Majlis Baamai Amai KEDAYAN di Luagan dan Kg Tali Air10 Ogos,K.Kinabalu "Asalammualaikum saudara...,Di sini ingin saya bagi tahu bahawa ada
baamai-amai di Kg Luagan pada 14 hingga 15 07.01 siang dan malam di Demikian emel (baaemel baah basia kaangani) dari Sipitang menjemput KOL untuk menyertai perjumpaan di Kg Luagan, anjuran KEDAYAN Cawangan Kg Luagan. Pada hari yang sama juga, KEDAYAN cawangan Kg Tali air menganjurkan pertandingan Sepak Takraw untuk ahli ahli cawangan dan penduduk sekitar Kedua dua maajlis berkenaan berjalan dengan jayanya, Meriah sekali. Jemputan kehormatnya ialah Sdr Presiden KEDAYAN dan ADUN Sipitang , YB Datuk Sapawi Hj Ahmad. Malangnya Datuk Sapawi tidak dapat menghadirkan diri atas sebab yang belum dapat kami pastikan sehingga ke hari ini ..............,gagaukah datuk? gagau mangkali. KOL,Ehsan KEDAYAN END [HOME]
Pertandingan Gasing di Kg Luagan5 Ogos, Sindumin- Persatuan GAsing Sipitang bersama sama dengan Jabatan Kebudayaan, Belia dan Sukan Sipitang dan JKK Kg Luagan menganjurkan pertandingan Gasing, dengan para jemputan dari Labuan dan Lawas turut menyertainya. Selain dari pertandingan Gasing yang diadakan sehari suntuk, pertandingan Karaoke juga turut diadakan pada malam harinya, menawarkan hadiah hadiah yang menarik untuk para pemenang. KOL END [HOME]
PERTANDINGAN FUTSAL KEDAYAN SARAWAK7 Julai, Kucing - Kedayan Sarawak (Cawangan Kuching) akan menyertai
pertandingan bolasepak KOL END [HOME]
PENGEMBARAAN KAUM SUFI DALAM DUNIA GNOSIS (MA’RIFAH)10 Ogos, Kota kinabalu - KOL baru
baru ini menerima satu emel beserta attachment yang dikirim oleh Kiyai Hj Lisman
Sumarjani, membincangkan mengenai beberapa asas mengenai falsafah kesufian.
Tulisan ini dituliskan oleh Guru Besar Perguruan Mukaramah, Indonesia. KOL
tidaklah berani mengulas lanjut dengan perkara kerohanian begini, sekadar
memaparkan semula tulisan yang dikirimkan untuk renungan kita bersama. “ Keyakinan
yang hakiki (haqqul-yaqin), mengenai ajaran tasawuf akan menjadi lebih
sempurna jika sang hamba mempunyai tingkatan kesucian yang lebih tinggi pula di
dalam pengabdiannya kepada Allah “. Adab “Al-Azm“ (tata
krama spiritual dalam tekad yang kuat) adalah
suatu tekad manusia yang berjalan dari lingkaan luar menuju pusat yang
mempersatukan pusat manusia dan pusat alam semesta dan akhirnya mencapai Al-Dzat.
Adab ini juga mewujudkan jiwa
di dalam tubuh, dan menjadikan tubuh sebagai rumah bagi jiwa yang merupakan
unsur positif dalam alkimia spiritual, atau sebagai spiritualisasi tubuh dan
pemenuhan kebutuhan jiwa yang bertekad kuat menuju penyingkapan spiritual di
dalam keagungan Yang Maha Benar. Dengan menghidupkan kembali
cahaya semangat jiwa dan menyesuaikan diri dengan hukum-hukum-Nya yang sakral
lagi abadi, karena dengan bantuan metode tradisional mengenai realisasi
spiritualitas tubuh akan terjadi transformasi di dalam jiwa manusia yang
memiliki kebulatan tekad yang kuat dan terdapat pula dalam seluruh manifestasi
kosmik, untuk dapat menjalin kembali hubungan primordial manusia dengan prinsip
spiritual dan intelektual segala sesuatu. Adab “Al-Khawf” (tata
krama spiritual dalam rasa takut) adalah suatu adab dalam berbagai tahapan awal perjalanan
spiritual sang murid yang diliputi perasaan takut akan pembangkangan dirinya
terhadap petunjuk mursyidnya, namun disaat murid dapat menemukan kembali
keberanian yang mampu menghancurkan penyakit-penyakit batin di dalam dirinya
sendiri. Maka dengan serta merta ia melihat jati dirinya terpantul dipermukaan
air yang jernih oleh pancaran sinar mentari pagi. Proses rasa atau perasaan
takut ini, dimungkinkan oleh kekuatan logis pikiran yang merupakan perluasan
dari prinsip intelektual, yang tiada lain adalah
refleksi dari intelek Tuhan atau logos dalam bentuk pikiran. Oleh karenanya, ada
persesuaian (hubungan) antara proses mental manusia (kejiwaan)
dengan realitas eksternal. Prinsip di dalam “adab
Al-Khawf” ini juga tidak boleh tidak harus dihubungkan dengan keselarasan (tanasub)
universal yang akan membawa sang murid kepada Allah Swt dengan harapah (roja)
yang bergantung dari kewibawaan spiritualnya sendiri bagi kecakapan logis
pikiran untuk mencari kebenaran yang sesuai dengan realitas eksternal. Adab “Al-Afrad” (tata
krama spiritual bagi orang-orang yang sendirian), dalam hirarki sufi, Al-Afrad
adalah yang sendirian atau
individu-individu yang berada diluar pengawasan “Quthb”. Disinilah
manusia harus melakukan perpanjangan praktik spiritual yang fundamental, berupa
praktik ritual (dzikir atau doa) yang dapat dijadikan tangga dalam
mendaki peringkat transenden untuk dapat bertemu dengan Nabi yang meminum air
kehidupan (ab-i hayat), yaitu
Nabiyullah Khidir As. Dan dia-lah yang akan tampil untuk menasbihkan
orang-orang yang sendirian menuju kesucian dari berbagai materi agung. Adab Al-Afrad ini dapat
dijadikan sarana untuk mengingatkan kembali manusia akan kedamaian,
ketenangan, dan kegembiraan melalui apa yang dia ciptakan dan yang ia
cari sepanjang masa. Disadari atau tidak disadari,
yang hanya bisa didapatkan apabila mencapai suatu kesadaran tertentu tentang
kesucian dan sepakat bahwa dia harus menyerahkan dirinya kepada kehendak Yang
Maha Kuasa, agar dapat menjadi sinar matahari yang menghalau kabut yang
memungkinkan manusia terlibat dalam alam religius kesalehan syi’i untuk
merasakan pengalaman spiritual dan berintegrasi kedalam pusat utama. Adab “Al-Haqq” (tata
krama spiritual dalam kebenaran) adalah suatu adab yang sesungguhnya memerlukan pengetahuan
tentang hirarki wujud, yang didalamnya segala maujud memiliki kebenaran
sendiri-sendiri dan hanya golongan tertinggi dari para Wali Allah (awliya)
yang berani menegaskan suatu kebenaran dengan tanpa mengikuti otoritas orang
lain, sebab, dalam diri mereka (awliya) sendiri telah membenarkan (tahqiq)
segala sesuatu, yakni Allah Swt. Melalui penyingkapan dan
penemuan kembali mengenai bentuk esensial dalam praktik ritual Islam yang benar,
dan yang jauh dari adanya pencekikan, terbebas dari belenggu dan keterbatasan
subyektif diri mereka sendiri, dengan memperoleh suatu universalitas dan
kekuatan yang luar biasa, sehingga hanya para ahli ilmu tasawuflah yang
memahaminya. Hanya mereka
yang memiliki kedalaman batin seperti itu yang akan dapat menembus
sedalam-dalamnya, dengan memutuskan belenggu eksistensi material manusia dan
memungkinkan sayap jiwa manusia terbang dengan riang dan bebasnya menuju ufuk
langit dunia spiritual yang tidak terbatas itu. Dan oleh karena itulah saya
menolak setiap anggapan orang yang menyatakan bahwa
orang-orang yang memiliki karamah, kekuatan-kekuatan dan kehebatan
irasional itu, tidaklah berbudi luhur dimata Allah Swt dan telah terpedaya oleh
tipuan jin atau setan (iblis) dsb. Karena itu semua saya anggap merupakan
suatu anugerah yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya yang terpilih. Dan jika ada suatu kesalahan
atau suatu pelanggaran yang dilakukan oleh pemilik karamah tersebut, maka yang
bersalah adalah individunya dan bukan karamah yang dimilikinya. Bukankah Allah
telah berfirman di dalam Al-Qur’an : “ Itulah anugerah
Allah yang diberikan-Nya kepada siapa saja yang dikehendakinya, dan Allah Maha
Luas (anugerah-Nya) serta Maha Mengetahui “. (QS. 5 : 54)
Sumber hikmah tingkat kedua adalah
“cinta kepada Allah” (Mahabbatullah). Pada tingkatan
ini, sang pengembara akan memiliki atau merasakan cinta yang
teramat luhur dan suci kepada Allah Swt. karena Mahabbah (cinta) ini terwujud bukan semata oleh suatu akibat
dari pertumbuhan berbagai unsur,
malainkan merupakan kreasi yang tak
dapat dipisahkan dari spirit dan bentuk ajaran Islam, karena Mahabbah
(cinta) adalah cinta yang suci murni dan tanpa persyaratan apapun pada
Allah Swt. Cinta semacam inilah yang
dapat digunakan sebagai sarana untuk kembalinya manusia menuju dunia spiritual.
Namun kemungkinan ini yakni kembali kedunia yang lebih tinggi, tak dapat dipisahkan dari
realitas penurunan dari yang atas karena pada dasarnya hanya yang datang dari
dunia spiritual itulah yang dapat bertindak sebagai sarana untuk kembali kedunia
yang lebih tinggi. “
Pencapaian
cinta (mahabbah) ini dapat mengubah seorang
murid
(orang yang menginginkan Allah) untuk menjadi seorang
murad
(orang yang diinginkan Allah). “Dan
tiada sesuatupun dialam ini yang lebih besar dari kecintaan seorang murid dan
murad “. Sedangkan
yang suci murni terutama yang dipergunakan dalam mahabbah
(cinta), dimaksudkan untuk manifestasi tradisional yang secara langsung
berhubungan dengan prinsip-prinsip spiritual yaitu
ritus religius dan inisiatik serta perbuatan yang mempunyai suatu subyek
yang suci pula dan merupakan simbolisme karakter spiritual mahabbah itu sendiri.
Hakikat
mahabbah
adalah bahwa setiap rasa (perasaan)
dalam diri sang pencinta (muhibb) akan memberi kesaksian atas kadar
cintanya kepada Tuhan yang Maha Esa
dengan tulus dan murni. Hal ini karena kekayaan dan kedalaman dari hakikat
mahabbah yang tiada habis-habisnya, sehingga hanya para ahlilah yang dapat
memahaminya. Hanya
para muhibb
(pecinta) yang memiliki kedalaman batin seperti itulah yang dapat
menembus sedalam-dalamnya dan memperoleh daya pembebasan hati dan perasaan dari
memikirkan sesuatu selain Allah dan memberi suatu kehidupan baru dalam seluruh
makna. Hakikat mahabbah
ini, sehingga terbentuklah keindahan yang harmoni disekililing para pecinta
Tuhan
(muhibb) yaitu sebuah taman cinta yang
merupakan bayangan duniawi dari taman surga (pairi daeza avestan). “
Seorang pecinta Tuhan (muhibb) harus dapat memutuskan diri dari belenggu
eksistensi material agar sayap-sayap jiwanya dapat terbang dengan riang dan
bebasnya menuju ufuk langit mahabbah dunia spiritual yang tidak terbatas “.
Mahabbah
(cinta) sesungguhnya merupakan sarana untuk mengekspresikan hati dan
perasaan yang benar-benar intelektual, yang direduksi jadi sentimentalisme atau
sekadar alat untuk mengekspresikan keanehan individual dan untuk subyektivisme
di dalam diri seseorang. Tetapi, dalam konteks tradisional yang menganggap cinta
(mahabbah) sebagai tangga untuk mendaki peringkat transenden, adalah
hasil imposisi prinsip spiritual dan intelektual yang merujuk pada realitas yang
mendasarinya. Mahabbah
(cinta) ini, disebut pula sebagai Isyq-i
majazi
(cinta kiasan), karena Isyq-i Majazi sesungguhnya merupakan rasa
cinta kepada sesuatu selain Allah, seperti
kecintaannya kepada suatu benda atau barang-barang yang indah atau
perasaan cinta manusia terhadap manusia lainnya (sepasang kekasih).
Cinta
kiasan
(isyq-i majazi) merupakan sifat dasar manusia, yaitu: ketidak sempurnaan
sebagian besar manusia yang dikuasai hawa nafsu
(thabi’at) dan bukan sifat
primordial
(fithrah) yang terdapat juga di dalam hati setiap orang, akan
tetapi tersembunyi dan biasanya diselubungi oleh kelalaian, kebodohan, dan
hawa nafsu. “
Ia
merupakan cinta pada ilusi yang akan menjadikan teror dan penderitaan yang
berkepanjangan dan ia akan menjadi orang yang
ingkar “. Oleh
karena itu, seseorang haruslah menyerahkan diri dan seluruh jiwanya pada Tuhan,
terbebas dari gairah hawa nafsu yang berkobar dan membakar sawah ladang yang
bukan miliknya. Dan hal ini pasti tidak dapat dicapai kecuali dengan tekad yang
paling kuat menuju Yang
Maha Tercinta. Sudah
menjadi kebiasaan sebagian manusia yang tidak pernah merasa cukup dan puas
dengan bercocok tanam disawah ladang miliknya yang halal, mereka selalu saja
melirik sawah ladang milik orang lain yang selalu terlihat lebih subur dan lebih
indah dalam pandangan matanya. Pada sumber hikmah tingkatan kedua ini, yakni cinta kepada Allah (mahabbatullah) terbagi dalam tiga kriteria yang utama , yakni: “Mahabbat-i Muqtashid” – “Mahabbat-i Khashsh” dan “Mahabbat-i AMm”. Ehsan Mukaramah, KOL END. [HOME]
|
Copyright © 2000 PAADIANinc. Send mail to PAADIANinc with questions or comments about this web site. |