agar
dilakukan penegakan hukum dalam penyerangan Desa Soya. Kejadian tersebut
merupakan langkah set back terhadap proses perdamaian, terutama setelah
ditandatanganinya Kesepakatan Malino II."
Sementara itu Jusuf Kalla menjelaskan, para pemimpin Islam tetap sepakat dengan
Kesepakatan Malino II dan tetap akan berupaya mencari penyelesaian konflik secara
damai. Mengenai kelompok Islam garis keras yang terdapat di Ambon, ditegaskan
Kalla, beberapa diantaranya sudah dipanggil oleh Menteri Agama. Mereka dipanggil
untuk diperingatkan dan supaya menyadari keberadaannya sebagai orang
pemerintahan, karena mereka adalah pegawai negeri.
Usai bertemu dengan sejumlah tokoh agama, Jusuf Kalla juga bertemu dengan Ketua
Palang Merah Indonesia (PMI) Mar'ie Muhammad. Menurut Mar'ie, PMI
berkepentingan dengan operasi keamanan di Ambon yang harus tetap berjalan baik.
"Kami sangat prihatin dan berharap bisa dilokalisir. Kami sendiri membatasi pada
operasi kemanusiaan," ujarnya.
PMI menyiagakan 30 relawannya di Ambon bekerja sama dengan Palang Merah
Internasional (International Red Cross-Red). PMI juga menyiagakan kapal yang
standby untuk memberikan bantuan kemanusiaan. Kapal tersebut keliling dari
Ternate, Ambon, Tidore, tambah Sekjen PMI, Y Sukandar yang mendampingi Mar'ie.
(emy/fik)
Copyright © Sinar Harapan 2001
|