KORAN TEMPO, Kamis, 25 April 2002
Ulang Tahun RMS yang Membuat Panik
Setiap menjelang 25 April, pemerintah dan aparat keamanan menghadapi masalah
baru yang muncul dua tahun terakhir. Persoalan itu muncul setelah Front Kedaulatan
Maluku (FKM) mengumumkan rencananya untuk mengibarkan bendera Republik
Maluku Selatan (RMS) pada hari ulang tahun (HUT) gerakan separatis ini, 25 April.
Aparat keamanan telah diturunkan di sejumlah kawasan yang dicurigai bakal menjadi
tempat pengibaran bendera RMS. Kepolisian Daerah (Polda) Maluku memeriksa
sejumlah tokoh organisasi tersebut dan menahan Ketua Eksekutif FKM dr. Alexander
Hermanus Manuputty sejak 17 April lalu.
Selasa (23/4) lalu, giliran Ketua Yudikatif FKM Semmy Waeleruni, SH dinyatakan
sebagai tersangka oleh tim penyidik gabungan (TPG) yang dibentuk Penguasa
Darurat Sipil Daerah (PDSD) yang juga Gubernur Maluku Saleh Latuconsina.
Melalui surat nomor Stg/03/PBSDM/IV/2002 tertanggal 23 April yang ditandatangani
Ketua TPG Kombes Pol. Johni Tangkudung, Waeleruni dituduh melakukan kegiatan
makar sesuai dengan Pasal 106 jo 64 KUH Pidana. Selain itu, tersangka dituduh
melanggar Surat Keputusan Gubernur No. 9A/PBSDM/IV/2001 tentang larangan
pengibaran bendera RMS.
Untuk mengantisipasi rencana pengibaran bendera RMS itu, Gubernur Maluku selaku
PDSD setempat menetapkan jam malam yang lebih panjang pada 23-27 April 2002,
yakni pukul 22.00-06.00 WIT. Sebelumnya, jam malam di wilayah konflik ini berlaku
pada pukul 24.00-05.00 WIT. Bahkan, PDSD juga mengeluarkan keputusan tentang
pembatasan kunjungan warga negara asing selama 10-30 April 2002 dan pelarangan
liputan bagi wartawan media asing terhadap kegiatan FKM.
Kapolda Maluku Brigjen Pol. Soenarko D.A mengimbau pers untuk tidak
membesar-besarkan kegiatan FKM. Menurut dia, FKM merupakan organisasi
terlarang sehingga Pangdam XVI/Pattimura selaku Panglima Komando Operasi
(Pangkoops) memerintahkan peningkatan sweeping. "Kami pun siap memberlakukan
tindakan represif justisi terhadap pelanggaran hukum, baik potensi maupun ancaman
faktual," ujarnya.
Pemerintah pusat pun kebakaran jenggot karena rencana pengibaran bendera RMS
tersebut. "Perayaraan HUT RMS itu sebenarnya bertentangan dengan jiwa dan
semangat pemerintah Indonesia," kata Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono,
Selasa (23/4). Ia menyatakan, pemerintah pusat mendukung langkah PDSD Maluku
mengantisipasi rencana pengibaran bendera untuk mencegah gerakan FKM
berkembang pada skala besar.
Menko Polkam menilai, pandangan FKM yang berbeda dengan pemerintah sejauh
masih berupa kata-kata bisa dipahami sebagai bagian kebebasan berpendapat.
"Namun kalau hal seperti itu sudah merupakan manifes, menjadi gerakan nyata,
maka hal itu harus dihentikan," kata dia dengan tegas.
Begitu seriuskah ancaman FKM tersebut? Manuputty menyatakan, seluruh jaringan
FKM di dalam dan luar negeri sudah memiliki sikap untuk menaikkan bendera empat
warna. Menurut dia, jaringan FKM luar negeri ada di Australia, Belanda, Jerman, dan
Amerika Serikat. Jaringan di negara-negara itu juga, kata Manuputty, yang selama ini
memberikan suntikan dana untuk perjuangan FKM di Maluku sejak dideklarasikan 18
Desember 2000.
Tuntutan FKM pun tidak main-main. "Kita tuntut pengembalian kedaulatan RMS. Itu
harga mati," kata Manuputty. Ia menawarkan dua opsi dalam pelaksanaan tuntutan
itu. Pertama, kedaulatan dikembalikan kepada orang-orang Maluku, dan kedua, PBB
mengambil alih pemerintahan transisi di Maluku.
Manuputty mengaku yakin masyarakat Maluku mendukung perjuangan FKM, baik
warga Kristen yang maupun Muslim. "Saya berani mengatakan, Kristen dan Muslim
Maluku saat ini berada dalam ketakutan dan teror sehingga takut menyatakan terus
terang sikap mereka. Tapi saya yakin akan ada kebangkitan orang Maluku."
Tapi, pernyataan Manuputty itu berbeda dengan Ketua Yudikatif FKM Waeleruni.
Menurut Waeleruni, gerakan FKM hanyalah kajian ilmiah terhadap sejarah masa lalu
yang sudah dilupakan orang-orang Maluku. "Ini sebagai perjuangan moral, sehingga
keliru kalau penyidik menyebutkan FKM melakukan kegiatan makar terhadap
negara," kata dia, terbukti gerakan FKM selama ini tidak menggunakan kekuatan
senjata.
Emang Nikjuluw, 54 tahun, anggota delegasi Kristen dalam perundingan Malino II
untuk perdamaian Maluku, pun menampik adanya dukungan kalangan Kristen
terhadap FKM. "Gereja sudah menyatakan sikap untuk menolak FKM termasuk
kegiatan menaikkan bendera RMS," ujar Emang.
Masyarakat Muslim pun menolak gerakan FKM. Beberapa daerah Muslim seperti
Kawasan Galunggung, Batu Merah, Kecamatan Sirimau, terpampang
spanduk-spanduk mengecam rencana pengibaran bendera RMS. Spanduk-spanduk
itu menunjukkan penolakan terhadap FKM yang mengadopsi gerakan separatis RMS
dengan isu sentral memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di
antara spanduk itu berbunyi, "FKM + RMS = Separatis", "Jika bendera RMS
dinaikkan akan terjadi pertumpahan darah."
Ancaman Manuputty untuk mengibarkan bendera RMS hari ini telah membuat aparat
keamanan dan pemerintah panik, seperti juga 25 April 2001 lalu. Tapi, tahun lalu
pengibaran bendera RMS hanya terjadi di halaman rumah Manuputty di Jalan dr.
Kayadoe, Kelurahan Kudamati, Ambon. Bendera empat warna yang dikerek
berdampingan dengan bendera PBB dan bendera merah putih itu pun hanya berkibar
10 menit. Tidak ada perlawanan saat aparat keamanan menurunkan bendera RMS itu.
wahyudi/tim koran tempo
© tempointeractive.com
|