Kisah Seorang Muallaf <><><>
<><> (Islamnya seorang Pendeta)
KOL kali ini mengutarakan kisah seorang muallaf yang masuk Islam. Cerita
beliau (seorang Dayak) tiada kaitan dengan orang Kedayan, (Tetapi Kedayan kan
orang Islam) untuk menjadi teladan dan iktibar kepada kita semua. Bismillahrihamanirrahim,Assalamu
'alaikum Wr. Wb.
Preface :
=======
Cerita dibawah ini diambil dari salah sebuah buku saku berjudulkan
"Ayat-ayat penggugah Iman" terbitan PT Remaja Rosdakarya Bandung oleh
Abdurrahman Arroisi yang menceritakan mengenai kisah orang-orang non-muslim
yang pada akhirnya karena kesadaran dan berkah Hidayah dari ALlah beralih
memeluk agama Islam.
Cerita ini Saya hadirkan disini selain untuk mengatasi "kejenuhan"
dari
perdebatan masalah Syiah yang sepertinya tidak kunjung selesai, juga untuk
menambah tebalnya iman kita semuanya (termasuk saya sendiri) agar tetap
berkeyakinan bahwa Islam is the right one !!! dan mampu menghargai Islam
secara lebih tinggi lagi serta mampu mengambil hikmah dan pelajaran dari
cerita tersebut.
Setahu saya, posting-posting semacam ini sangat jarang kita jumpai di
is-lam@, Dan semoga pula dengan hadirnya cerita ini, akan membuat
rekan-rekan kita yang juga sebagai seorang Muallaf dan anggota is-lam@ dapat
berbagi cerita dengan kita semua, kenapa hingga ia masuk dan memilih Islam
menjadi agamanya.
*******************************************************************************
NAMA SAYA ISELYUS UDA; ISTRI SAYA MARIA JUANA.
LIMA BELAS TAHUN SAYA MENJADI PENGINJIL DIKALIMANTAN
TENGAH
SAMPAI AKHIRNYA SAYA BERTEMU DENGAN SEORANG LAKI-LAKI DALAM MIMPI.
BENARKAH IA RASUL YANG TERPUJI ?
Tidak pernah terbayang saya akan bisa menginjakkan kaki dinegeri yang
dirindukan Umat Islam itu. Bahkan tak pernah terpikir saya akan memeluk
agama yang tadinya saya benci itu. Sebab, sejak kecil saya dan istri saya
biasa hidup dilingkungan adat yang sama sekali bertentangan dengan ajaran Islam.
Memang, didalam masyarakat Dayak
terdapat beberapa anak suku, yaitu Kenyah, Iban, Kayan, Bahau dan sejumlah kelompok kecil yang tersebar hampir
diseluruh Kalimantan termasuk Sabah dan Serawak diwilayah Malaysia Timur.
Namun akar budaya dan kepercayaan kami snyaris tidak berbeda. Dulu suku Dayak
dikenal sebagai pengayau tengkorak manusia. Cerita itu
bukan dongeng semata. Memburu kepala musuh, baik sesama suku Dayak
maupun
suku lain, merupakan pilar utama budaya dan kepercayaan kami lantaran kepala
yang baru dipenggal sangat penting bagi terciptanya kesejahteraan seisi kampung, sementara tengkorak lama makin luntur kekuatan magisnya.
Untuk itu
dibutuhkan perburuan terus menerus yang menyebabkan sering terjadinya peperangan, baik antar suku ataupun dengan masyarakat luar.
Jasa Penginjil
**************
Sebetulnya agama Islam sudah tersiar dari Tanah Jawa sejak abad ke-15,
terutama di Kutai dalam wilayah kerajaan Hindu Mulawarman yang kini termasuk
Provinsi Kalimantan Timur. Namun masyarakat Dayak
tidak tertarik untuk
menganut agama Islam karena kami dilarang berternak babi atau berburu celeng
dan memakan dagingnya. Islam juga tidak membolehkan umatnya memelihara anjing. Padahal, babi dan anjing sudah menyatu dengan kehidupan kami dan
tidak mungkin terpisahkan dari upacara adat dan ritus-ritus nenek moyang.
Tak seorang pun penganjur Islam yang pernah memberi tahu bahwa ada
keringanan-keringanan yang tidak terlalu keras menajiskan anjing dan babi,
serta tidak terlalu memaksa seseorang yang baru membaca syahadat agar segera
dikhitan. Seakan-akan keringanan itu sengaja disembunyikan.
Yang kami ketahui, kalau memeluk agama Islam kami harus berpisah dari
adat-istiadat dan kebiasaan lama. Sedikit saja menyimpang dan tetap
melaksanakan tradisi para orang tua, kabarnya kami akan dituduh musryik dan
wajib masuk neraka (?!? - pen).
Bukankah itu sungguh menyakitkan dan mengerikan ?
Berbeda dengak sikap para penginjil, baik dari kalangan agama Katolik
maupun Protestan. Sesudah Perang Dunia berakhir mereka datang berduyun-duyun
membawa hadiah, ilmu dan pengetahuan baru yang dapat mengubah cara hidup
kami tanpa mengharu biru adat istiadat dan upacara ritual nenek moyang.
Maka dari hari kehari lonceng-lonceng gereja makin membahana sampai
kekawasan-kawasan terpencil. Perang antar suku tidak pernah terjadi lagi
berkat jerih payah mereka. Kebiasaan mengayau kepala manusia sudah lama kami
tinggalkan, juga agama asli. Dan hal itu terjadi tanpa memunahkan upacara
adat yang oleh gereja tidak dilarang untuk dilakukan.
Sungguh mereka banyak berbuat untuk suku dayak,
termasuk saya dan seluruh
keluarga saya, yang sebagai pengikut Yesus dan Bunda Maria, segala kebutuhan
hidup kami selalu dipenuhi. Oleh karena itu, untuk menanggung delapan orang
anak dan seorang istri saya tidak pernah mengeluh walaupun selama lima belas
tahun saya sepenuhnya hanya mengabdi kepada agama Katolik selaku penginjil.
Sudah tak terhitung banyaknya penduduk yang dapat saya ajak masuk gereja.
Apalagi sejak saya dianugerahi amanat memimpin umat Katolik didesa Bangkal
oleh gereja Sampit.
Makin menggebu-gebu semangat saya untuk mengibarkan panji-panji sang juru
selamat dan menegakkan palang salib diberbagai penjuru. Saya tanamkan iman
Kristiani kepada masyarakat kecamatan Danau Sembuluh tanpa pandang bulu.
Malah cita-cita saya tidak saja menasranikan rakyat Sampit, ibu kota
Kabupaten Kotawaringin timur, melainkan seluruh pelosok Provinsi Kalimantan
Tengah.
Mimpi yang Menakjubkan (Bertemu dengan Nabi Muhammad Saw)
**********************************************************
Tiga tahun saya menerbangkan ayat-ayat Injil dimimbar gereja dan diberbagai
persekutuan doa didesa bangkal dan desa-desa lainnya. Kemudian saya
dipercayai pula untuk mengumandangkan misi gereja dikecamatan Cempaga sejak
tahun 1978.
Berkat kegigihan saya, hingga hampir segenap waktu saya tersita
oleh kegiatan pelayanan rohani, saya berhasil mengajak umat dan berbagai
pihak untuk bersama-sama membangun gereja yang besarnya lumayan, lengkap
dengan asramanya.
Dua tahun saya mengucurkan keringat, memeras tenaga dan pikiran demi
kejayaan agama Katolik melalui gereja yang saya dirikan itu. Sungguh bangga
hati saya, sungguh mantap kaki saya. Namun dibalik kepuasan batin itu ada
sesuatu yang terngiang-ngiang jauh didasar sanubari saya.
Entah mengapa dan dari mana datangnya tuntutan itu tidak pernah terungkap
sama sekali, yaitu tanda tanya yang tak mampu saya menjawabnya meskipun
telah saya gali lewat firman-firman suci.
Apakah betul yang saya tempuh berasal dari Tuhan ?
Tidak kelirukah saya menyerahkan diri bulat-bulat dalam keyakinan itu ?
Kebimbangan tersebut betul-betul sangat menyiksa hidup saya dan senantiasa
mengusik ketentraman batin saya. Seolah-olah ada sebuah lubang pada diri
saya yang tidak mampu saya tutupi, malah saya rasa makin lama makin dalam
dan lebar.
"Ya Tuhan, kalau Engkau Maha Kuasa dan Maha Penyayang, tunjukkanlah
kebenaran yang sempurna," demikian ratap saya tiap malam tatkala suasana
sedang lengang dan kesunyian sedang mencekam sambil saya genggam rosario (kalung salib-pen) erat-erat.
Saya menggapai-gapai bagaikan hampir tenggelam ditengah-tengah samudera
kehampaan. Saya berteriak nyaring ditengah gurun kesunyian. Saya merasa
ditinggalkan sendirian dalam sebuah lorong gelap dan pengap setelah seberkas
cahaya yang tadinya saya jadikan pedoman kian suram dan hampir padam. Saya
merindukan sinar terang yang tidak menipu saya dengan bercak-bercak fatamorgana. Saya mendambakan jalan lurus menuju haribaan Tuhan yang Sejati
dan Hakiki.
Tiba-tiba, pada suatu malam menjelang akhir Oktober 1980, ketika kesibukan
untuk mengabarkan Injil dan menawarkan kerajaan surga tengah mencapai puncaknya, saya didatangi mimpi yang sangat aneh.
Seorang lelaki berjenggot rapi mengunjungi saya antara tidur dan jaga.
Pundak saya ditepuk dan tangan kanan saya ditariknya, Saya menoleh.
Betapa takjub saya melihat sosok manusia yang begitu tampan dalam usia
bayanya.
Berpakaian serba putih dengan rambut berombak tertutup selembar
kain halus yang juga berwarna putih, Ia tampak sangat agung dan anggun.
Saya merasa damai oleh sentuhan pandang dan senyumnya.
Dituntunnya saya menjelajahi hamparan tanah yang tandus menuju sebuah gurun
pasir yang luas dan gersang. Anehnya, meskipun matahari terik membakar, saya
justru terlena oleh kesejukan yang indah dan menawan.
Seolah gumpalan awan besar menaungi kami berdua.
Ketika tiba ditempat tujuan, entah dimana saya tidak tahu, ia
mempersilahkan saya masuk kesuatu kawasan yang asing dan sakral.
Saya lihat ribuan manusia berselimut putih-putih bergerak bak busa ombak
mengelilingi sebuah bangunan hitam berbentuk kubus menjulang keatas membelah
langit sambil berlari-lari kecil.
Diantara mereka ada yang sedang bersujud dengan khusuk, banyak pula yang
berebutan mengecup batu hitam kebiruan yang menempel di dinding kubus itu.
begitu saya datang, kerumunan manusia tadi menyibakkan diri dan memberikan
kesempatan kepada saya untuk memeluk dan mencium batu berkilat itu sepuas hati.
Amboi, alangkah harumnya, alangkah tenteramnya.
Setelah itu Ia mengarak saya bersama gemawan ketempat lain yang
pemandangannya amat berbeda, tetapi suasanannya sama, penuh keagungan.
Saya bertanya, "Bangunan apa yang teduh ini ?"
Ia menjawab, "Ini yang dinamakan Masjid Nabawi."
Sebagai penginjil saya pernah mengenal istilah itu, sebab mempelajari
agama-agama lain adalah modal untuk membeberkan kebenaran kami dan
membongkar kelemahan mereka. Oleh karena itu saya terkejut. mengapa saya
dibawa kemari ?
"Gundukan tanah yang ditengah itu untuk apa ?" kembali saya
bertanya.
"Itu makam Nabi Muhammad," sahutnya.
Mendengar penjelasan itu saya pun makin kaget.
Nabi Muhammad adalah pembawa ajaran Islam.
Ada hubungan apa dengan saya sampai diajaknya saya berziarah kesini ?
Meski beribu kebingungan menyemak dihati saya dan berbagai tanda tanya
merimbun dibenak saya, sekonyong-konyong, tanpa dimintanya saya bersimpuh
didepan kuburan yang sederhana itu.
Air mata saya menetes. Saya terharu walau pun tidak tahu mengapa bisa terharu.
Saya cuma membayangkan betapa mulianya pemimpin kaum Muslimin itu yang
pengikutnya ratusan juta orang, tetapi makamnya begitu bersahaja, yang
ajarannya ditaati umatnya, namun kematiannya tidak boleh diratapi.
Saya terpana sangat lama sehingga tatkala saya sadar kembali, lelaki yang
mengantar saya tadi telah menghilang kedalam kuburan itu.
Panggilan Hati
***************
Saya ceritakan mimpi saya kepada istri dan anak-anak saya. Mereka terkesima.
Istri saya berkaca-kaca; saya tidak mengerti apa sebabnya.
Barulah pada malam harinya, ketika kami cuma berdua, ia berkata :
"Saya yakin itu bukan sekadar mimpi. Itu panggilan. Dan kita berdosa kepada
Tuhan apabila tidak mau mendatangi panggilan-Nya."
"Maksudmu ?" saya tidak paham akan maksud istri saya.
"Kita tanya kepada orang yang ahli agama Islam. Siapakah lelaki baya yang
mengajak Abang itu. Dan bagaimana makna mimpi itu. Kalau memang benar
merupakan panggilan Tuhan, berarti kita harus masuk Islam," jawab istri
saya
tanpa ragu-ragu.
Sayalah yang justru dilanda kebimbangan, terombang-ambing dalam iman
Kristiani yang makin goyah. Apalagi tiap kali teringat akan salah satu surah Al-Quran yang pernah saya pelajari bahwa :
Tuhanmu adalah Allah Yang Maha Tunggal,
Yang Tidak Beranak dan Tidak Diperanakkan ...
Saya ingin lari menghindari dengungan batin itu. Namun keyakinan saya tak
cukup kuat untuk menahan deburan ayat-ayat itu.
Untungnya pada tahun 1983 gereja Sampit memindahkan saya ke Medan, tugas
saya kedesa Resettlement untuk mengobarkan semangat Injil pada masyarakat
setempat.
Saya terima tugas itu dengan setengah hati sebab semangat Injil saya sendiri
sedang meluntur ketitik paling rawan.
Anehnya, saya merasa bahagia menerima keadaan itu, lebih-lebih ucapan istri
saya yang tak pernah lenyap dari pendengaran saya.
"Kalau mimpi itu merupakan panggilan Tuhan, kita berdosa jika tidak
mendatangi-Nya. Kita harus masuk Islam."
Akhirnya, pada awal Maret 1990 saya sekeluarga mengunjungi Kantor Urusan
Agama Kecamatan Mentawa Baru ketapang, sesudah lebih dulu mendapat
penjelasan dari seseorang yang saya percayai memiliki pengetahuan mendalam
tentang agama islam.
Ia mengatakan bahwa lelaki dalam mimpi saya adalah Nabi Muhammad.
Diterangkannya lebih lanjut bahwa tidak semua orang, termasuk kaum Muslimin,
bisa memperoleh kehormatan bertemu dengan Nabi dalam mimpi.
Dia meyakinkan saya bahwa mimpi itu bukan dusta, bukan kembang tidur, sebab
Iblis pun tak sanggup menyerupai Nabi walaupun ia bisa menyamar sebagai Malaikat.
Itulah yang kian memantapkan tekad saya sekeluarga untuk memeluk ajaran
Islam. maka dengan bimbingan Mahali, B.A. Kami mengucapkan dua kalimah
syahadat disaksikan oleh para pendahulu kami, Arkenus Rembang dan Budiman Rahim, dari Kantor Departemen Agama Sampit.
Nama saya, Iselyus Uda, diganti dengan Muhammad Taufik; istri saya menjadi
Siti Khadijah. Begitu pula kedelapan anak saya yang memperoleh nama baru
yang diambilkan dari Al-Quran.
Sepulang dari upacara persaksian itu dada saya terasa sangat lapang dan
dunia makin benderang. Tengah malam saya mengangkat kedua tangan dan menggumam :
"Ya Tuhan, terpujilah nama-Mu telah datang kerajaan-Mu. Syukur kepada-Mu,
Ya
Allah, untuk anugerah kebenaran ini."
Menebus Mimpi
*************
Sejak hari paling bahagia itu saya mulai berangan-angan kapankah
pemandangan dalam mimpi saya dulu itu bisa terwujud. Saya merindukan Tanah
Suci tempat kelahiran Nabi dan tempat Jenazahnya dimakamkan, yaitu Mekkah
dan Madinah.
Kecuali dengan Kuasa Allah, rasanya mustahil terlaksana mengingat kemampuan
ekonomi saya tidak secerah semasa menjadi penginjil.
Akan tetapi saya tidak mengeluh. Memang disegi materi terjadi penurunan,
tetapi disegi yang lain kehidupan kami bertambah makmur dan sejahtera.
Kekurangan kami sedikit kami anggap biasa, itulah ujian iman. Sebab
ternyata materi bukan segala-galanya. Yang penting, anak-anak dapat
melanjutkan pendidikan mereka dan kebutuhan sehari-hari kami tercukupi.Adapun hidup berlebihan bukan tujuan utama. Buat kami sudah puas dengan kaya
dihati dan rezeki yang halal.
Saya tidak tahu apakah keikhlasan itu diterima Tuhan, ataukah lantaran
sudah tertulis didalam Takdir-Nya bahwa saya sekeluarga harus menjadi Muslim
dan Muslimat yang kuat.
Peristiwa yang terjadi dua pekan setelah kami masuk Islam membuat saya makin
bersyukur kepada Allah, yaitu ketika Kakandepag Kotawaringin Timur,
Drs. H. Wahyudi A. ghani, bertamu kerumah saya di No.19 Desa Resettlement.
Ia tidak hanya bertandang, tetapi mengantarkan tebusan mimpi. Ia mengabarkan bahwa Menteri Agama, H. Munawir Syadzali, M.A. menaruh
simpati kepada saya dan berkenan memberangkatkan kami suami istri untuk
menjalani ibadah Umrah.
MasyaAllah, alangkah akbarnya Engaku, alangkah luasnya kasih sayang Engkau.
Sungguh saya tidak mampu menggoreskan pena atau menggerakkan lidah guna
menggambarkan kegembiraan dan kebahagiaan saya.
Tidak bisa lain yang menggugah hati Menteri Agama, seorang petinggi negara
diantara 170 juta lebih bangsa Indonesia, pasti Allah yang Maha Kuasa.
Tanpa kehendak-Nya mana mungkin perhatiannya terlintas kepada seorang warga desa
terpencil di Kalimantan Tengah ini, padahal kegiatannya selaku menteri tidak
kepalang sibuknya.
Saya dan istri langsung melakukan sujud syukur walaupun kepergian kami
tertunda beberapa bulan. Sedianya kami akan diberangkatkan pada Juli 1990;
namun karena terhalang oleh musibah Mina, terpaksa diundur ke bulan Januari
1991.
Akhirnya kami kesampaian mewujudkan pemandangan dalam mimpi dengan
melaksanakan tawaf mengelilingi Ka'bah, menunaikan sai antara Shafa dan Marwah, serta berziarah kemakam Rasulullah Saw.
Dikaki Tuhan, ditengah dekapan Tanah Haram ,kami memohon agar diberi
kekuatan dan kenikmatan iman dalam Islam. Juga kami meminta supaya Tuhan
menunjuk kami untuk menyebarkan janji-janji-Nya.
Agaknya doa kami ditempat-tempat mustajab di Mekkah dan Madinah mulai
dikabulkan-Nya. Buktinya, setiba kembali dari Tanah Suci ada seorang
hartawan yang tidak ingin disebut namanya, mewakafkan sebidang tanah kepada saya.
Luasnya lebih dari cukup untuk mendirikan madrasah dan sarana-sarana
pendidikan lainnya. Saya berniat menghabiskan sisa umur saya untuk membayar dosa-dosa pada masa
silam tatkala lima belas tahun lamanya saya bekerja keras memurtadkan umat
Islam dan merayu semua orang agar mengikuti keyakinan saya kala itu.
Mudah-mudahan saya mampu menerapkan pengetahuan dan pengalaman saya bagi
kejayaan agama yang baru saya peluk secara resmi dalam setahun ini (pada
saat cerita ini diceritakan pertama kalinya-pen).
Semoga ALlah menerima tobat saya dan memudahkan jalan bagi saya, juga istri
dan anak-anak saya, untuk mematuhi segala perintah-Nya dan menghindari semua
larangan-Nya.
Petikan dari Internet,
KOL
END
[HOME]

CAITA KUYUK KESAYANGAN
Members,
Ani caaita banaa...biani bukannya mulanya!
.....sahaii atu biani (once upon a time)....ada sawang pambuu (deer
hunter) jaan kuyuk nya mbuu payau kaimba. Sakatika dlm. imba basia ta
caaii....nasib baik kuyuk atu nyalak. Si pambuu nuutkan kaah bunyi salak
kuyuknya sampailah ia batamu limbauuh sungai. Salak kuyuknya inda ada
lagi tapi sakali dilihatnya di limbauuh sungai atu buinih-buinih
aing.....jaan paasaan kan tahu apa yang buinih-buinih atu ia baanti utk
nyiasat....alangkah takajutnya sakali tahu kuyuknya timbul daii aing
mbawa (mangigit dimulutnya) saekong lauk KALI SUNGKU hidup hidup! (Eeh
lamhatinya bukannya inda okey kuyuknya ani.....payah ni nangkap kali nin
mun di aing. Tapi yang sadihnya bukan pulang luih payau tapi kali
sungku)
Macam mana pun daii sahaii atu kuyuk atu menjadi kasayangannya.
Ada jua uang ani batanya aah ku mun jabatan haiwan ngadakan pertandingan
'Sporting Dog' macam di naagi uang putih.....tapi ujaku inda ada...alum!
Jadi caaita ani abis tia macam atu nganya.......inda ta uji bakatnya.
Kuyuk atu kaang ani inda ada lagi. (mangkali maasaii sudah kamu tadangaa
pakah caaita ani)
arkin
Lagi caita Kuyuk
aik mulanyak (bianik) uang kedayan anik amai yang bahidupan
kuyuk...macam uang asli juak bah.
ingat juak ku lagi, kuyuk ninik...pandai hantap nipu ambuk......anik
caita bana nik....kuyuk anik sipalang dama nya, iak pandai pua-pua kapisan, ambuk
hagak amai-amai....bah abis ambuk bekuliaan ulihnya. atuk saja caita mengenai kuyuk ninik di sibuti mulanyak...kaang anik galik hantap kan
kuyuk.
gani
KOL
END
[HOME]