Sinar Harapan, Selasa, 7 Mei 2002
OPINI
Ujian Netralitas Polisi dalam Kasus Ja'far Umar dan RMS
Sebelum Panglima Laskar Jihad Ja'far Umar Thalib ditangkap di Surabaya, Sabtu
(4/5), isu seputar penangkapan itu dikabarkan sudah beredar di Ambon. Ja'far Umar
bahkan diisukan akan ditangkap di bandara Makassar sebelum penerbangan lanjutan
ke Surabaya.
Isu itu sempat membuat situasi Ambon kembali rusuh. Massa yang turun ke
jalan-jalan di Kota Ambon dengan membawa berbagai senjata, termasuk bom
molotov, juga sempat membakar satu mobil di perempatan Trikora Ambon. Dalam
peristiwa itu dilaporkan satu orang tewas dan beberapa warga luka-luka terkena
serpihan bom molotov atau tembakan.
Namun, Panglima Laskar Jihad itu akhirnya benar-benar ditangkap petugas dari
Mabes Polri dengan didukung Polda Jatim pada Sabtu (4/5) pukul 15.55 WIB di
bandara Juanda Surabaya. "Ja'far ditangkap petugas Mabes Polri.
Karena itu, dia langsung diterbangkan ke Jakarta," kata Kadispen Polda Jatim AKBP
Sad Harunantyo, ketika mendampingi Kaditserse Polda Jatim Kombes Pol Ade
Rahardja kepada ANTARA di Surabaya, Sabtu malam.
Kadispen Polda Jatim menjelaskan Ja'far ditangkap saat mendarat di bandara Juanda
Surabaya setelah menempuh perjalanan dari Maluku.
"Dia langsung diterbangkan dengan pesawat pada flight berikutnya," katanya.
Informasi dari bandara Juanda Surabaya menyebutkan bahwa Ja'far tiba di bandara
Surabaya dengan pesawat Kartika Airlines dari Maluku pukul 15.55 WIB.
Dia langsung diterbangkan ke Jakarta dengan pesawat Garuda Indonesia - 321 dan
tidak singgah di Mapolda Jatim. Di Jakarta, Ja'far Umar diperiksa di Mabes Polri sejak
Sabtu (4/5) pukul 23:00 WIB. Namun hingga Minggu (5/5) dini hari pukul 03:00 WIB,
ia belum tampak keluar dari gedung Ditserse Mabes Polri.
Dalam pemeriksaan di Mabes Polri itu, Ja'far didampingi oleh kuasa hukumnya dari
Tim Pengacara Muslim (TPM), Mahendradatta SH. Dari informasi yang dihimpun di
Mabes Polri pada Minggu sekitar pukul 03:15 WIB, disebutkan bahwa pemeriksaan
terhadap Panglima Laskar Jihad itu hampir selesai dan Ja'far akan segera
menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Menanggapi isu penangkapan Panglima Laskar Jihad, Kapolri Jenderal Pol Da'i
Bachtiar yang berkunjung ke Mapolda Jatim, Sabtu, menegaskan bahwa
penangkapan Ja'far Umar Thalib bukan karena perintah atasan, tapi perintah hukum.
Ada dugaan dia terkait dengan berbagai hal yang terjadi di Ambon.
"Hukum itu tidak mengenal perintah atasan, tetapi yang ada adalah perintah hukum.
Artinya, kalau penyidik menentukan seseorang yang cukup bukti untuk dinyatakan
sebagai tersangka, ia (penyidik) melakukan proses hukum, bukan melaksanakan
perintah atasan," katanya didampingi Kapolda Jatim Irjen Pol Sutanto seusai
menghadiri "Open House Polisi Sahabat Anak" di Mapolda Jatim.
Netralitas
Masalahnya, netralitas polisi dalam penangkapan Ja'far Umar Thalib itu agaknya
dipertanyakan, bahkan Ketua Forum Ahlu Sunnah Wal Jamaah Ayip Syafruddin di
Jakarta mengatakan bahwa penangkapan Ja'far Umar Thalib sangat kental dengan
nuansa politis.
"Nuansa politis itu sudah kami duga sebelum Ja'far menuju Ambon untuk berbicara
pada Tabligh Akbar di kota itu. Sebelum keberangkatannya ke Ambon, sudah ada
kabar bahwa ustadz akan ditangkap. Tinggal tunggu waktu saja," katanya.
Padahal, kata Ayib, saat ustadz Ja'far berbicara pada Tabligh Akbar di Ambon pada
26 April 2002 yang dihadiri sekitar 30.000 orang, ternyata tidak terjadi tindakan
anarkis. "Suasana semuanya tertib dan damai," katanya.
Pernyataan Ayip itu dibantah Kabahumas Mabes Polri Irjen Pol Saleh Saaf.
"Penangkapan itu murni berdasarkan fakta yuridis, termasuk bukti-bukti awal yang
cukup dan keterangan sejumlah saksi yang menguatkan dugaan terjadinya tindak
pidana. Tidak ada rekayasa untuk kepentingan tertentu," kata Saleh di Mabes Polri
Jakarta.
Ia menjelaskan Ja'far diduga melakukan tindak pidana sebagaimana diatur pada Pasal
134 KUHP tentang penghinaan terhadap Presiden atau Wapres, Pasal 160 KUHP
mengenai pertentangan terhadap pemerintah, dan Pasal 154 KUHP tentang tindakan
menghasut rakyat untuk melawan pemerintah yang sah.
Didampingi Dirpidum Korserse Mabes Polri Brigjen Pol Ariyanto Sutadi, Saleh tampak
memperdengarkan rekaman pidato Ja'far Umar Thalib pada Tabligh Akbar sesaat
sebelum terjadi aksi penyerangan di Desa Soya, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon
pada 28 April 2002 serta ceramahnya pada siaran sebuah radio.
Dalam rekaman suara tersebut terdengar jelas, tersangka (Ja'far Umar) mengajak
pendengarnya untuk menyiapkan bom, memprovokasi, serta mengajak agar tidak
mengikuti Perjanjian Malino II. "Kasus ini terus dikembangkan untuk mengetahui
kemungkinan adanya tersangka lain," kata Saleh.
Tuduhan polisi itu "dimentahkan" Ketua Forum Ahlu Sunnah Wal Jamaah Ayip
Syafruddin di Jakarta. Ia mengatakan tuduhan terhadap Ja'far itu menggunakan
pasal-pasal karet, antara lain mengenai penghinaan terhadap Presiden dan Wakil
Presiden (menentang Penguasa Darurat Sipil). "Harus dibedakan antara penghinaan
dengan kritik," katanya.
Selain itu, Ja'far juga dituduh menyebarkan rasa permusuhan dan kebencian (pasal
penghasutan). "Yang dimaksud yang mana? Selama ini ia hanya mencoba
mengkritisi sikap pemerintah yang lamban dalam mengatasi masalah Maluku,"
katanya.
Karena itu, Ayip mengatakan pihaknya akan menempuh berbagai upaya untuk
membebaskan pemimpin mereka. Upaya itu antara lain adalah upaya hukum.
Ayip juga menilai bahwa tindakan pemerintah menahan Ja'far itu bukanlah merupakan
tindakan arif pada saat ini, bahkan justru akan menambah ruwet permasalahan.
Terlepas dari pro-kontra yuridis atau politis, proses penangkapan Panglima Laskar
Jihad itu tampaknya menjadi batu ujian bagi netralitas polisi.
Karena itu, polisi sebaiknya sama-sama memproses Panglima Laskar Jihad dan 17
aktivis RMS yang ditahan dengan cara dan hasil yang sama, kendati pers belum
mem-"blow up" penahanan 17 aktivis RMS itu. (ant/edy m ya'kub)
Copyright © Sinar Harapan 2001
|