KOMPAS, Jumat, 03 Januari 2003
Kabupaten Maluku Tengah
DARI Pantai Bandaneira, Gunung Api Banda tampak berdiri tegak di balik Laut
Banda. Hijau bayangannya menembus laut biru tempat pertemuan Samudera Hindia
dan Samudera Pasifik. Gunung itulah saksi rangkaian manis dan pahitnya sejarah.
SEJAK abad XV, Maluku telah masyhur sebagai penghasil rempah-rempah. Bahkan,
Kepulauan Banda yang merupakan bagian Kabupaten Maluku Tengah, pernah
tersohor sebagai produsen pala berkualitas dunia. Sentra-sentra penghasil cengkeh di
kabupaten asal pahlawan nasional Patimura juga menjadi korban Ekspedisi Hongi
saat Belanda menguasai Maluku. Pohon-pohon cengkeh dibabat agar produksinya
tak melebihi permintaan serta untuk mendukung monopoli perusahaan dagang
Belanda, Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC).
Perdagangan pala dan bunga pala (fuli) mengalirkan keuntungan deras ke pundi-pundi
para tuan tanah asal Belanda. Hasilnya, bangunan-bangunan elok pun berdiri di
daerah yang pernah ditempati oleh Muhammad Hatta dan Sjahrir sebelum
kemerdekaan. Tak heran Bandaneira sempat dijuluki "klein Holland" atau Holland
kecil
Tahun 1999, putaran roda kehidupan di kabupaten yang memiliki 112 pulau sempat
terganggu. Kerusuhan sosial di Kota Ambon merambat hingga Maluku Tengah.
Simpul-simpul ekonomi terkoyak. Nilai tambah total perekonomian yang dihasilkan
jatuh hampir 40 persen dibanding tahun sebelumnya. Lahan pertanian terbengkalai
dan rusak. Kegiatan sehari-hari tak berjalan normal.
Untung, kekacauan tak berlangsung panjang. Kondisi keamanan berangsur membaik.
Pertumbuhan ekonomi tahun lalu pun mulai menunjukkan angka positif 1,26 persen.
Sayangnya, sebagian besar kebutuhan belum mampu dipenuhi oleh penduduk yang
baru saja hidup di tengah konflik. Bahan kebutuhan pokok harus didatangkan dari luar
daerah. Tak aneh bila aktivitas perdagangan lebih mendominasi kegiatan
perekonomian dan hanya bisa diungguli oleh aktivitas pertanian dalam arti luas:
pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan.
Dengan menyerap tenaga kerja 13.231 jiwa, usaha jual beli menduduki peringkat
pertama perolehan nilai tambah total perekonomian kabupaten tahun lalu, 23,76
persen.
Semen dan sembako didatangkan dari Pulau Jawa dan Sulawesi dengan pelayaran
Pelni dan perintis yang melayani angkutan penumpang dan barang.
Di Maluku Tengah, terdapat 10 pasar. Pusat kegiatan tersier ini berada di Pasar
Binaya, Kecamatan Kota Masohi. Pasar ini melayani perdagangan besar dan eceran
meliputi kebutuhan pokok hingga elektronika. Distribusi barang ke berbagai pulau di
kabupaten yang 92,4 persen wilayahnya berupa laut ini dipermudah oleh keberadaan
kapal-kapal perintis serta kapal feri untuk daerah yang memiliki sarana pelabuhan
penyeberangan ataupun dermaga alternatif seperti di Kecamatan Salahatu, Pulau
Haruku, Saparua, dan Kairatu.
Setelah membongkar muatan, kapal-kapal tujuan Pulau Jawa memuat hasil-hasil
perkebunan andalan. Salah satunya Kopra dari Kecamatan Amahai, Teon Nila Serua,
Kairatu, Seram Barat, Bula, Taniwel, Seram Utara, Werinama, dan Tehoru. Tahun
lalu, 23.941 ton kelapa dihasilkan dari 23.760 hektar kebun yang digarap 30.891
petani.
Bunga cengkeh juga dikirim keluar kabupaten untuk memasok kebutuhan industri
rokok. Daerah penghasil cengkeh seperti Kecamatan Amahai, Kairatu, Seram Barat,
Bula, Taniwel, Seram Utara, Werinama, Leihitu, Salahutu, Pulau Haruku, Saparua,
Nusa Laut, dan Tehoru, kini mulai membenahi lahan perkebunan setelah sekitar 30
persen areal perkebunan rusak karena kerusuhan. Konversi ke tanaman kakao juga
dilakukan petani saat konflik antara petani cengkeh dan Badan Penyangga
Pemasaran Cengkeh (BPPC). Tak kurang 41.997 petani menggarap lahan 32.502
hektar dan menghasilkan 7.403 ton cengkeh.
Komoditas unggulan lain yang sedang diupayakan kelestariannya seiring sejarah
lama, adalah pala dan fuli. Selain dibudidayakan di Banda, pala juga ditanam di
Kecamatan Seram Timur, Leihitu, dan Saparua. Dua tahun lalu, 6.347,25 hektar
perkebunan menghasilkan 1.172 ton pala.
Kelancaran angkutan disertai peningkatan keamanan telah mendorong ekspor.
Komoditas hasil alam dapat semakin lancar dikirim ke berbagai negara tujuan.
Produk ekspor terbesar kabupaten bermoto Pamahanu Nusa yang berarti
membangun nusa dan bangsa, adalah kayu lapis hasil olahan dari hutan di Pulau
Seram. Tak kurang dari 158.055 ton kayu lapis senilai 14,2 juta dollar AS dijual keluar
negeri selama kurun 1997-2000. Selain itu, tercatat kayu gergajian, kayu bulat, dan
arang kayu diekspor ke Jepang, Belanda, Belgia, Aljazair, dan negara-negara di Timur
Tengah.
Hasil alam lain yang laku di luar negeri adalah ikan tuna dan udang beku. Dalam
empat tahun, sekitar 174 ton ikan tuna beku dan 1.139 ton udang beku dikirim ke
Jepang dan Cina. Dengan laut 238.296 kilometer persegi, kabupaten bergaris pantai
2.230 kilometer ini memiliki potensi besar dalam usaha perikanan. Potensi sumber
daya perikanan 835.400 ton per tahun ditambah ikan hias 496.500 juta ekor per tahun
yang menyebar di Laut Banda dan Seram sesungguhnya peluang bagus untuk
memajukan perekonomian kabupaten yang 95 persen desanya terletak di pantai.
Sampai saat ini, potensi yang dimanfaatkan baru sekitar 50 persen sehingga
kesempatan emas masih terbuka luas.
Ketika stabilitas keamanan tercapai nanti, keindahan alam kabupaten yang
mengalami pemekaran menjadi 19 kecamatan di awal tahun 2002 bisa kembali
dinikmati wisatawan. Lebih dari 130 obyek wisata, mulai dari pantai, goa, danau, air
panas, taman laut, budaya, hingga wisata sejarah berupa rumah yang dahulu
ditempati oleh para pahlawan nasional, dapat dikunjungi. Rencana peningkatan
frekuensi penerbangan perintis di tahun 2003 menjadi dua kali seminggu rute Ambon
Banda dan Ambon Amahai akan memudahkan pelancong.
Bila kedamaian yang merupakan salah satu visi Maluku Tengah kelak tergapai, roda
perekonomian akan dapat berputar semakin laju. Harapan untuk memanfaatkan
potensi tambang pun akan semakin dekat.
RATNA SRI WIDYASTUTI / Litbang Kompas)
Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
|