TEMPO, No. 09/XXXI/29 April - 5 Mei 2002
Nasional
Kian Dilarang, Kian Diberitakan
Gubernur Maluku Saleh Latuconsina mengeluarkan maklumat. Dia melarang media
massa cetak dan elektronik, baik lokal maupuan nasional, memberitakan kegiatan
Front Kedaulatan Maluku (FKM). Penguasa darurat sipil Maluku juga melarang orang
asing, termasuk wartawan dan korespondennya, berkunjung ke daerah itu selama
April.
Sang Gubernur sedang bekerja keras mengamankan daerahnya. Dia tak mau upaya
pemulihan keamanan Ambon sehubungan dengan rencana RMS mengibarkan
bendera di hari ulang tahunnya, 25 April, tercabik-cabik.
Dirasa belum cukup, Saleh juga memasang kuda-kuda dengan mengeluarkan
maklumat. Sejak Februari lalu dia melarang media massa cetak dan elektronik
memberitakan kegiatan FKM, termasuk pengibaran bendera. Alasannya, organisasi
ini dinyatakan terlarang di daerah tersebut. Be-berapa media yang menerima surat
larangan itu antara lain Ambon Ekspres, Suara Maluku, Siwalima, dan beberapa
tabloid lokal.
Sebenarnya ini bukan peraturan baru. Tahun lalu, menjelang rencana FKM
mengibarkan bendera di ulang tahun RMS ke-51, larangan yang sama juga sudah
dikeluarkan. Seperti tersapu angin, maklumat sang Gubernur tak didengar. Media,
baik lokal maupun nasional, tetap memberitakannya. Larangan itu justru membuat
keinginan memberitakannya makin besar.
Bagi harian Ambon Ekspres, misalnya, tiada hari tanpa berita soal kegiatan FKM.
Tiga hari sebelum pengibaran bendera 25 April, harian itu justru memberitakan
kegiatan FKM berturut-turut sebagai kepala berita.
Meski memahami keinginan sang Gubernur, Pemimpin Redaksi Ambon Ekspres,
Achmad Ibrahim, mengatakan tak bisa memenuhinya. "Kegiatan FKM sarat isu yang
perlu diketahui publik," katanya. Larangan Gubernur Saleh, menurut dia, sangat tidak
tepat. "Mana mungkin kita tutupi, karena FKM sarat isu separatis," katanya. Yang
bisa dia penuhi adalah soal isi berita. Dia menjaga agar berita yang dimuat tidak
bersifat provokatif atau mendramatisasi kejadian. "Kita arif saja memberitakannya."
Penguasa darurat sipil Maluku memang telah membekukan semua kegiatan FKM
pada awal April 2002. Tapi isu ini terlalu kuat untuk tidak menarik perhatian pers
lokal, nasional, bahkan internasional. Mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di
sana lebih baik daripada menutupinya.
Leanika Tanjung, Friets Kerlely, Yusnita Tiakoly (Ambon)
© tempointeractive.com
|