Sinar Harapan, 3/5/2002
Ayip Syafruddin: Laskar Jihad Tak Bermaksud Lakukan
"Christian Cleansing"
Jakarta, Sinar Harapan
Ketua Forum Komunikasi Ahlu Sunnah Wal Jamaah, Ayip Syafruddin, membantah
sinyalemen tentang keterlibatan Laskar Jihad dalam penyerangan di Desa Soya,
Kecamatan Sirimau, Ambon pada Minggu (28/4). Menurutnya, tidak ada korelasi
antara penyerangan Soya dengan Tabligh Akbar di Masjid Al Fattah, Ambon, pada
Jumat (26/4).
Bahkan dalam percakapan dengan SH melalui telepon, Kamis (2/5) petang, Ayip
menegaskan bahwa pihaknya mendapati akar persoalan konflik di Maluku bukanlah
antara Islam melawan Kristen, melainkan gerakan separatisme RMS dengan NKRI.
Maka diharapkan pemerintah lebih berdaya dalam memberantas separatis dan
bersikap adil dalam hukum, supaya rakyat tidak menjadi korban.
"Kami sama sekali tidak bermaksud melakukan Christian cleansing, menghabisi
orang-orang Kristen. Kalau mau seperti itu, mengapa jauh-jauh datang ke Ambon? Ke
Yogya juga bisa, ke Sinar Harapan juga," kata Ayip.
Lebih lanjut Ayip menegaskan "Tabligh Akbar itu justru meredam sedikit kericuhan
yang terjadi sebelumnya (hari pengibaran bendera Republik Maluku Selatan pada 25
April-red). Dalam pidatonya Pak Jafar tidak mengatakan ‘ayo perang rame-rame ke
Soya'. Kalaupun dikatakan isinya memprovokasi massa, itu juga tidak benar. Karena
secara psikologi massa, mestinya kalau ada pernyataan yang menggiring massa,
massa akan bergerak saat itu juga setelah acara Tabligh Akbar selesai. Tetapi
kenyataannya massa langsung pulang, mencair," katanya.
Padahal karakter massa mudah disugesti, sifat massa anonim, jika satu bergerak
maka yang lain bergerak, Ayip mengingatkan. Jadi penyerangan Soya terjadi justru
ketika kondisi massa tersebut tenang. Maka ia mempertanyakan upaya mengaitkan
kasus itu dengan Tabligh Akbar karena antara Tabligh Akbar dengan penyerangan
Soya ada selisih waktu yang besar. Saat itu massa Tabligh Akbar sekitar 30.000
orang, ujarnya.
Seperti diberitakan, Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD) Maluku Saleh
Latuconsina mengakui bahwa pihaknya masih kesulitan untuk menangkap Panglima
Laskar Jihad Jafar Umar Thalib yang saat ini masih berada di Ambon (Sinar Harapan,
2/5).
Menurut Ayip, secara geografis Desa Soya juga sulit dijangkau Laskar Jihad. Karena
untuk mencapainya harus melewati tiga kampung yang merupakan wilayah Kristen.
Garis demarkasi antara Islam dan Kristen di Maluku sangat kentara. Letak Soya jauh
dari komunitas Islam, apalagi secara fisik orang-orang Laskar Jihad sangat kentara
yaitu berjenggot.
"Orang Ambon sudah kenal betul dengan Laskar Jihad. Dari penampilan fisiknya saja
mereka sudah tahu. Selain itu, Soya berbukit-bukit jadi tidak mungkin orang sipil
(pelakunya-red)," Ayip menjelaskan.
Mengenai senjata-senjata yang dimiliki Laskar Jihad, menurut Ayip, sekedar untuk
bela diri. Gereja yang luluh lantak pada penyerangan Soya tidak mungkin dilakukan
hanya dengan parang. Ia juga mengingatkan bahwa pihak aparat keamanan sudah
mengatakan pelakunya belum teridentifikasi.
Soal kedatangan Ja'far Umar Thalib ke Ambon menjelang pengibaran bendera
Republik Maluku Selatan (RMS), dijelaskan hanya kebetulan saja. Menurut Ayip,
Ja'far memang mempunyai isteri dan keluarga di Ambon. " Pak Ja'far biasa
berkunjung ke isteri. Setelah dari Sulawesi, tanggung kalau langsung ke Jawa, maka
ke Ambon sekalian."
Di Sulawesi Ja'far berada di Makassar dan Palu, kemudian menuju Ambon pada 23
April hingga sekarang. " Jadi kebetulan saja kalau kedatangan itu bertepatan dengan
pengibaran bendera RMS," tambah Ayip.
Saat ditanya pandangan Laskar Jihad terhadap kemungkinan diberlakukannya darurat
militer di Ambon, Ayip mengemukakan bahwa bagi Laskar Jihad apapun namanya,
apakah darurat militer, darurat sipil atau kesepakatan Malino, yang penting PDSD
Maluku bisa mengatasi konflik.
Bukan "Christian Cleansing"
"Kami sudah menemukan akar bukti yang kuat bahwa di Maluku itu bukan konflik
antara Islam dengan Kristen. Jadi bukan konflik horisontal tetapi vertikal, yaitu antara
separatis dengan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Separatis di sini Front
Kedaulatan Maluku (FKM) dengan RMS," lanjutnya.
Maka diharapkan pemerintah lebih berdaya dalam memberantas separatis dan
bersikap adil dalam hukum, supaya rakyat tidak menjadi korban.
"Kami sama sekali tidak bermaksud melakuan Christian cleansing, menghabisi
orang-orang Kristen. Kalau mau seperti itu, mengapa jauh-jauh datang ke Ambon? Ke
Yogya juga bisa," kata Ayip..
Ia menegaskan bahwa yang dituju Laskar Jihad adalah jangan sampai wilayah NKRI
terancam dan dalam rangka memberdayakan pemerintah. Dalam hal ini Laskar Jihad
siap bermitra dengan siapapun, termasuk dengan TNI dan Polri.
Ayip mengutip Undang-Undang No 3 Tahun 2002 tentang sistem pertahanan negara,
dimana di dalamnya menyangkut keterlibatan masyarakat banyak. " Pidato Pak Ja'far
dalam rangka itu, setiap warga negara bertanggung jawab atas keutuhan NKRI. Jadi
kita bukan pasukan liar yang selalu membikin rusuh," tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa aparat keamanan di lapangan sering ragu-ragu untuk
menindak tegas karena takut dengan isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Saat ini pasukan Laskar Jihad dari luar Maluku yang berada di Maluku sebanyak
3.000 orang.
Ayip mengakui bahwa Ja'far Umar Thalib sudah diincar dan akan ditahan aparat
keamanan, bukan hanya setelah melakukan pidato di Maluku, tapi juga sesudah
peristiwa peledakan Gedung WTC di New York 11 September 2001. Sekarang sedang
terjadi grand design internasional untuk menahan tokoh-tokoh Islam di Indonesia
seperti Jafar Umat Thalib, Habib Rizieq dan Abu Bakar Baa'syir, dikaitkan dengan isu
terorisme.
"Tujuannya ini untuk memuluskan Paris Club. Upaya ini sebagai bargaining terhadap
pemerintah Indonesia agar mereka mendapat kelonggaran," katanya. Ayip
mengingatkan, apabila aparat keamanan menangkap dan menahan Ja'far Umar
Thalib, harus didukung oleh bukti-bukti yang lengkap, dan jika tidak berarti tindakan
sewenang-wenang.
Siap Klarifikasi
Sementara itu, Mahendradata dari Tim Pengacara Muslim (TPM) Ja'far Umar Thalib
dan menjelaskan, siang ini mengklarifikasi rencana penahanan Ja'far Umar Thalib. "
Saya akan minta penjelasan terhadap PDSD Maluku yang kabarnya hari ini di
Jakarta. Kalau tidak ketemu, kami akan mendatangi Mendagri," kata Mahendradata
kepada SH.
Ditanya mengapa di tidak mengklarifikasi ke Mabes Polri, Mahendradata menjelaskan
alasannya karena perintah penangkapan dan penahanan ada pada PDSD Maluku,
sedangkan Polri sebagai pendukung.
Ia juga membantah bahwa Ja'far Umar Thalib dalam Tabligh Akbar mengatakan akan
menghabisi keluarga Soekarno termasuk Presiden Megawati Soekarnoputri. " Tidak
ada itu, saya bantah, karena saya sudah mendengarkan transkrip secara lengkap
pidato dari Ja'far Umar," kata Mahendradata.
Dia juga menambahkan gaya-gaya aparat pemerintah untuk menangkap dan
menjadikan isu Laskar Jihad ini merupakan langkah aparat yang akan membenturkan
antara Laskar Jihad dengan massa PDI Perjuangan. " Cara ini persis yang dilakukan
oleh Irjen Sutanto, Kapolda Jawa Timur yang menggunakan massa PDI-P yang
dibenturkan dengan Laskar Jihad," kata Mahendradata.
Sementara itu Wakabahumas Mabes Polri Brigjen Edward Aritonang, Jumat (3/5) pagi
mengatakan, penangkapan Jafar Umar Thalib merupakan wewenang PDSD Maluku. "
Belum ada penangkapan dan penahanan Jafar Umar," kata Edward Aritonang kepada
SH.
Menurutnya, Polri termasuk tim yang sudah berada di Ambon hanya sebagai
pendukung. Semua keputusan ada di tangan PDSD. " Polri hanya melaksanakan
perintah dari PDSD. Kalau ada perintah dari PDSD untuk menangkap orang-orang
tertentu, kita sudah siap, tapi nama-nama tersebut yang menentukan dan membuat
daftarnya dari PDSD."
Rekomendasi Tokoh Agama
Tokoh-tokoh agama menyampaikan enam rekomendasi penyelesai kemelut di
Ambon, kepada pemerintah melalui Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono.
Rekomendasi itu adalah, koordinasi pemerintah perlu ditingkatkan, sumber-sumber
malapetaka dari kedua belah pihak baik komunitas Kristen maupun Islam harus
dihentikan, masyarakat tidak boleh lagi menyamaratakan Kristen dengan FKM dan
Islam dengan garis keras lainnya.
Selain itu, tuduhan kepada pihak Islam ataupun Kristen harus dihentikan. " Kalau
memang sudah jelas komunitas itu tidak identik dengan gerakan separatis,
seharusnya komunitas lain mengerem langkah-langkah agar tidak terjadi kekerasan,"
kata Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Hasyim Muzadi yang
menyampaikan rekomendasi.
Pertemuan tersebut juga dihadiri perwakilan dari Konferensi Wali Gereja Indonesia
(KWI) Ismartono SJ, Mgr Julius Jardinal Darmaatmaja SJ dan Ketua Persekutuan
Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Andreas Yewangoe.
Pemerintah juga melakukan pembinaan secara bertahap kepada semua kelompok
garis keras yang saling berhadapan. " Langkah awalnya, pemerintah harus
menawarkan kepada mereka yang kecil untuk terlibat dalam kesepakatan terbesar
(Malino II)," ujar Hasyim. Menurutnya, PBNU siap mengirimkan ribuan Banser jika
diminta oleh Pemda Ambon dan dengan persetujuan pemerintah pusat.
Sementara itu Romo Ismartono dari KWI mengingatkan media massa agar tidak
mengangkat diskusi tentang perlu tidaknya darurat sipil atau darurat militer di Ambon.
Karena yang lebih penting adalah upaya dari berbagai pihak untuk menolong korban
penyerangan Soya.
"Bagaimana kalau media massa menceritakan langkah-langkah menolong manusia
ini? Kami ingin menekankan bagaimana korban ini diberi perhatian. Dan juga
bagaimana lembaga negara menolong para korban tragedi kemanusiaan ini," ujar
Ismartono usai bertemu dengan Menko Kesra Jusuf Kalla di kantor Menko Kesra,
Kamis (2/5).
Selain Ismartono, pertemuan itu dihadiri Persatuan Wali Gereja-gereja di Indonesia
(PGI) dengan dipimpin Pendeta Andreas Yewangoe dan Pendeta Nathan Setiabudi
Kumala, serta Sekjen Departemen Agama Faisal Ismail.
Menurut Ismartono, masalah yang sangat nyata adalah ada orang dibunuh dan
bagaimana penyelesaiannya. " Sekarang yang saya lihat justru bagaimana mencari
cara itu. Semoga saja perhatian pada manusia Indonesia lebih nyata dan mendapat
tayangan yang cukup. Tayangan yang cukup hanya bisa, kalau ada tindakan yang
nyata."
Sedangkan Jusuf Kalla mengatakan, penguasa darurat sipil sudah mengambil
tindakan dengan menahan lebih dari 20 orang aktivis FKM. Langkah-langkah untuk
mencari pelaku yang ada di Soya sudah berjalan. Kewenangan TNI dan Polri untuk
menjalankan. Diharapkan langkah-langkah itu dilakukan bersama-sama.
Dalam pertemuan tersebut para tokoh agama sepakat untuk memunculkan semangat
damai guna pemulihan kondisi Maluku. " Masing-masing pihak sadar, empat kejadian
belakangan ini merupakan langkah set back yang luar biasa. Ini merupakan ujian,"
kata Kalla. Empat langkah yang dimaksud adalah pengeboman, pembakaran kantor
gubernur, penaikan bendera RMS dan penyerangan di Desa Soya.
Menurut Nathan Setiabudi, peristiwa tersebut merupakan ancaman dan merusak
Kesepakatan malino II. Sebetulnya rakyat sudah capek dengan segala kerusuhan
yang terjadi. Ia keyakin bahwa pelaku penyerangan Soya memiliki teknologi tinggi.
Penyerangan tersebut dari sisi kemanusiaan merupakan pelanggaran HAM berat,
karena banyak wanita dan anak-anak yang menjadi korban. (fik/nor/emy/ayu)
Copyright © Sinar Harapan 2001
|