DetikCom, Selasa, 7/1/2003
Penyerangan di Maluku Pasca Malino II Didukung Kopassus
Reporter : Dian Intannia
detikcom - Jakarta, Berbagai aksi penyerangan dan penembakan di Maluku, pasca
penandatanganan perjanjian Malino II, tak berdiri sendiri. Seperti yang dilakukan Geng
Coker (Cowok Keren) pimpinan Berty Loupatty, ternyata didukung penuh oleh
Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
Demikian keterangan yang disampaikan fasilitator pengacara anggota Geng Coker,
Christian Raharjaan, saat ditemui wartawan di Mabes Polri, Jl. Trunojoyo, Jakarta
Selatan, Selasa (7/1/2003).
Dijelaskan Christian, untuk sementara, pemeriksaan terhadap anggota Geng Coker
yang terdiri dari 17 orang, termasuk Berty, dianggap sudah selesai. Untuk pelimpahan
berkas ke kejaksaan, menurut dia, masih harus menunggu koordinasi dengan tim
koneksitas dari Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.
Alasannya, aksi-aksi yang dilakukan Geng Coker melibatkan sejumlah anggota
Kopassus. "Jadi institusi Kopassus yang mem-back up sejumlah penyerangan pasca
perjanjian Malino II," ungkap dia mengutip keterangan Berty cs.
Dalam keterangannya, Berthy juga mengungkapkan, setiap aksi penyerangan selalu
diawali dengan pengarahan dari anggota Kopassus aktif. Anggota Kopassus tersebut
juga memfasilitasi senjata dan bom. "Bahkan pada peristiwa di desa Porto dan Haria,
mereka dimodali dengan dua buah speed boat (kapal cepat-red) untuk membuat
kekacauan di daerah Saparua," lanjut Christian.
Modus yang mereka lakukan adalah membagi jadi dua kelompok. Katakanlah,
kelompok A dan B. Kelompok A menembak kelompok B. Kelompok B kemudian
membalas. Setelah situasi kacau, mereka pun melepaskan bom dan kemudian
mereka menghilang.
"Jadi kronologisnya memang sengaja dibikin kacau oleh pemerintah melalui tangan
Kopassus sehingga dituding masyarakat Ambon itu cinta kekerasan. Mungkin
tujuannya untuk memprovokasi Islam dan Kristen," katanya seraya menambahkan
bahwa kekacauan itu merupakan tanggung jawab negara.
Berdasarkan pengakuan Berty, seperti dikutip Christian, mereka direkrut oleh
Kopassus untuk di bawah kendali operasi (BKO) untuk pengamanan. Mereka disuruh
memata-matai untuk mengetahui apakah Front Kedaulatan Maluku (FKM) adalah
jelmaan Republik Maluku Selatan (RMS).
Ditambahkan dia, sebenarnya Berty cs hanya dikorbankan. Pasalnya, kompensasi
yang mereka dapatkan dari aksi-aksi tersebut tidak seberapa. Anggota Geng Coker
mengaku hanya dibayar beras sekitar 2-3 kg per orang. "Uangnya juga tidak
seberapa. Seperti untuk kasus penyerangan di desa Porto dan Haria, mereka dibayar
Rp 500 ribu untuk satu kelompok," katanya.
"Dalam perjalanannya, FKM sebenarnya adalah wadah perjuangan moral. Pada
akhirnya mereka sadar yang membuat kacau adalah mereka sendiri. Mereka juga
mengaku yang memberi pengerahan adalah Satgas Sandi Yudha," papar Christian,
yang juga pengacara Ketua FKM Alex Manuputty.
Sementara itu, untuk kasus tenggelamnya KM Kalifornia, anggota Geng Coker
mengaku hanya dibayar Rp 25 ribu per orang. Soal penembakan di Soya, mereka
hanya dikasih fasilitas jalan. "Ini resmi adalah campur tangan Kopassus yang masih
aktif dari Satgas Sandi Yudha, bukan desersi. Jadi yang terlibat atas nama institusi,
bukan oknum," sambung Christian.
Untuk diketahui, Berty Loupatty sendiri resmi menjadi tahanan polisi terhitung sejak
Rabu (20/11/2002) lalu. Ia menyerahkan diri lewat pengacaranya di Solo pada Senin
(18/11/2002). Kini, bersama 16 rekannya, Berty, mendekam di tahanan Markas
Komando Brigade Mobil (Mako Brimob), Kelapa Dua, Depok.
Keterlibatan Berty dalam kasus ledakan bom di Maluku terungkap setelah polisi
memeriksa salah seorang anggota Geng Coker yang ditangkap sebelumnya. Sejak
2000 sampai 2002, geng ini telah melakukan sedikitnya 11 kali peledakan bom dan
penyerangan bersenjata.(ani)
Copyright © 1998 - 1999 ADIL dan detikcom Digital Life.
|