Sinar Harapan, Rabu, 8 Mei 2002
Tajuk Rencana
Dua Peristiwa Hukum Luar Biasa
DARI sejumlah peristiwa hukum yang terjadi sepanjang Selasa (7/5), kita mencatat
ada dua kasus penting yang kita anggap luar biasa. Pertama, kunjugan Ketua Umum
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Hamzah Haz ke Mabes Polri bersilaturahmi
dengan Panglima Laskar Jihad Ja'far Umar Thalib.
Kunjungan itu dilakukannya dalam kapasitas sebagai Ketua Umum PPP, bukan
sebagai Wakil Presiden. Menurut Wakil Sekjen PDIP Pramono Anung, kunjungan itu
telah diberitahukan kepada Presiden Megawati dan tidak berbau politik.
Tidak ada yang berani membantah, tetapi menjadi persoalan bagaimana Polri
memaknai kunjungan itu? Kita yakini keterangan Pramono Anung itu, sehingga pihak
kepolisian tentunya juga tidak akan ewuh pakewuh dalam melaksanakan tugasnya
menegakkan hukum. Kalau pun Kapolri Da'i Bachtiar tidak berkomentar atas
kunjungan Hamzah Haz bukan karena ewuh pakewuh itu.
Keluarbiasaan kunjungan itu tentu wajar saja, karena Presiden Filipina Arroyo
Macapagal juga menjenguk Estrada di tahanan. Bagi Indonesia memang baru
pertama kali Wakil Presiden menjenguk seorang tersangka di tahanan, karena amat
tidak mungkin membedakan Hamzah Haz sebagai Ketua Umum PPP dengan
Hamzah Haz sebagai Wakil Presiden.
Menjadi pertanyaan, mengapa Hamzah Haz harus melakukan kunjungan itu, dan
mengapa ia tidak melakukan hal yang sama kepada Akbar Tanjung ketika Ketua
Umum DPP Golkar dan Ketua DPR itu ditahan di Rutan Kejagung?
Apakah karena Akbar pernah jadi rivalnya dalam Pemilihan Wakil Presiden tahun
lalu? Ataukah kunjungan itu untuk mengimbangi kunjungan rivalnya Ketua Umum
PPP Reformasi KH Zainuddin MZ?
Semua pertanyaan itu jawabannya hanya ada di nurani yang bersangkutan. Apakah
betul kunjungan itu tidak akan memberi tekanan kepada Polri, juga merupakan
pertanyaan yang patut dikemukakan. Bagaimana pun, menurut hemat kita, kunjungan
itu menimbulkan kerepotan tersendiri bagi penyidik, karena yang menjenguk itu
adalah Wakil Presiden.
Oleh karena itulah, agar tidak selalu diperhadapkan kepada situasi yang ambivalen,
sebaiknya para ketua umum partai yang telah menjadi pejabat negara seyogianya
melepaskan kedudukannya sebagai pimpinan partai.
Kedua, pengaduan Samudra Sukardi ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(Komnas HAM), yang merasa hak asasinya “diperkosa” sebab ia tidak jadi dilantik
menjadi Direktur Utama PT Garuda Indonesia, padahal sewaktu dilakukan uji
kelayakan dan kepatutan Samudra mendapat peringkat teratas.
Tidak hanya itu, kepadanya juga telah diberitahukan bahwa akan dilantik menjadi
Dirut Garuda. Semua dapat memahami perasaan dan kekecewaan Samudra Sukardi.
Kepada pers ia mengatakan bukan dirinya yang membuat dia menjadi kakak Menneg
BUMN Laksamana Sukardi, mengapa haknya sebagai manusia dihilangkan?
Di Amerika Serikat dalam waktu yang bersamaan dua kakak adik menjadi gubernur,
anak mantan Presiden menjadi Presiden yaitu George Walker Bush. Sewaktu John F.
Kennedy Presiden AS, adiknya sendiri menjadi Jaksa Agung.
Kita berharap hal-hal seperti itu tidak sampai menambah tumpukan sampah dalam
pemerintahan Megawati Soekarnoputri. ***
Copyright © Sinar Harapan 2001
|