The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

KOMPAS


KOMPAS, Senin, 27 Januari 2003

Musyawarah "Latupati", Setelah Baku Bae dan Baku Dapa

BANYAK pihak, baik yang berasal dari Maluku sendiri maupun dari luar Maluku, yang menaruh perhatian pada penyelesaian konflik di Maluku. Belasan lembaga swadaya masyarakat (LSM) lokal, domestik, maupun internasional sampai sekarang masih eksis di Ambon, Maluku. Pemerintah pusat sendiri secara formal telah turun tangan melalui Perjanjian Malino.

DI luar itu, gerakan Baku Bae dan Baku Dapa juga memperjuangkan penyelesaian konflik secepatnya. Baku Bae dan Baku Dapa memiliki konsep, kepengurusan, kegiatan, dan cara melihat masalah yang berbeda. Pada awalnya, gerakan Baku Bae, yang dimulai Agustus 2000, berawal dari kelompok kecil yang beranggotakan korban dan pelaku kerusuhan. Selanjutnya, gerakan Baku Bae berkembang menjadi lebih moderat dengan melibatkan berbagai unsur, antara lain pengacara dan tokoh agama yang tidak hanya berasal dari Maluku. Sementara, Baku Dapa adalah adalah gerakan yang difasilitasi Universitas Pattimura (Unpatti), yang melibatkan para raja (latupati) atau kepala negeri adat se-Maluku.

Setelah berjalan dengan konsep sendiri-sendiri, 9-11 Januari lalu gerakan Baku Bae dan Gerakan Baku Dapa bertemu di Musyawarah Latupati yang diselenggarakan di Kampus Unpatti. Ketua Steering Committee Musyawarah Latupati Ichsan Malik dan Rektor Unpatti Prof Dr Mus Huliselan mengemukakan, Musyawarah Latupati tersebut dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang rencana strategis penyelesaian konflik di Maluku dari para latupati, serta mendapat gambaran yang jelas tentang rencana untuk menata kembali masa depan Maluku secara komprehensif di bidang pendidikan, ekonomi, penanganan pengungsi, dan budaya.

"Unpatti sudah dua kali melaksanakan Baku Dapa. Di lain pihak, pelaksanaan Baku Bae sudah berlangsung tiga tahun. Proses dan konsep Baku Bae dan Baku Dapa itu berbeda, dan Musyawarah Latupati ini merupakan titik temunya, sebagai simbol entry point kita untuk menata kembali masa depan Maluku," papar Ichsan, yang juga sosiolog Universitas Indonesia.

Sementara itu, Huliselan mengemukakan, selain sebagai fasilitator, pada Musyawarah Latupati ini Unpatti hendak memaksimalkan peningkatan mutu dan pengembangan pendidikan, dengan melibatkan para latupati. "Tujuan khusus Unpatti terlibat dalam pertemuan ini adalah untuk mendapatkan masukan dari masyarakat sebanyak mungkin tentang apa yang mereka inginkan, serta bagaimana pandangan mereka tentang pendidikan dan kebersamaan," kata Huliselan.

Baku Bae dan Baku Dapa, lanjut Huliselan, memiliki kegiatan yang berbeda. "Baku Bae mulai bergerak perlahan dari kelompok kecil, sedangkan Baku Dapa memulainya dengan kelompok yang lebih besar dengan sistem dan konsep yang berbeda, tetapi memiliki tujuan yang sama untuk masa depan Maluku. Pada Musyawarah Latupati se-Maluku ini kita merumuskan penyelesaian konflik dan penataan kembali masa depan secara bersama-sama," papar Huliselan.

Menurut Ibu Raja Passo, Ny Theresia Maitimu, yang juga menjabat Ketua Panitia Penyelenggara Musyawarah Latupati, jumlah peserta yang diundang pada acara tersebut mencapai 250 orang, dengan 110 orang di antaranya adalah para latupati yang berasal dari Pulau Ambon, Pulau Haruku, Pulau Saparua, Pulau Seram, dan Pulau Buru. Ny Theresia menjelaskan, Musyawarah Latupati itu merupakan rangkaian pertemuan latupati yang difasilitasi gerakan Baku Bae pada Juli 2002 di Bogor, Jawa Barat.

"Musyawarah Latupati memiliki tiga tujuan. Pertama, menghasilkan rencana dasar optimalisasi peran latupati di Maluku. Kedua, menyinergikan seluruh komponen masyarakat sipil demi penghentian kekerasan di Maluku. Ketiga, menghasilkan rencana dasar untuk pemberdayaan ekonomi rakyat, menata kembali sistem pendidikan, dan memfasilitasi perencanaan pemulangan pengungsi ke daerah asalnya, serta trauma-healing (penghapusan trauma) pascapenghentian kekerasan di Maluku," jelas Ny Theresia.

DALAM perbincangannya dengan Kompas, Ny Theresia menuturkan, penataan kembali sendi-sendi budaya yang luluh lantak akibat kerusuhan hanya dapat dilakukan dengan melibatkan peran para latupati. Alasannya, para latupati terikat kuat dengan budaya masyarakat Maluku. Meskipun kerusuhan tidak menyebabkan budaya pelagandong (hidup rukun berdampingan dalam perbedaan agama) sirna, lewat pelagandong-lah para latupati diharapkan bisa mengajak warga masing-masing membangun dan menata kembali Maluku.

"Melalui Baku Dapa, para latupati bekerja sama dengan Unpatti membangun kembali sendi-sendi budaya pelagandong, untuk membangun kembali kerukunan hidup beragama. Pelagandong itu sangat unik dan tidak ada di daerah-daerah lain. Di samping itu, kita mengupayakan pembangunan kembali Kampus Unpatti dan sarana pendidikan lainnya. Pembangunan sarana pendidikan itu penting demi pembangunan kembali sumber daya manusia Maluku. Hal itu tercantum pada pertemuan Baku Dapa II," papar Ny Theresia.

Sampai saat ini, pengungsi korban rentetan kerusuhan Maluku masih belum berani pulang kembali ke tempat asal masing-masing. Masalah pemulangan pengungsi tersebut menjadi masalah besar pascakonflik. Di samping pengungsi sendiri mengalami trauma hebat, penanganan dan pemulangan pengungsi yang dilaksanakan pemerintah berjalan lambat. Apakah keyakinan yang diberikan para latupati kepada warga masing-masing masih kurang sehingga sampai sekarang pengungsi belum berani pulang ke tempat asalnya?

"Kami memang sudah banyak memberikan pemahaman untuk mereka, tetapi ketakutan dan trauma itu masih ada. Mereka bilang mereka mau sekali pulang, tetapi mereka merasa belum waktunya untuk pulang. Itu terjadi di kedua komunitas. Di samping itu, di beberapa tempat, termasuk di Passo, belum ada pembangunan kembali rumah untuk pengungsi sehingga mereka belum bisa kembali," kata Ny Theresia.

Menurut dia, di Passo, sampai sekarang belum ada warga Muslim yang berani kembali dari pengungsian, bahkan ada warga Muslim yang menjual rumahnya. Begitu pula sebaliknya. Pengungsi Kristen yang ada di Passo masih belum berani untuk kembali ke tempat asal mereka. "Meskipun kondisi sudah membaik, perasaan takut itu masih ada. Kalau untuk melancong keluar masuk, setiap saat sudah berjalan. Kami melakukannya sedikit demi sedikitlah, bertahap. Mungkin suatu saat mereka merasa yakin sudah cukup aman untuk kembali, karena ada banyak warga Muslim di Passo yang belum mau sama sekali menjual lahannya, kebunnya, atau rumahnya, karena dia ingin suatu saat nanti kembali. Mereka merasakan hidup mereka dulu di sini tenteram...."

Apa pun nama gerakannya, Baku Bae, Baku Dapa, ataukah Musyawarah Latupatti, sasarannya adalah sama, yaitu membawa masyarakat Maluku bangkit dari puing-puing kerusuhan dan melupakan dendam, merajut dan membangun kembali masa depan dengan hidup rukun berpegang pada pelagandong. Namun, sejumlah latupati dan beberapa pihak menanggapi gerakan-gerakan itu dengan apatis, dengan bercuriga, jangan-jangan gerakan tersebut ditunggangi kepentingan pihak tertentu di luar komunitas Muslim dan Kristen. Mereka beranggapan, tanpa gerakan-gerakan itu, sekarang pun warga Muslim dan warga Kristen sudah baku tau dan baku tegor. Hal itu menurut mereka, tercapai secara alami. (fey)

Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
 


Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/kesui2001
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044