SINAR HARAPAN, Rabu, 8 Januari 2003
Dr George Junus Aditjondro: Muncul Penembak Misterius di
Poso
Semarang, Sinar Harapan - Kondisi keamanan di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah,
hingga saat ini masih terus bergolak. Meski eskalasi kerusuhan yang terjadi tidak
begitu tinggi, namun muncul fenomena baru, yakni dengan makin merajalelanya
penembakan misterius.
Demikian diungkapkan Peneliti Dr George Junus Aditjondro kepada sejumlah
wartawan di Semarang, Selasa (7/1). Saat ini Aditjondro bersama timnya sedang
melakukan penelitian tentang resolusi konflik di Poso.
Aditjondro menyayangkan munculnya para penembak gelap itu luput dari perhatian
pemerintah di Jakarta. Apalagi saat ini semua perhatian terfokus pada kasus bom
Bali sehingga kondisi ini tidak diketahui para pemimpin di Jakarta. Padahal
munculnya para penembak misterius itu dapat memunculkan kembali konflik yang
lebih besar.
Dikatakan Aditjondro, munculnya para penembak misterius itu bukan bagian dari aksi
balas dendam sebagai buntut kerusuhan yang lalu. Namun mereka terdiri atas
penembak profesional yang terlatih dan terorganisasi.
"Berdasarkan hasil penelitian kami, lebih dari 75 persen korban tembakan selalu
tewas terkena tembakan di jidat. Tembakan seperti itu hanya bisa dilakukan oleh para
penembak profesional di luar para anggota Perbakin," katanya.
Dijelaskan, pasca penandatanganan Deklarasi Malino bulan Desember 2001 hingga
akhir tahun 2002 lalu korban-korban terus berjatuhan, terutama mereka yang tewas
oleh para penembak misterius tersebut. Bahkan ketika Aditjondro berada di Poso
pada saat Lebaran dan Natal lalu masih terus ada orang yang mati tertembak.
Sampai saat ini setiap bulannya menurut Aditjondro selalu ada korban tewas karena
penembak misterius itu.
Ia menengarai kerusuhan yang terjadi Poso adalah skenario militer untuk
menjustifikasi penambahan personel militer di sana. Sebab kerusuhan yang muncul
itu kadang-kadang justru meningkat pada saat pasukan yang bertugas menjalankan
operasi di sana sudah akan berakhir.
"Lalu karena ada kerusuhan itu maka akhirnya operasinya diperpanjang lagi,"
tandasnya. Namun sayangnya, lanjut mantan dosen UKSW Salatiga itu, tugas
pasukan di Poso bukan untuk mengamankan konflik yang terjadi antara orang kristen
dengan orang Islam, melainkan antara rakyat dengan pemodal besar.
Dipaparkan, Sulawesi Tengah dalam satu tahun terakhir ini laju arus penanaman
modalnya sangat kuat, terutama proyek gas alam yang dilakukan Arifin Panigoro.
Gas alam yang sedang dikerjakan anggota DPR itu merupakan proyek gas alam
terbesar di Indonesia yang akan dapat menggantikan Arun dan Bontang.
Karena besarnya sumber gas alam yang dimiliki itulah, rupanya diperlukan
pengamanan besar-besaran oleh militer. Sebab ditakutkan proyek tersebut akan
mendapatkan perlawanan dari rakyat, petani, nelayan, buruh dan transmigran yang
dirugikan dengan adanya proyek tersebut.
Gelar Silaturahmi
Sementara itu warga Sulawesi Tengah (Sulteng) di Jakarta dan sekitarnya akan
menggelar silaturrahim melalui halal bi halal, natal dan tahun baru. Kegiatan itu
bertujuan untuk menjalin kembali hubungan warga Sulteng yang seolah terputus
akibat konflik di Poso, Sulteng.
Rencana itu dikemukakan Ketua Panitia Pelaksana Ny. Hj. Siti Syamsiar kepada
wartawan, usai bertemu Wapres Hamzah Haz di Istana Wapres Jakarta, Selasa (7/1).
Siti Syamsiar didampingi pendeta yang aktif dalam Forum Peduli Poso.
Menurut Siti Syamsiar, meskipun terjadi konflik di Poso, sesungguhnya warga
Sulteng di Jakarta dan sekitarnya tidak terpengaruh dengan konflik di Poso.
Sebaliknya, warga Sulteng selalu bergandeng tangan untuk memelihara
persaudaraan. (yud/ady)
Copyright © Sinar Harapan 2002
|