SUARA PEMBARUAN DAILY, 16/5/2002
"Jika Ambon Membaik, Kami Akan Kembali..."
Pembaruan/Charles Ulag
MENGUNGSI KE JAKARTA - Lolos dari penyerangan sekelompok massa yang juga
membakar rumahnya di Kompleks DPRD Kebon Cengkeh, Desa Batu Merah,
Maluku, Ambon, Syahria (kiri) dan putrinya, Zsa Zsa (dalam gendongan), tiba di
Bandara Soekarno-Hatta, Rabu (15/5) petang, dijemput suaminya, Thamrin Ely
(kanan), anggota DPRD Maluku.
KOMPLEKS perumahan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Ambon di Desa
Kebon Cengkeh, Batu Merah, Ambon, sudah diselimuti gelap pada Minggu (12/5) lalu.
Sepi. Tak satu pun yang terlihat berlalu lalang di jalan. Jarum jam saat itu
menunjukkan pukul 22.15 WIT.
Kesunyian malam itu tiba-tiba dipecahkan dengan kedatangan sekitar 30 orang
dengan pakaian berwarna hitam ala ninja dan sebagian berjubah putih. Rombongan itu
bergerak, menghampiri salah satu rumah di kompleks DPRD Ambon itu, rumah milik
Thamrin Ely, anggota DPRD Ambon dari Fraksi Pembela Negara Kesatuan
(Penegak).
Di rumah itu hanya ada Syahria, istri Thamrin Ely, Zsa Zsa Florensa, putri bungsu
keluarga Thamrin Ely, dan Barada Sumartono, ajudan. Malam semakin larut, Zsa Zsa
yang baru berumur dua tahun itu sudah tidur lelap. Syahria pun telah memasuki
kamar. Hanya Sumartono, anggota Brimob Polda Maluku itu, yang berjaga-jaga di
ruang tamu.
Tiba-tiba dari pintu masuk utama terdengar ketukan pintu beberapa kali. Sumartono
pun bangkit menghampiri pintu. "Jangan buka dulu. Tanya siapa dia," ujar Syahria,
yang seketika itu juga keluar kamar saat mendengar ketukan itu.
Sumartono menyetujui usul itu dan bertanya, "Siapa di luar?" Tidak ada jawaban.
"Yang ada hanya bau bensin," Sumartono melaporkan. Karena penasaran, ia
mengintip dari tirai jendela. Saat itu juga ia terkejut. Ruang perpustakaan Thamrin Ely
yang terletak di teras rumah sudah mulai dilalap api! Ternyata puluhan orang tak
dikenal itu membakar rumah Ketua Delegasi Kelompok Muslim pada Perjanjian
Malino II.
Ajudan itu segera memberitahukan apa yang dilihatnya kepada Syahria, yang serta
merta masuk kamar, untuk mengambil putri bungsunya yang tengah tidur. "Yang
saya pikirkan saat itu cuma putri saya, bagaimana menyelamatkan dia," ujarnya.
Di luar rumah suasana berubah total. Dari keheningan, kini berbalik menjadi
kegaduhan. Api terlihat mulai membesar dan melalap bagian rumah yang lain, seiring
dibuangnya beberapa jeriken dan botol berisi bensin ke sudut-sudut rumah Thamrin
Ely.
Mencoba untuk menyelamatkan diri, sambil memeluk putrinya, Syahria masuk kamar
mandi. Hanya beberapa menit berada di tempat itu, ia langsung menyadari situasi
tidak mungkin lagi bertahan di dalam rumah. Dengan dikawal Sumartono, melalui
pintu depan bagian samping, Syahria menyelamatkan diri ke rumah tetangganya, di
bawah berondongan senjata api para "ninja". Para penyerang itu menggunakan
senjata berlaras panjang, seperti dilaporkan Sumartono, yang baru dua bulan
bertugas sebagai ajudan Thamrin Ely.
Para perusuh itu bahkan sempat menembak ke arah jendela rumah tetangga, tempat
Syahria mencari perlindungan. "Mereka memang mengincar kami," Syahria
berkesimpulan.
Mendengar keributan, Zsa Zsa yang berada di gendongan ibunya pun terbangun.
Layaknya bocah yang masih polos, saat melihat rumahnya terbakar, ia berbisik,
"Mama, tiup dong apinya, biar padam," Syahria menirukan.
Di rumah tetangga itulah, Syahria menelepon suaminya yang tengah berada di
Jakarta, mengabarkan peristiwa yang terjadi.
Pembakaran yang dilakukan puluhan massa tak dikenal itu pun berakhir Senin (13/5)
pukul 01.30 WIT, saat puluhan Pasukan Brimob Polda Maluku datang ke lokasi dan
menjemput Syahria dan putrinya menuju ke Mapolres Pulau Ambon dan Pulau-pulau
Lease. Tiga hari, ibu dan anak itu berada di Mapolres.
Akan Kembali
Kini, Syahria dan Zsa Zsa telah berada di Jakarta, berkumpul bersama suami dan dua
anak keluarga Thamrin Ely yang lain, Usi Onya Prameswari (26) dan Resa Falatehan
(24). Pesawat yang mereka tumpangi dari Ambon tiba di Bandara Soekarno-Hatta,
Cengkareng, Rabu (15/5) pukul 17.40 WIB. Thamrin Ely yang menyambut kedatangan
mereka di pintu keluar, segera memeluk istri dan anak tercintanya dengan penuh
haru.
Mata Syahria pun berkaca-kaca. Keletihan tampak membayang pada wajah wanita
asal Palu, Sulawesi Tengah itu. Peluh membasahi wajahnya yang putih bersih. Untuk
beberapa saat, tidak ada kata terucap dari bibirnya. Hanya ucapan syukur yang
dipanjatkan kepada Tuhan atas penyertaan sepanjang perjalanannya. Pesawat yang
ditumpanginya berangkat dari Ambon, transit di Makassar dan Surabaya, sebelum
menuju Jakarta. Puas melepas kerinduan, Syahria sambil sesekali menyeka keringat,
menjawab pertanyaan-pertanyaan wartawan. Di sisinya, Thamrin Ely seolah tak juga
puas meluapkan kerinduannya kepada putri bungsunya. Syahria berterus terang
mengatakan sedikit trauma mengalami kejadian yang baru menimpanya. "Saya
masih agak takut kalau lihat banyak orang," Syahria, yang saat itu mengenakan baju
safari warna cokelat dan kerudung hitam, mengatakan. Di sebelahnya, Thamrin Ely
justru menyatakan tekadnya untuk tetap memperjuangkan terciptanya perdamaian
abadi di Maluku, walaupun untuk itu sejumla! h kalangan di
Ambon mengecapnya sebagai pengkhianat. "Saat saya ke Jakarta, sebelum naik
pesawat sejumlah massa meneriaki saya pengkhianat," kata Thamrin, yang mengaku
berada satu pesawat dengan Panglima Laskar Jihad, Ja'far Umar Thalib saat
berangkat ke Jakarta. Belum diketahui sampai kapan Thamrin Ely sekeluarga berada
di Jakarta. "Kami akan lihat situasi. Kalau Ambon mulai membaik, kami akan
kembali," kata Syahria Thamrin Ely. ERWIN LOBO
----------
Last modified: 16/5/2002
|