The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Dimulai, "Sweeping" Senjata di Ambon


SUARA PEMBARUAN DAILY, 2/5/2002

Dimulai, "Sweeping" Senjata di Ambon

AMBON - Aparat keamanan dari Brimob mulai melakukan sweeping senjata di Ambon, Kamis (2/5), demikian Kadispen Polda Maluku AKBP Max Alfons yang dihubungi Pembaruan Kamis (2/5) siang. Menurut Alfons, sampai saat ini belum ada perkembangan baru mengenai hasil sweeping senjata tajam maupun senjata rakitan dan organik.

Situasi Kota Ambon Kamis mulai normal, meskipun demikian masyarakat tetap berhati-hati karena masih beredar isu penyerangan di beberapa lokasi sangat santer. Rabu malam masih terdengar ledakan bom di daerah Batu Gantung Kota Ambon.

Pengamatan Pembaruan Kamis siang di daerah perbatasan Mardika-Batu Merah, jalan menuju Daerah Galunggung, sudah ditutup total oleh masyarakat setempat dengan drum yang dicor semen, sehingga jalan yang semula masih bisa dilintasi oleh kedua komunitas kini tertutup total.

Di kawasan Pohon Pule tampak masyarakat Muslim berkumpul dan kebanyakan anak sekolah, namun di belakang mereka berkerumun warga sipil. Belum diketahui apa yang menjadi penyebab adanya kerumunan tersebut. Namun situasi itu mengakibatkan Kampus alternatif Universitas Pattimura meliburkan kuliahnya.

Sementara itu, sumber Pembaruan di Polda Maluku mengatakan, dua orang yang dicurigai sebagai penunjuk jalan yang menyerang Desa Soya telah ditangkap.

Di Jakarta, anggota Komisi I DPR Paulus Widiyanto mengatakan, penerapan darurat militer di Ambon yang diusulkan beberapa pihak, sangat berisiko tinggi sehingga harus dipertimbangkan secara hati-hati. Selain tidak manusiawi, konflik horizontal yang terjadi selama ini bisa melebar menjadi konflik vertikal jika darurat militer diterapkan.

Hal itu dikemukakan Paulus menjawab Pembaruan di Jakarta Kamis (2/5) pagi menanggapi usulan ditingkatkannya keadaan darurat sipil menjadi darurat militer di Ambon.

Dia mengingatkan, penerapan darurat militer dampaknya dan ongkosnya sangat besar yang akan ditanggung rakyat sipil maupun aparat militer dan pemerintah sendiri.

Penerapan darurat militer tersebut kata Paulus akan menimbulkan pengekangan Hak Asasi Manusia (HAM) yang luar biasa dan biayanya besar harus dipikul oleh masyarakat pula. Kalau militer pun ternyata tidak mampu mengendalikan situasi, akibatnya militer akan berhadap-hadapan dengan rakyat sipil sehingga terjadilah konflik vertikal.

Menurut Paulus, penerapan darurat militer itu akan menimbulkan dampak lanjutan yang sangat merisaukan. Karena ketika terjadi konflik vertikal pihak militer dengan rakyat sipil, situasinya akan lebih tidak manusiawi dan militer bisa dituduh melakukan pelanggaran HAM.

Soal mekanisme penerapan darurat sipil sesuai UU No 16/1960 dan Perpu No 23/Prp/1959 tentang keadaan darurat, Paulus menegaskan, proses harus ada usulan dari daerah minimal melalui DPRD setempat sebagai wakil rakyat di sana. Pemberlakuan darurat militer bisa dilakukan jika dirasakan sebagai suatu kebutuhan daerah sehingga jangan hanya diputuskan pemerintah pusat saja.

Ukuran yang Jelas

Jika DPRD setempat tidak setuju darurat militer diterapkan, tentu pemerintah pusat maupun DPR tidak bisa memaksakan begitu saja. Lagi pula, untuk meningkatkan darurat sipil menjadi darurat militer itu harus ada ukurannya yang jelas.

Kemungkinan diberlakukannya darurat militer di Ambon juga dibahas di Mabes TNI, Cilangkap, Rabu (1/5) kemarin. Sejumlah pejabat bidang politik dan keamanan hadir, yakni tuan rumah, Panglima TNI Laksamana Widodo AS, Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono, Jaksa Agung MA Rachman, Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno dan Kapolri yang diwakili Kakorserse Brigjen Pol. Engkesman Hillep.

Pertemuan yang berlangsung mulai pukul 11.30 hingga 14.40 itu berlangsung tertutup dan sama sekali tidak boleh diliput wartawan.

TNI Bantah

Sementara itu, Tentara Nasional Indonesia (TNI) membantah pihaknya merekayasa untuk diberlakukan darurat militer di Maluku, khususnya Kota Ambon. Sebagai alat pertahanan negara, tindakan yang dilakukan TNI tetap berpegang pada dasar hukum dan keputusan politik dari pemerintah.

''Akhir-akhir ini berkembang isu di tengah masyarakat bahwa TNI merekayasa untuk diberlakukannya keadaan darurat militer di Ambon. Dengan demikian, TNI dianggap berupaya untuk dapat tampil kembali ke panggung politik nasional seperti masa lalu,'' kata Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadispenad), Brigjen Ratyono, di Jakarta, Rabu (1/5).

Dikatakan, isu seperti itu sangat menyesatkan dan memojokkan TNI yang saat ini terus berupaya mendukung penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM) di tanah air. Dari isu yang berkembang itu, terlihat bahwa ada upaya dari pihak-pihak tertentu yang ingin mendiskreditkan institusi militer itu.

Sementara itu Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Muzadi menolak usul diberlakukannya status darurat militer di Ambon. Alasannya, hal itu bisa mengarah pada praktek Daerah Operasi Militer (DOM) yang terbukti menuai masalah besar di Aceh.

''Pemberlakuan status darurat militer di Ambon bisa menjadi DPM kedua. Itu sangat tidak baik dampaknya baik secara nasional maupun internasional,'' ujar Hasyim, usai menemui Presiden Megawati di kediaman Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, Rabu sore.

Masalah utama yang menyebabkan belum terselesaikannya konflik di Ambon, menurut Hasyim, karena peran aparat keamanan yang belum optimal.

Masyarakat di Ambon, baik Kristen maupun Muslim, sama-sama menghendaki selesainya pertikaian. ''Tema-tema yang selama ini menyebabkan konflik sebenarnya sudah tidak ada lagi,'' tandasnya.

Anggapan bahwa Front Kemerdekaan Maluku yang merupakan penjelmaan dari Republik Maluku Selatan (RMS) itu bersatu dengan komunitas Kristen, telah dibantah keras. ''Hal itu sudah dibantah oleh Kardinal Julius Darmaatmadja dari Konferensi Wali Gereja Indonesia, dan Ketua Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Pendeta Andreas Yewangoe,'' ujar Hasyim.

Lemhanas Setuju

Hal berbeda diungkapkan Gubernur Lemhanas Ermaya Suryadinata yang menyetujui diterapkannya status darurat militer di Ambon. Menurut dia, penerapan status darurat sipil di Ambon tidak berjalan baik.

Meski demikian, untuk melangkah pada penerapan status darurat militer, juga perlu sejumlah tahap yang harus dilalui, di samping evaluasi secara menyeluruh.

''Konflik di Ambon perlu penanganan dan evaluasi secara menyeluruh. Pada kenyataannya, penerapan darurat sipil tidak bisa berjalan optimal,'' ujar Ermaya Suryadinata usai bertemu Presiden Megawati Soekarnoputri di Jakarta, Rabu (1/5).

Ermaya menilai, kondisi di Ambon saat ini sangat rawan dan cenderung tidak terkendali. ''Dengan kondisi itu memang perlu darurat militer,'' tandasnya.

Sementara itu, Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi (KPI) meminta kepada pemerintah darurat sipil di Maluku, pemerintah pusat, dan aparat keamanan untuk memberikan dukungan, fasilitas, dan perlindungan terhadap kelompok perempuan dalam upaya-upayanya menciptakan perdamaian di Ma- luku.

Dalam siaran persnya yang ditandatangani oleh Sekjen KPI Nursyahbani Katjasungkana dan Koordinator Advokasi Kebijakan Publik KPI Dian Kartika Sari, Kamis (2/5), KPI mengharapkan agar pemerintah melibatkan perempuan dalam perundingan perdamaian dan pembahasan persoalan-persoalan konflik di Maluku.

Dari Yogyakarta. Pengamat tentang Maluku dari Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) UGM Drs Lambang Triyono MA berpendapat, pemerintah pusat perlu mengefektifkan status darurat sipil di Maluku tanpa harus meningkatkan menjadi darurat militer.

Menjawab pertanyaan Pembaruan di Yogyakarta Rabu (1/5) malam Lambang Triyono mengatakan, pada status darurat sipil itu formatnya presiden penanggungjawab, sedangkan Gubernur sebagai pelaksana. (VL/O-1/A-17/M-11/ Y-3/M-15/037)

----------
Last modified: 2/5/2002
 


Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/kariu67
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044