Suara Merdeka, Selasa 30 April, 2002
Darurat Militer Ditolak
* Ada Penambahan Pasukan di Ambon
JAKARTA - Kelompok Advokasi Penyelesaian Masalah Ambon menolak peningkatan
status Ambon dari keadaan darurat sipil menjadi darurat militer, karena hal itu akan
menggiring opini pembenaran kehadiran militer secara penuh, sementara aparat
keamanan sampai saat ini tidak mampu bertindak tegas terhadap perusuh.
"Seharusnya yang diperlukan adalah pemberdayaan lembaga legislatif, dan Pemda
setempat hendaknya dapat mendesak pemerintah pusat dan DPR mengirimkan tim
investigasi ke Ambon, serta menjelaskan hasil-hasilnya secara cepat, " kata Ketua
Advokasi Penyelesaian Masalah Ambon, Thamrin Amal Tomagola, dalam jumpa pers,
di Jakarta, Senin kemarin.
Dia menjelaskan, keadaan darurat militer akan makin menumbuhkan upaya
menjadikan konflik horizontal menjadi konflik vertikal dengan mengembuskan isu
Republik Maluku Selatan (RMS) sebagai pembenaran hadirnya kekuatan militer
secara penuh.
Padahal, konflik itu bisa diselesaikan dengan memberdayakan lebih jauh darurat sipil
dengan memberikan wewenang penuh kepada Gubenur Maluku untuk mengendalikan
satuan-satuan keamanan di Maluku, seperti Kodam dan Polda.
Dia lebih jauh berpendapat, pemerintah telah lalai dan tidak serius menindaklanjuti
Pertemuan Malino II secara konsekuen, dan ini akhirnya menimbulkan konflik baru.
Thamrin juga menilai adanya pembentukan opini publik secara sistematis untuk
menempatkan persoalan separatisme sebagai pokok persoalan konflik Maluku
dengan menjadikan RMS sebagai kekuatan besar yang mengancam proses
perdamaian Maluku. Padahal, RMS tidak punya kekuatan apa-apa dan tidak besar.
Ada Pemikiran
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Da'i Bachtiar membenarkan, saat ini memang
mulai muncul pemikiran untuk meningkatkan status darurat sipil di Ambon menjadi
darurat militer pascainsiden di Desa Soya, Ambon, yang menelan 12 korban jiwa.
"Pemikiran ke arah sana (darurat militer) memang ada, tetapi masih menunggu
perkembangan dan saat ini belum diputuskan," kata Da'i saat menjawab wartawan
seusai pertemuan khusus dengan Presiden Megawati Soekarnoputri di Istana
Presiden, Jakarta, Senin kemarin.
Dia mengatakan, kalau situasi di Ambon terus bergolak, memang perlu ada
peningkatan status soal penanganan keamanan di sana. Dia mengatakan,
peningkatan status itu perlu dilakukan jika perlindungan terhadap warga tidak bisa
dilakukan dengan cara-cara yang selama ini dilakukan.
"Tentu perlu ada upaya lain di samping penambahan pasukan," katanya.
Dia menampik anggapan bahwa Perundingan Malino II gagal menyusul insiden
tersebut, karena semua pihak harus optimistis dan berusaha keras untuk
mewujudkan hal itu.
Situasi Ambon
Pengamanan di Ambon kemarin sangat ketat, menyusul insiden di Desa Soya. Dua
SSK Brimob dan 2 SSK TNI dikerahkan untuk menjaga desa ini. Sementara di Desa
Gonzalo juga dikerahkan 1 SSK Brimob dan 1 SSK TNI untuk mengamankannya.
Dua tempat itu dilokalisasi agar kerusuhan tidak meluas.
Hal itu dikatakan Kabidpenum Mabes Polri Kombes Pol Prasetyo. Dia mengatakan,
pengerahan aparat ini, selain untuk menjaga keamanan di wilayah tersebut, juga
untuk mencegah munculnya provokasi dari orang yang tak dikenal.
Hingga kini aparat masih melakukan pencarian terhadap dalang dan pelaku
kerusuhan.
"Kita masih melakukan penyelidikan siapa dalangnya. Saat ini Polda setempat sudah
meminta keterangan saksi mata. Selain itu, Polda Maluku juga melakukan
penyelidikan apakah ada kaitan dengan kerusuhan sebelumnya," kata Prasetyo.
Disebutkannya, Polda Maluku telah menangkap 18 orang yang diduga sebagai pelaku
pengibaran bendera RMS. Saat ini 15 di antaranya ditahan di Polda Maluku,
sedangkan tiga orang lainnya ditahan di Mapolres Maluku Tengah. Selain itu, 9 saksi
mata juga sudah dimintai keterangan.
Ditanya lebih terperinci identitas para pelaku yang ditahan, Kombes Prasetyo
menolak memberikan latar belakang ke-18 orang itu. Alasannya, masih dalam proses
pendalaman. Selain itu, Polda Maluku juga masih mempelajari pasal apa yang bisa
dikenakan pada ke-18 orang tersebut. "Kalau ada unsur kesengajaan, maka akan
dicarikan pasal yang tepat," jelasnya.
Prasetyo juga menjelaskan, sampai sekarang Ketua FKM (Front Kedaulatan Maluku)
Alex Manuputty dan Sami Waily Muri masih ditahan. Keduanya ditahan sejak 19 April
lalu. "Sampai sekarang masih diperiksa," kata dia. Penahanan ini dilakukan dengan
alasan menentang kedaulatan RI. Ditanya apakah Polda Maluku akan memeriksa
orang-orang luar Ambon yang masuk ke daerah tersebut, Prasetyo mengatakan, "Kita
sedang mempelajari."
Tidak Tegas
Wakil Presiden Hamzah Haz menilai, terjadinya kerusuhan di Ambon disebabkan
oleh tidak tegasnya penguasa darurat sipil Maluku menghadapi kegiatan
kelompok-kelompok separatis. Jika situasi itu dibiarkan, dia khawatir kerusuhan akan
terus terjadi.
Kepada wartawan usai mengikuti paparan RUU bidang politik di Istana Negara, Senin
kemarin, Wapres mendesak penguasa darurat sipil Maluku mengambil sikap lebih
tegas untuk memberikan kepastian hukum di wilayah tersebut. "Bagaimanapun,
mengibarkan bendera lain di negeri kita adalah separatis. Karena itu, harus diambil
tindakan tegas. Kalau itu terus berlarut akan menyebabkan makin rusuhnya situasi di
sana," kata Ketua Umum DPP PPP itu.
Ditanya kemungkinan peningkatan status darurat sipil ke darurat militer di Ambon,
Hamzah menyerahkan hal itu kepada hasil evaluasi Tim Malino II. "Sekarang yang
perlu adalah Tim Malino itu melakukan evaluasi. Nanti timnya yang ke sana, dan
kemudian memutuskan."
Sementara itu, Menko Kesra Jusuf Kalla yang selama ini terlibat aktif dalam deklarasi
Malino meminta insiden di Desa Soya, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, yang
menewaskan 12 orang diselesaikan secara hukum. "Kita tidak akan menyelesaikan
persoalan itu melalui perundingan, namun secara hukum," ujar Jusuf Kalla di Gedung
Grahadi, Surabaya, Senin, ketika ditanya kemungkinan pertemuan Malino kembali
digelar untuk menyelesaikan insiden Soya dan pengibaran bendera RMS.
"Kita sayangkan kejadian tersebut. Ini terjadi karena kenekatan beberapa pihak. Satu
pihak nekat sekali menaikkan bendera RMS, kemudian ada pihak lain yang haus
darah. Nanti akan segera kita selesaikan," katanya.
Sementara itu, KSAD Jenderal Endriartono Sutarto kepada wartawan, kemarin,
mengatakan, untuk mengamankan situasi di Ambon, aparat keamanan membutuhkan
payung hukum.
"Beri kami payung (hukum -Red), agar kami bisa mengambil langkah-langkah lebih
cepat dalam mengamankan keselamatan masyarakat," kata Endriartono seusai
mengikuti acara serah terima jabatan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) dari
Marsekal Hanafie Asnan ke Marsekal Madya Chappy Hakim, di Halim
Perdanakusuma, Jakarta Timur, kemarin. (bu,A20,F4,ant-29t)
Copyright © 2000 SUARA MERDEKA
|