Konferensi Pers Tapak Ambon & Siaran Pers KPK2PM
Rekan-rekan yang terhormat...
Menyikapi kondisi terakhir di Maluku, Jumat (5 April 2002) kemarin Tim Advokasi
untuk Penyelesaian Kasus (TAPAK) AMBON menggelar acara konferensi pers untuk
menyampaikan sikap dari Tapak Ambon.
Beberapa rekan yang berbicara mewakili Tapak Ambon dalam acara konferensi pers
di Kantor INFID tersebut adalah:
1. Tamrin Amal Tomagola
2. Ivan A Hadar
3. Nia Sjarifuddin
4. George Manopo
5. George Corputty
Berikut, siaran pers Tapak Ambon yang disampaikan kepada para wartawan. Dan
siaran pers dari Komite Penegakan Kebenaran & Penghentian Kekerasan Maluku
(KPK2PM)
------------
Siaran Pers
Menyikapi kondisi terakhir di Maluku
Latar Belakang
Kondisi keamanan dan sosial masyarakat Maluku akhir-akhir ini semakin pulih dan
sudah banyak mengalami kemajuan. Di ruas jalan seperti Desa Passo, Desa Galala
di kawasan pemukiman Kristen dan Desa Batumerah dan Galunggung di pemukiman
Muslim yang merupakan kawasan yang sangat rawan dan berbahaya, telah dilalui
oleh lalulintas kendaraan dari kedua komunitas. Di sisi lain, semakin berkembangnya
pasar-pasar tradisional dimana kedua komunitas saling bertemu dan melakukan
transaksi ekonomi merupakan perkembangan ke arah perdamaian dan rekonsiliasi
yang sangat menggembirakan. Namun sangat disesalkan dalam kondisi yang
semakin kondusif itu, sekelompok orang yang tidak bertanggungjawab kembali
melakukan aksi-aksi sabotase yang memakan korban jiwa di Ambon.
Kondisi realitas di lapangan membuat TAPAK-Ambon berkesimpulan bahwa
Pemerintah sangat tergesa-gesa dan terkesan hanya mengejar target segera
menyelesaian tragedi kemanusiaan di Maluku, kalau tidak mau dibilang setengah hati
atau cuci tangan.
Secara umum, situasi terakhir di Kota Ambon saat ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
1) Pemerintah Pusat dan Daerah telah mengambil semua peran yang seharusnya
dilakukan juga secara penuh oleh masyarakat, terutama untuk melakukan resolusi
konflik, termasuk peran sebagai fasilitator dan koordinator. Sementara peran yang
diberikan demi terciptanya ruang dan peluang agar masyarakat dapat mengupayakan
resolusi konflik justru tidak dilaksanakan.
2) Iklim keamanan terkesan tidak kondusif bagi proses penyelesaian konflik, sebab
peran ini tidak nampak nyata dilakukan oleh TNI - Polri. Bahkan ada diantara mereka
yang ikut tersegregasi oleh perbedaan agama dan cenderung hanya menjadi
"pemadam kebakaran" yang hanya bersikap reaktif ketika telah terjadi suatu peristiwa
kekerasan.
3) Sampai sekarang manajemen intelijen juga tidak terlihat berjalan, sehingga aparat
keamanan sepertinya mengalami kesulitan untuk melakukan penyelidikan dan
mempertanggung jawabkannya kepada publik.
4) Beberapa peristiwa terakhir yang terjadi di Kota Ambon menunjukkan adanya
pergeseran pola konflik dari konflik massa menjadi intervensi dari sekelompok kecil
orang dengan dampak yang cukup besar, dengan menelan korban jiwa pada sekali
aksi bisa lebih 50 orang (aksi "gerilya kota"). Pola konflik yang dilakukan sangat
profesional, seperti terlihat pada dua insiden besar yakni buntut dari meledaknya KM
California yang menelan korban 10 orang tewas dan 42 luka berat/ringan dan berakhir
dengan dibakarnya kantor DPRD Kotamadya Ambon. Kemudian aksi peledakan bom
di Jl. Yan Paays yang menalan korban 4 orang tewas dan 55 luka berat/ringan, dan
berujung pada perbakaran gedung Kantor Gubernur/Kepala Daerah Maluku/Penguasa
Darurat Sipil Daerah (PDSD) Maluku, dengan indikasi yang hampir sama yaitu :
- Pelaku konflik bukan lagi massa, tetapi kelompok kecil orang yang sangat
profesional. Dari gerakan mereka di lapangan, terlihat jelas bahwa pelaku sudah
cukup terlatih untuk melakukan aksi dan kemudian dapat meninggalkan lokasi
kejadian dengan limit waktu yang demikian pendek. Hanya beberapa saat setelah
peristiwa terjadi.
- Penggunaan peralatan standar militer yang berteknologi canggih dengan
menimbulkan korban yang sangat besar. Hal mana bom dengan daya ledak dan daya
rusak sebesar ini, tidak pernah terjadi sebelumnya, selama konflik fisik yang
melibatkan dua kelompok massa.
- Belum ada proses penegakan hukum terhadap beberapa peristiwa terakhir, dimana
sampai hari ini kasus-kasus tersebut masih berada dalam tahapan tingkat
penyelidikan tanpa ada penjelasan kepada publik, hingga publik sendiri tidak
mengetahui sejauh mana proses penyelidikan kasus-kasus tersebut.
- Karena ketidak jelasan penanganan terhadap insiden-insiden kekerasan ini, maka
tak jarang ada kelompok tertentu yang kemudian mempolitisasinya sebagai issue
agama maupun issue separatis, sehingga ada kecenderungan issu-issu ini dipakai
sebagai justifikasi tindakan represif.
5) Rakyat yang terus menjadi korban, saat ini dalam kondisi:
- Masyarakat kedua belah komunitas yang pada dasarnya telah hidup tertekan dan
tersegregasi serta berada dalam posisi yang sangat jenuh terhadap konflik. Namun
mereka tidak mempunyai "power" untuk menjebol segregasi tersebut.
- Pemerintah dan TNI/Polri yang menentukan apakah sebuah situasi disebut aman
atau tidak belum memiliki politicall will untuk membuka segregrasi tersebut. Maka,
ketika Perjanjian Malino II disosialisasikan, sejumlah warga kedua komunitas
mencoba untuk menjajaki apa yang disebut aman atau tidak tadi. Mereka mencoba
saling berkunjung antar desa, dan ternyata aman-aman saja.
- Rakyat sipil yang selama ini menjadi korban, sangat membutuhkan pemulihan, baik
secara fisik, mental, kesehatan maupun psikis, serta membutuhkan ruang untuk
melakukan usaha pemenuhan kebutuhan ekonomi, perumahan dan pendidikan.
- Masyarakat sebenarnya sangat antusias terhadap perkembangan situasi terakhir
sehingga dengan percaya diri melewati beberapa kawasan yang selama ini dianggap
sangat berbahaya, beberapa kawasan bahkan dijadikan sebagai tempat pertemuan
yang sangat dirindukan oleh kedua komunitas
- Pasca terbakarnya Kantor Gubernur Maluku/PDSDM, masyarakat yang
berbondong-bondong datang untuk menyaksikan lokasi kebakaran, saling berbaur,
saling jabat tangan dan menyapa serta bercerita tentang peristiwa yang telah terjadi
sehari sebelumnya.
- Aktifitas pasar yang dilakukan dua komunitas pada daerah transaksi ekonomi
kawasan Amans Hotel di Mardika berjalan normal. Demikian halnya dengan aktifitas
transportasi, dimana terlihat bahwa warga Islam dari Desa Tulehu menuju ke kota
Ambon dan sebaliknya dengan aman melewati Desa Passo dan Desa Galala, yang
mayoritas warganya beragama Kristen. Begitu juga warga Kristen, yang dengan aman
telah melalui Desa Batu Merah dan Galunggung dengan mayoritas warganya
beragama Islam
Rekomendasi :
Melihat sejumlah kondisi tersebut di atas, maka Tapak Ambon memandang sangat
perlu memberikan rekomendasi sebagai berikut:
a) Mendesak Pemerintah dan TNI - Polri untuk melakukan proteksi kepada
masyarakat yang sementara mengupayakan resolusi konflik, sehingga ada ruang dan
peluang, serta jaminan keamanan dalam melakukan hal tersebut.
b) Desentralisasi resolusi konflik berbasis komunitas rakyat korban: kultural,
kemanusiaan, psikologi. Penguatan simpul-simpul basis rekonsiliasi yang sudah
dimulai pada aras rakyat korban. Pemda dan pemerintah pusat sebagai fasilitator,
koordinator, dan proteksi proses rakyat.
c) Mendesak Pemerintah dan TNI - Polri melakukan upaya penegakan hukum yang
serius dengan memproses secara hukum para pelaku dan aktor intelektual dari
beberapa peristiwa kekerasan yang terjadi, seperti insiden terbakarnya KM California
yang berakibat pada pembakaran Gedung DPRD Tingkat II, peristiwa pembubaran
pawai massa yang melakukan sosialisasi Malino II, dengan tindakan kekerasan di
sekitar Mesjid Al-Fatah, pemboman di Jl. Jaan Paays dan pembakaran Kantor
Gubernur Maluku, secara transparan dengan mempertanggungjawabkannya secara
terbuka kepada publik.
d) Meminta kepada Pimpinan TNI - Polri untuk tidak menjustifikasi beberapa peristiwa
yang terjadi sebagai pembenaran untuk melakukan tindakan represif kepada terhadap
rakyat sipil.
e) Mendesak Pimpinan TNI/Polri mengambil tindakan tegas terhadap siapapun baik
sipil maupun militer yang terlibat dalam insiden-insiden tersebut, menghentikan dan
mengatasi tindakan kelompok yang menggunakan kekerasan dengan pola dan
kecenderungan yang terjadi belakangan ini (aksi "gerilya kota"), seperti peristiwa
pemboman di Jl. Jaan Pays tersebut.
f) Mendesak Pemerintah untuk terus memfasilitasi dan mengkoordinasi upaya-upaya
resolusi konflik yang dilakukan oleh masyarakat, serta mendorong tumbuhnya
kesadaran kritis dan ketahanan masyarakat terhadap setiap kemungkinan provokasi
g) Meminta semua pihak untuk menghentikan berbagai provokasi guna memicu
kerusuhan baru dengan jalan politisasi issue agama, etnis, golongan dan separatis.
Jakarta, 5 April 2002
Hormat Kami
TAPAK AMBON
------------
Berikut ini pernyataan sikap dari Komite Penegakan Kebenaran & Penghentian
Kekerasan Maluku (KPK2PM), yang diterima Sekretariat Tapak Ambon 4 April 2002.
------------
KOMITE PENEGAKAN KEBENARAN & PENGHENTIAN KEKERASAN MALUKU
(KPK2PM)
Kantor : Lorong Ikip Ambon Telp : (0911) 312964 Jakarta (021)8520668, e-mail:
tpm@cbn.net.id
Kepada Yth :
1. Presiden Republik Indonesia.
2. Wakil Presiden RI.
3. Ketua MPR RI
4. Ketua DPR RI
5. Panglima TNI.
6. Kapolri.
7. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia RI
8. Menkosospolkam RI.
9. Menko Kesra RI
10. Penguasa Darurat Sipil Daerah Maluku.
11. Ketua DPRD Tingkat I Maluku
12. Pangdam XVI Pattimura.
13. Kapolda Maluku
Dengan hormat,
Kami yang bertanda tangan di bawah ini :
Komite Penegakan Kebenaran +ACY- Penghentian Kekerasan Maluku (KPK2PM)
yang selalu berpihak kepada masyarakat korban, menyampaikan kronologis singkat
dan pernyataan sikapnya terhadap peristiwa pelemparan/peledakan bom yang terjadi
dijalan Yan Pais Ambon tanggal 3 April 2002 pukul 11.30 Wit sebagai berikut:
KRONOLOGIS SINGKAT.
Pada tanggal 3 April 2002 pukul 11.30 Wit, terjadi pelemparan bom di Ambon,
tepatnya dijalan Yan Pais samping Amboina Hotel, daerah tersebut merupakan
daerah yang ramai dikunjungi masyarakat. Pelemparan bom diduga kuat dilakukan
dari dalam mobil merk kijang warna merah yang melewati jalan Yan Pais. Belum
diketahui siapa pemilik mobil tersebut, akan tetapi saat ini mobil dimaksud telah
diamankan di Polres P. Ambon - P.P. Lease.
Ledakan bom yang terjadi menyebabkan bangunan disekitar lokasi menjadi rusak,
selain itu akibat dari ledakan yang terjadi menyebabkan 50 orang menderita luka-luka
(luka berat dan ringan ), 4 orang meninggal dunia, dan juga diperkirakan akan
bertambah korban meninggal dunia, karena masih ada korban luka berat yang dalam
keadaan kritis.
Bom tersebut mempunyai daya ledakan yang sangat dasyat, dikatakan demikian
karena splenter/serpihanya dapat menghancurkan bagian kamar pada kaca cendela
lantai IV Amboina Hotel.
Diduga kuat bom tersebut adalah bom milik aparat kemanan (TNI-POLRI.), karena
daya ledaknya sangat dasyat. Akibat dari tidak cepat dan tanggap Penguasa Darurat
Sipil serta aparat keamanan menyikapi permasalahan tersebut, maka masyarakat (
massa) tidak merasa puas dan membakar Kantor Gubernur (Kantor Bapeda Tingkat I
Maluku).
Analisa sementara berdasarkan keterangan dari para saksi mata dilapangan, diduga
kuat aksi pengeboman yang dilakukan oleh kelompok yang memilik ketrampilan
militer tinggi. Karena mereka dapat meloloskan diri dari kepungan massa yang berada
disekitar lokasi kejadian, sehingga oleh massa maupun aparat keamanan yang
berada dilokasi kejadian tidak dapat mengidentifikasi secara pasti para pelakunya.
Peristiwa pengeboman tersebut telah menyebabkan Keadaan kota Ambon mulai dari
pukul 11.00 WIT sampai dengan sore hari sekitar pukul 16.00 WIT menjadi tegang,
hanya yang terdengar adalah tembakan senjata organik dari aparat keamanan secara
beruntun.
PERNYATAAN SIKAP
1. Mengutuk keras tindakan biadab yang dilakukan oleh kelompok yang tidak
bertanggung jawab atas peristiwa berdarah (pelemparan/peledakan bom), sehingga
menyebabkan korban manusia yang tidak berdosa (50 orang menderita luka-luka dan
4 orang meninggal dunia ).
2. Meminta pertanggung jawaban Pemerintah baik dipusat maupun daerah melalui
aparat keamanannya (TNI-POLRI) agar segera memberikan jaminan keamanan/rasa
aman bagi seluruh masyarakat yang berada di Maluku (kota Ambon)
3. Mendesak pihak Kepolisian RI (Kepolisian Daerah Maluku) untuk segera mengusut
tuntas peristiwa tersebut yaitu dengan cara menangkap para pelaku pengeboman dan
menyeretnya ke Pengadilan.
4. Meminta Pemerintah pusat maupun daerah untuk tidak menggunakan cara-cara
memaksa masyarakat di Maluku guna menyelesaikan konflik yang terjadi.
Ambon, 3 April 2002.
Demikialah pernyataan sikap dari kami.
Hormat Kami.
(KPK2PM)
Munir Kairoty, SH (Ketua)
Anthoni Hatane, SH. (Sekjen)
|