KORAN TEMPO, Sabtu, 27 April 2002
Ambon Berangsur Tenang
AMBON - Setelah insiden pengibaran bendera Republik Maluku Selatan (RMS) dua
hari lalu, suasana di Ambon kemarin mulai tenang. Aktivitas perkantoran, sekolah,
dan jual-beli berlangsung normal meski tidak seramai hari biasa. Angkutan umum
kembali beroperasi, pedagang pasar kaget di kawasan Benteng dan Batugantung,
Kecamatan Nusaniwe, juga sudah berjualan lagi. Demikian juga pedagang di kawasan
Batumeja, Kecamatan Sirimau.
Aparat keamanan telah menangkap sedikitnya 23 anggota Forum Kedaulatan Maluku
(FKM) atas tuduhan melakukan pengibaran bendera RMS. Menurut Pangdam
XVI/Pattimura Brigjen Mustopo, mereka kini ditahan di Polda Maluku, Polres Pulau
Ambon, Polsek Saparua, dan Polres Maluku Tengah. Selain menangkap 23 orang,
aparat juga menyita lebih dari 200 bendera.
Sejak kemarin, Polda Maluku mengisolasi Ketua Eksekutif FKM Alexander
Manuputty dan Ketua Yudikatif FKM Semmy Waeleruny. Alex telah ditahan sejak 17
April lalu, sedangkan Semmy ditangkap pada 24 April. "Siapa pun tidak boleh
menemui mereka di tahanan," kata Kadit Provost Polda Maluku Ajun Komisaris Polisi
John Maitimu.
Menurut Pangdam, keberadaan FKM dan RMS sangat berbahaya bagi negara.
"Kelompok FKM itu kecil, tapi memiliki jaringan yang sangat sistematis hingga ke
beberapa negara asing. Gerakan mereka sangat berbahaya," ujarnya di Ambon
kemarin. Ia kemudian menegaskan, setiap pelaku yang kedapatan mengibarkan
bendera RMS, baik di komunitas Kristen maupun muslim, akan ditindak tegas.
Para pengikut FKM mengibarkan bendera Benang Raja (bendera RMS) untuk
memperingati proklamasi kemerdekaan RMS yang ke-52, Kamis (25/4) lalu. Aksi ini
tetap berlangsung meski sebelumnya Penguasa Darurat Sipil Daerah yang juga
Gubernur Maluku Saleh Latuconsina menyatakan kegiatan itu terlarang.
Untuk menghindari tindakan aparat, simpatisan FKM mengibarkan bendera dengan
berbagai cara, di antaranya dengan memanfaatkan balon gas untuk membawa
bendera-bendera ke angkasa. Pengibaran bendera yang diiringi enam ledakan bom itu
memicu unjuk rasa dari sekitar 2.000 warga yang menuntut aparat keamanan
menindak tegas para pelakunya.
Menanggapi kejadian itu, Presiden Megawati Soekarnoputri yang sedang memimpin
sidang kabinet, Kamis siang, memerintahkan aparat keamanan bertindak tegas.
Kamis malam, sekitar pukul 23.00 WIB, Presiden menggelar rapat khusus di
kediamannya, Jalan Teuku Umar, Jakarta, membahas perkembangan situasi di
Ambon. Rapat yang diikuti Menko Politik dan Keamanan, Menko Kesejahteraan
Rakyat, Menteri Dalam Negeri, serta pimpinan TNI/Polri, memutuskan pengiriman dua
satuan setingkat kompi (sekitar 200 orang) pasukan Brimob ke Ambon.
Menurut Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono, pengiriman pasukan itu
berkaitan dengan tablig akbar di Ambon seusai salat Jumat kemarin. Tablig akbar
yang digelar di Masjid Al-Fatah itu berjalan lancar meski di awal acara sempat terjadi
saling lempar batu antara aparat dan warga. Akibatnya, tiga warga dan seorang
anggota TNI luka. Hadir dalam acara di masjid terbesar di Ambon ini Panglima Laskar
Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah Ustaz Dja'far Umar Thalib.
Dalam rapat Kamis malam itu, kata Yudhoyono, Presiden menekankan agar
kerusuhan di Ambon diatasi dengan langkah-langkah tegas dan tepat. Presiden juga
meminta sumber masalah, termasuk para perusuh, ditangani secara serius dan diberi
sanksi tegas. "Ibu Mega mengatakan, pada masalah-masalah yang menyangkut
hukum atau indikasi adanya provokasi pada massa diambil langkah-langkah dan
pendekatan yang tepat," kata Yudhoyono.
Sementara itu, di Makassar, Laskar Jihad Ahlussunah wal Jamaah dan mahasiswa
Universitas Hasanuddin kemarin mengadakan aksi mengutuk pengibaran bendera
RMS. Mereka membakar enam bendera RMS di halaman DPRD Sulawesi Selatan
dan berorasi menuntut sanksi keras terhadap pengikut gerakan RMS dan FKM. tim
koran tempo
© tempointeractive.com
|