SUARA PEMBARUAN DAILY, 4 Mei 2002
Ambon Kembali Tegang
AMBON - Kota Ambon yang sudah relatif tenang dalam dua hari terakhir ini dengan
adanya razia senjata tajam oleh aparat keamanan, Sabtu (4/5) siang, kembali tegang.
Sekelompok massa terlihat kembali berkumpul di daerah Pelabuhan Yos Sudarso.
Belum diperoleh keterangan penyebab mereka berkumpul.
Begitu juga didapat keterangan, sejumlah aparat yang bertugas di Jalan Diponegoro
siang ini dipindahkan. Kejadian itu membuat masyarakat di sekitar daerah tersebut
menjadi khawatir dan menimbulkan kecemasan di kalangan warga sekitar.
Sementara itu, seorang warga Soya, Yongki Pesolima (31) menderita luka-luka akibat
terkena ranjau yang dipasang perusuh di Desa Soya, Kecamatan Sirimau Kota
Ambon, Sabtu (4/5) sekitar pukul 09.00 WIT. Korban saat ini dirawat di RS Bhakti
Rahayu. Yongki terkena ranjau di tangan.
Di pihak lain, berbagai elemen masyarakat di Ambon mulai mengambil sikap atas
rencana pemerintah memberlakukan status darurat militer. Walau itu baru sebatas
wacana, namun usulan tersebut justru dianggap sebagai ancaman keselamatan
warga sipil di Maluku, khususnya Ambon. Ketika status darurat militer digulirkan,
topik tersebut menjadi bahasan menarik di tengah warga.
Mereka berpendapat darurat sipil saja sudah jatuh korban warga tidak berdosa,
apalagi bila diberlakukan darurat militer. Seorang aktivis Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) Hengky Hattu SH menegaskan, sebelum diberlakukan darurat
sipil, sudah dilakukan bantuan militer (banmil). Banmil sendiri merupakan miniatur
dari pelaksanaan darurat militer di Maluku.
Pada waktu pemberlakuan banmil sebelum darurat sipil saja, asrama-asrama militer
dihancurkan seperti Polres Ambon dan Brimob Polda Tantui. Hal itu dikatakan di
ruang kerjanya kepada Pembaruan Jumat (3/5) sore. Sejauh ini masyarakat dapat
menilai banmil dan darurat sipil saja eskalasi tidak turun, apalagi bila diberlakukan
darurat militer.
Hengky mengakui, pemberlakuan darurat militer tergantung rakyat, bukan penguasa.
Dia mengatakan, elite-elite politik di Jakarta yang membual kiranya berhenti bicara,
jangan asal ngomong tanpa mengerti fakta di Ambon karena mereka tidak rugi, tapi
rakyatlah yang menderita kerugian.
Mundur
Ditanya seputar tanggung jawab Gubernur Maluku, Hengky menganjurkan Gubernur
Saleh Latuconsina sebaiknya mundur karena dengan kemundurannya itu, dia merasa
lebih berkepentingan dengan rakyat.
Ada tanggung jawab moral daripada nantinya dituding tidak melakukan apa-apa untuk
kepentingan masyarakat.
Sementara itu hari ini, 45 anggota DPRD Maluku akan bertolak ke Jakarta untuk
menemui Presiden Megawati dan Wakil Presiden, Menko Polkam, Panglima TNI dan
Kapolri serta Ketua DPR-RI.
Seluruh anggota DPRD Maluku akan menyampaikan sikap sekaligus penolakan
terhadap usulan darurat militer di Maluku. Hal serupa akan dilakukan seluruh anggota
DPRD dalam waktu dekat ini.
Ketua DPRD Ambon Drs Lucky Wattimury menjawab Pembaruan Sabtu (4/5) di
Ambon, semua tokoh masyarakat meminta DPRD Ambon melakukan gugatan
kepada pemerintah bila pemerintah pusat maupun daerah masih terus membiarkan
konflik berkepanjangan dan korban terus berjatuhan.
Sementara itu, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) Jenderal Endriartono Sutarto
kepada wartawan di Markas Besar TNI AD, Jumat (3/5) mengatakan, aparat
keamanan di Maluku tetap mendukung sepenuhnya langkah-langkah yang diambil
Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD) dan tidak melakukan pembangkangan atau
ketidakpatuhan. Namun, ada perintah dari Gubernur Maluku Saleh Latuconsina
selaku PDSD yang tidak dapat langsung dilaksanakan dan harus menunggu waktu
yang tepat.
''Yang saya tahu memang ada suatu perintah tetapi ketika itu Pangdam (Panglima
Komando Daerah Militer - red) Pattimura, Brigjen Mustopo memberi saran agar
sebaiknya perintah itu tidak dilaksanakan saat itu juga. Pertimbangannya adalah
kepentingan yang lebih besar,'' kata Kasad.
Dikatakan, jika perintah tersebut dilaksanakan saat itu juga, dampak negatifnya akan
lebih besar. Namun, Kasad tidak menjelaskan perintah seperti apa yang diberikan
PDSD kepada Pangdam.
Seperti diberitakan sebelumnya, beberapa tokoh masyarakat di Ambon menilai para
pembantu PDSD, dalam hal ini Pangdam Pattimura dan Kapolda Maluku, kurang
mendukung perintah dari Gubernur Maluku. Bahkan, beberapa anggota DPRD Maluku
meminta Brigjen Mustopo dicopot dari jabatannya sebagai Pangdam (Pembaruan,
3/5).
Menurut Kasad, perintah yang diberikan PDSD itu dianggap Pangdam Pattimura
masih harus memperhatikan berbagai aspek dan masukan. Jika waktunya tepat,
perintah itu pasti akan dilaksanakan.
Dari Yogyakarta, Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dr Achmad
Syafii Maarif menyatakan pihaknya tidak setuju status darurat sipil di Maluku
ditingkatkan menjadi darurat militer. Solusi agar keamanan di daerah konflik cepat
terwujud hanyalah melaksanakan Malino I dan II secara konsekuen.
Menjawab pertanyaan wartawan saat menghadiri acara di kampus Universitas
Achmad Dahlan di Jalan Kapas Yogyakarta Jumat (3/5) Syafii mengatakan, tidak
setuju status darurat militer untuk Maluku, terutama karena dampak psikologisnya
yang tidak mengenakkan.
Sementara itu, Ketua DPP Golkar Marzuki Darusman menilai, salah satu persoalan
mendasar di Ambon adalah aparat keamanan bekerja secara tidak profesional.
Ketidakprofesionalan aparat keamanan ditunjukkan dengan sikap tidak tegas aparat
keamanan terhadap semua kelompok masyarakat yang berpotensi menciptakan
konflik di Ambon.
Dia mengatakan, aparat keamanan jangan bertindak diskriminatif. Artinya, aparat
keamanan jangan hanya bertindak terhadap kelompok yang dituduh sebagai
kelompok separatis di Ambon. Aparat keamanan juga bertindak tegas terhadap
kelompok pendatang yang potensial menciptakan konflik di Ambon.
Menurut dia, aparat keamanan harus mampu mengusir seluruh kelompok masyarakat
pendatang yang potensial menciptakan konflik keluar dari Ambon. Pengusiran itu
berlaku untuk sementara waktu, sampai Ambon dinyatakan aman kembali. Tentu saja
pengusiran ini harus tetap memperhatikan hak-hak asasi manusia. (AD/O-1/037)
----------------------------------
Last modified: 4/5/2002
|