TEMPO, No. 07/XXXI/15 - 21 April 2002
Ambon
Siapa Dalang Ongen dan Zasa?
Polisi terus memburu dua tersangka peledakan bom di Ambon. Tapi siapa di
belakang mereka?
--------------------------------------------------------------------------------
WAJAH Ida terlihat lebih berseri. Pedagang sayur yang biasa mangkal di pasar di
depan Hotel Amans, Ambon, itu kini sudah bisa berniaga lagi. Dagangannya pun
cukup laris. "Langganan saya yang Kristen pun sudah mulai datang mengambil
dagangan lagi seperti biasanya," katanya semringah.
Ambon memang mulai bernapas kembali. Ledakan bom yang mengguncang kota
pelabuhan yang cantik itu dua pekan lalu, yang disusul aksi pembakaran kompleks
kantor gubernur, ternyata mudah menguap.
Asapnya memang mudah menguap, tapi luka-lukanya tidak. Dan tak semua
beruntung. Di Rumah Sakit GPM, Taihitu masih tergolek lemah. Sebutir pecahan bom
yang meledak pada Rabu kelabu itu menancap ke paru-paru anak muda berusia 35
tahun ini. Saat kejadian, ceritanya, dia tengah berada di Jalan Jan Pays. Lalu…
tiba-tiba sebuah benda asing terlontar dan menerpa payung yang dipegangnya dan
langsung meledak. Ternyata itu sebuah bom, yang pecahan ledakannya serta-merta
melukai tubuhnya. Walau Taihitu mengaku sempat berlari sekitar sepuluh langkah,
tak lama kemudian matanya gelap. Ia pun roboh. "Ketika saya sadar, saya sudah
berada di rumah sakit," paparnya lirih.
Bom laknat itu tak datang sendiri, tentu. Ia ternyata dilemparkan dari sebuah mobil
Kijang bernomor polisi DE-55-RB. Mobil merah ini belakangan diketahui milik
Syamsul Rizal, 38 tahun, pemilik empat restoran yang juga tauke sejumlah taksi dan
angkutan kota (angkot).
Apakah Syamsul terlibat? Untunglah tidak. Benar mobil itu miliknya, tapi tengah
disewakan kepada Mat. Jadi, Mat yang menjadi pelakunya? Tidak pula. Sebab, Mat
kemudian menyewakannya lagi kepada Ai. Nah, si Ai selanjutnya menyewakannya
kepada dua orang yang diduga merupakan pelaku sejati pengeboman itu.
Sialnya, dua terduga itulah yang justru lepas dari jerat hamba hukum. Berdasarkan
penyelidikan polisi, di antaranya dari keterangan 13 saksi, dua lelaki tadi diketahui
bernama Idi Amin Thabrani Pattimura alias Ongen Pattimura dan Syafruddin Zasa.
Dua sekawan inilah yang kini diburu polisi.
Berusaha sigap, polisi menyebarkan foto-foto Ongen. Sayang, pihak polisi tidak
memiliki foto Zasa, sehingga hanya mampu mendeskripsikannya dengan ciri-ciri:
berambut keriting, berkulit hitam, dan tingginya 166 sentimeter. "Dari merekalah kita
akan bisa mengetahui motif dan dalang peledakan bom itu," kata seorang petugas
kepolisian.
Ongen dan Zasa memang menjadi kunci pengeboman tersebut. Tapi sudah lebih dari
sepekan polisi belum juga berhasil menangkap buruannya. Belakangan, mereka
disinyalir bersembunyi di sebuah daerah di Sulawesi Selatan. Sebab, secara
geografis daerah ini relatif lebih mudah dijadikan tempat pelarian ketimbang,
misalnya, Papua sekalipun. Sinyalemen itu dikemukakan Kepala Kepolisian Daerah
Sulawesi Selatan, Irjen Pol. Firman Gani, Jumat pekan silam. Sayang, menurut
pengakuannya sendiri, Firman belum mendapat petunjuk tentang keberadaan kedua
buron itu.
Tapi siapakah Ongen dan Zasa? Ternyata keduanya tidak terlalu istimewa. Ongen,
misalnya. Pria berusia 30 tahun yang berasal dari Desa Latu, Kairatu, Maluku
Tengah, ini tidak punya pekerjaan tetap, kecuali sesekali menjadi sopir angkot.
Namun, dia cukup dikenal di kalangan pemuda Kristen. Malah, kabarnya, ia pernah
aktif dalam Posko Latu dan terlibat kegiatan rekonsiliasi antara pemuda Kristen dan
Islam di Kudamati, dua tahun silam. Tapi, celakanya, niat baik itu berakhir dengan
insiden ber-darah di Waihaong, Ambon. "Ongen sempat dicari-cari setelah acara itu,"
papar Lut, seorang pemuda muslim.
Adakah Ongen memang biang rusuh? Kalau ya, siapa di belakang dia dan Zasa?
Kelompok Islam atau Kristenkah? Namun, pihak Front Pembela Islam Maluku (FPIM)
mengaku sama sekali tidak memercayai hasil penyelidikan polisi itu. Mereka,
menurut Ketua FPIM Husni Putuhena, justru mencurigai kedua tersangka sebagai
orang pesanan Kepala Polda Maluku Soenarko. Tujuannya adalah menghindari
berbagai tekanan dari kelompok masyarakat berkenaan dengan meletusnya peristiwa
tersebut.
Lain lagi komentar Alex Manuputy, Ketua Front Kedaulatan Maluku (FKM), yang
terkait dengan kelompok Republik Maluku Selatan (RMS). Menurut dia, pihak TNI
berada di balik aksi pengeboman itu. Ia lalu menunjuk laporan dari saksi yang melihat
seorang komandan pasukan Kopassus berada di lokasi kejadian sepuluh menit
sebelum ledakan. Pembuatan dan peledakan bom bukan pekerjaan main-main.
"Semua punya koneksi. Kalau bukan orang yang ahli, siapa lagi? Dan ini bukan suatu
kebetulan," kata Alex.
Bom yang meledak dua pekan lalu itu memang tidak sembarangan. Serpihan bom,
paku, dan benda lainnya ditemukan sampai di lokasi yang berjarak setengah
kilometer dari tempat kejadian. Kalau bukan oleh orang yang terlatih dan memiliki
akses ke bahan bakunya, ledakan dahsyat itu tampaknya mustahil dilakukan. Tapi
siapa? Polisi yang bisa menjawabnya.
Irfan Budiman, Yusnita Tiakoly (Ambon)
© tempointeractive.com
|