Suara Merdeka, Jumat, 12 April 2002
Bentrok di Saparua, Dua Tewas 30 Rumah Dibakar
JAKARTA-Kapolri Jenderal Pol Da'i Bachtiar ditugaskan mempercepat proses
pengumpulan senjata api di Maluku. Penugasan ini setelah terjadi lagi konflik pada
Rabu malam (10/4) yang mengakibatkan dua orang tewas dan sekitar 30 rumah
terbakar di Saparua, Maluku.
Bentrokan itu terjadi karena perselisihan antarkampung ketika memperingati Paskah.
Penduduk Maluku ternyata masih memiliki senjata-senjata ilegal, senjata rakitan dan
bom-bom rakitan, sehingga ketika terjadi konflik mereka mudah sekali menggunakan
senjata-senjata tersebut.
"Laporan sementara tadi malam yang saya terima dan masih perlu diperhatikan
setelah terjadi konflik di Saparua yang melibatkan satu komunitas itu, bukanlah
konflik agama. Itu konflik internal dan disesalkan telah terjadi korban," ungkap Menko
Polkam Susilo Bambang Yudhoyono, kemarin (11/4), di Gedung Utama Sekretariat
Negara, Jakarta.
Menurut Menko Polkam, apabila insiden baru itu tidak segera diatasi akan
memperkeruh dan menambah ruwet suasana di Maluku. "Karena itu Kapolri akan
segera melakukan action untuk mempercepat langkah-langkah pengumpulan senjata
api, karena konflik di Saparua menggunakan senjata api," jelasnya.
Secara khusus Menko Polkam menyampaikan imbauan kepada masyarakat di
Maluku agar lebih pengertian dan dapat bekerja sama dengan pemerintah dalam
menjalani proses penegakan hukum yang sebenar-benarnya, termasuk jika nanti
diterapkan tindakan represif. Tindakan ini akan diberlakukan jika pihak-pihak yang
memiliki senjata api belum tergerak untuk menyerahkan sampai batas waktu terakhir.
Tentang kapan batas waktu terakhir itu, Menko Polkam mengatakan yang
mengetahui secara pasti adalah Kapolda Maluku Brigjen Pol Soenarko DA, di Ambon,
sebagai penanggung jawab bidang keamanan di sana.
Namun, pemerintah sebagai pihak yang berada pada tingkat kebijakan, telah
menetapkan batas akhir penyerahan senjata api pada akhir Mei 2002. Dipastikan
aparat keamanan akan menuju pada tindakan represif jika sampai batas waktu yang
ditetapkan para pemilik senjata api belum menyerahkan senjatanya.
Saat ini, proses pengumpulan senjata api dilakukan dengan upaya persuasif dan
represif. Terakhir kali terkumpul lebih dari 9.000 pucuk senjata api dan dimusnahkan
secara simbolis pada saat kunjungan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat
Jusuf Kalla, Menko Polkam Susilo Bambang Yudoyono, Panglima TNI Laksamana
Widodo AS, dan Kapolri Jenderal (Pol) Da'i Bachtiar pada hari Minggu (7/4) lalu, usai
insiden pengeboman dan pembakaran Kantor Gubernur Maluku.
Kapolri Membenarkan
Di tempat yang sama Kapolri Da'i Bachtiar membenarkan bahwa di Saparua, Maluku,
telah terjadi konflik pada Rabu malam (10/4) yang mengakibatkan dua orang tewas
dan sekitar 30 rumah terbakar.
"Di sana terjadi konflik, tetapi di dalam satu komunitas. Dua orang dilaporkan kepada
saya meninggal dunia dan sekitar 30 rumah dibakar. Mereka sama-sama orang
Kristen," jelas Kapolri.
Disebutkannya, bentrokan terjadi karena perselisihan antarkampung ketika
memperingati Paskah. "Masalahnya, karena mereka masih memiliki senjata-senjata
ilegal, senjata rakitan, bom-bom rakitan, sehingga bila terjadi konflik mudah sekali
menggunakan senjata-senjata itu," ungkap Da'i Bachtiar.
Saat ini, lanjutnya, aparat keamanan melakukan tindakan-tindakan pengamanan
dengan melakukan razia senjata rakitan tersebut.
Mengenai adanya rencana pengibaran bendera "Republik Maluku Selatan (RMS)" oleh
Forum Kedaulatan Maluku (FKM) saat ulang tahunnya pada tanggal 25 April, Kapolri
mengatakan pihaknya telah melarang kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan RMS
dan memasukkannya sebagai pelanggaran hukum.
"Untuk itu kita mengharapkan mereka tidak melakukannya," ujarnya.
Menurutnya, bila mereka (FKM) bersikeras mengibarkan bendera RMS, pihaknya
akan melakukan tindakan terhadap mereka. "Kami lakukan tindakan-tindakan mulai
dari persuasif sampai tindakan-tindakan yang bisa dipertanggungjawabkan menurut
hukum," tegas Kapolri.
Tiga Tewas
Di tempat terpisah, warga Desa Haria dan Porto Kecamatan Saparua Maluku Tengah
juga terlibat bentrok, Rabu (10/4) sekitar pukul 22.00 WIT. Bentrokan ini dipicu oleh
persoalan sepele antarsesama warga desa tetangga itu, kemudian merembet dan
melibatkan massa dari desa masing- masing. Kedua desa ini mayoritas beragama
Kristen. Belum diketahui masalah yang menjadi pemicu bentrokan itu.
Akibat bentrokan itu tiga orang dinyatakan tewas dan 12 orang lainnya mengalami
luka serius, serta 35 rumah penduduk termasuk Gedung Musawarah Adat Desa Haria
musnah terbakar. Kapolres Pulau Ambon Ajun Komisaris Besar Polisi Noviantoro
yang dikonfirmasi Tempo News Room Kamis (11/4) pagi membenarkan adanya
peristiwa itu.
Dia menyebutkan, aparat keamanan sudah mengendalikan situasi. Sekitar 60
personel Brigadir Mobil (Brimob) Air Besar Polda Maluku sudah diterjunkan ke
Saparua untuk melerai pertikaian massa tersebut. Namun sesekali masih terjadi
letupan-letupan bom dan bunyi tembakan dari dua massa yang betikai. Sampai saat
ini belum ada anggota masyarakat yang ditahan sehubungan dengan kasus ini.
Menurut Noviantoro, peristiwa itu berawal dari persoalan lama yang belum
terselesaikan di antara warga setempat. Bentrokan massa berawal di perbatasan
desa, sekitar pukul 22.00 WIT. Massa saling menyerang dengan menggunakan
berbagai jenis senjata, antara lain senjata laras panjang rakitan, panah, busur serta
bom rakitan.
Dia mengatakan, Kapolda Maluku akan menambah pasukan Brimob di daerah konflik
untuk mencegah kemungkinan terjadi lagi pertumpahan darah di Saparua. Tambahan
personel itu dari Brimob Air Besar Maluku 60 personel.(bu,A20-60k)
Copyright© 1996 SUARA MERDEKA
|