SINAR HARAPAN, Sabtu, 11 Januari 2003
Catatan dari Musyawarah Latupati
Satukan Tekad untuk Menata Masa Depan Maluku
Gerakan Baku Bae Maluku bekerjasama dengan Universitas Pattimura (Unpatti)
melaksanakan Musyawarah Latupati Maluku, sejak tanggal 9 – 11 Januari 2003 di
Kampus Unpatti Ambon. Musyawarah para pemuka adat dan tokoh masyarakat itu
merupakan salah satu upaya mengobati luka akibat konflik dan memulihkan sendi
kehidupan di Maluku. Berikut laporan koresponden "SH" di Ambon, Isaac Tulalessy,
dari pertemuan itu.
AMBON – Berbagai upaya rekonsiliasi untuk Maluku yang dilakukan oleh berbagai
pihak secara berangsur-angsur telah memperlihatkan hasil positif, sekalipun belum
mampu mengembalikan kondisi kehidupan masyarakat secara utuh seperti pada
kondisi sebelum Januari 1999, tetapi paling tidak perasaan menyesal telah hadir
dalam lubuk hati masyarakat.
Perasaan menyesal merupakan satu kunci adanya harapan untuk menatap masa
depan yang lebih baik. Karenanya sebuah gerakan moral Baku Bae Maluku bersama
Universitas Patimura (Unpati) sejak Kamis (9/1) hingga hari Sabtu ini (11/1)
menyelenggarakan Musyawarah Latupati Maluku di Ambon. Musyawarah yang
dihadiri 110 latupati (para tokoh masyarakat dan pemuka adat) dan kalangan
cendikiawan lainnya ini lebih mirip sebuah forum penyesalan para ketua adat, raja
maupun lurah atas peristiwa kelabu di Maluku yang telah menelan korban ribuan jiwa,
harta benda dan harga diri dengan kehancuran budaya pela gandong yang selama ini
menjadi ikatan batin orang Maluku.
Para latupati ini diminta memberikan masukan sehingga nantinya bisa dibuat rencana
dasar untuk mengoptimalkan peran mereka di Maluku. Selain itu dapat dicari
solusinya untuk mensinergikan seluruh komponen masyarakat sipil untuk
penghentian kekerasan di Maluku dan menghasilkan rencana dasar untuk
pemberdayaan ekonomi rakyat, menata kembali sistem pendidikan dan memfasilitasi
perencanaan pemulangan pengungsi ke daerah asalnya serta "trauma healing" pasca
penghentian kekerasan di Maluku.
Seperti disebutkan Ketua Musyawarah Latupati Maluku. My Theresia Maitimu kepada
SH, bahwa situasi Maluku semakin hari semakin baik. Komunitas Islam dan Kristen
telah mulai berkumpul kembali seperti sebelumnya. Suasana inilah yang
menggerakkan sejumlah orang yang peduli dengan perdamaian di Maluku untuk
mengumpulkan para ketua adat, raja dan lurah di seluruh Maluku agar secara
bersama-sama menjaga wilayah ini sehingga tidak ada orang lain yang ingin
menghancurkannya kembali.
Sementara itu, staf ahli Mendiknas, Drs Hendro Soemaryo MM, yang mewakili
Mendiknas Malik Fadjar membuka Musyawarah Latupati tersebut kepada SH
mengatakan, semangat kerjasama seperti ini senantiasa terus dikembangkan dan
ditingkatkan kualitasnya untuk membangkitkan kembali budaya pela gandong yang
telah berakar di tengah masyarakat.
Selama keberadaan masyarakat Maluku yang majemuk yang diikat oleh nilai-nilai
budaya pela gandong terbukti mampu hidup berdampingan, kekeluargaan dan
persaudaraan sehingga dapat membangun berbagai sendi kehidupan untuk
meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin.
"Fakta membuktikan akibat konflik sosial berkepanjangan, berbagai fasilitas umum
maupun properti pribadi rusak yang membuat kemiskinan, kebodohan dan
keterbelakangan peradaban masyarakat. Karena itu kita sadar bahwa konflik apapun
bentuknya tidak akan pernah memberikan keuntungan, sebaliknya yang terjadi adalah
kerugian mental, sosial dan ekonomi yang besar yang membuat luka pada bangunan
Negara Kesatuan Republik Indonesia," ungkapnya.
Pengalaman pahit yang sangat berharga, menurutnya, sebagaimana yang dirasakan
oleh masyarakat Maluku selama ini harus menjadi modal dan pemacu untuk
mendorong dan membangkitkan semangat pela gandong yang merupakan anatomi
budaya masyarakat Maluku sehingga segenap aparatur pemerintah, tokoh
masyarakat, para latupati, cendekiawan dan anggota masyarakat untuk berpikir,
berusaha dan bekerja keras yang dilandasi smangat optimisme dalam menyongsong
masa depan yang lebih cerah.
Hendro mengungkapkan, kebijakan dan strategi yang akan digunakan untuk
merehabilitasi sarana dan prasarana pendidikan di Provinsi Maluku dilakukan dengan
tiga pendekatan yaitu, pertama, pendekatan percepatan yaitu dilakukan dengan
mempertimbangkan kenyataan sarana-prasarana, tenaga dan dana yang jauh
berkurang dalam kondisi wilayah yang terisolasi; kedua, pendekatan pemberdayaan
dengan memperhatikan potensi dan kekuatan yang telah dimilikinya sehingga perlu
optimalisasi penggunaan sarana prasarana, tenaga dan dana yang ada serta, ketiga,
pendekatan penguatan yaitu dengan memperhatikan infrastruktur dan kelembagaan
yang ada tetapi perlu ditingkatkan kualitas peran dan fungsinya untuk mempercepat
terwujudnya target dan tujuan yang hendak dicapai.
Semangat Baku Bae
Baku Bae pengertian harafiahnya adalah saling berbaikan, namun dalam konflik
Maluku pengertiannya adalah penghentian kekerasan sehingga gerakan Baku Bae
adalah gerakan masyarakat sipil untuk menghentikan kekerasan di Maluku.
Fasilitator Gerakan Baku Bae Maluku, Ichsan Malik, mengaku selama proses
lokakarya Baku Bae maupun dalam interaksi selama tiga tahun Gerakan Baku Bae
ada seperangkat nilai-nilai dasar yang dijadikan acuan dalam proses untuk
menghentikan kekerasan di Maluku yang dinamakan Spirit Baku Bae.
"Spirit Baku Bae ini terdiri atas beberapa nilai yaitu pemaafan, keadilan, solidaritas,
dan keragaman," rinci Ichsan kepada SH, disela-sela musyawarah tersebut.
Keempat nilai atau spirit Baku Bae ini, menurutnya, baik disadari maupun tidak
ternhyata telah menjadi penuntun bagi Gerakan Baku Bae dalam upaya untuk
menghentikan kekerasan di Maluku.
Menyangkut strategi Gerakan Baku Bae, Ichsan menjelaskan bahwa strategi Baku
Bae dikembangkan dengan bertitik tolak dari kenyataan yang ada di Maluku yaitu
masyarakat Maluku telah terbelah, tercerai berai, luluh lantak secara sosial, politik,
ekonomi, budaya maupun agama.
"Ada beberapa strategi yang kami kembangkan yaitu penghentian kekerasan,
pemberdayaan ekonomi kecil, pembenahan pendidikan, penyediaan sarana
kesehatan minimal, penyediaan sarana informasi dan komunikasi rakyat serta
penegakan hukum," rincinya.
Ichsan mengaku ungkapan kemarahan, rasa dendam, rasa curiga, putus asa,
dorongan untuk mengambil jalan pintas merupakan ekspresi umum yang muncul dari
masyarakat yang telah mengalami konflik seperti Maluku.
"Gagasan perdamaian atau penghentian kekerasan yang diusung oleh Gerakan Baku
Bae Maluku memang tidak mudah karena itu bacaan terhadap momentum yang tepat
serta terus menerus membuka ruang dialog tentang keadilan, pluralisme dan
solidaritas korban paling tidak mampu mengurangi dorongan untuk terus melanjutkan
konflik," ungkapnya.
Sementara itu, pakar ilmu sejarah dari Universitas Indonesia, Prof. Dr RZ Learissa
menjelaskan, mantapnya sistem pemerintahan adat dengan sendirinya akan menjami
integritas sosial dan menghindari timbulnya kembali kerusuhan yang luas dan
berkepanjangan. Karenanya sudah waktunya para Latupati kini mengkonsolidasikan
diri demi kelangsungan dan ketentraman hidup di bumi Maluku. Namun harus
dipikirkan juga bagaimana para latupati itu dibina secara sistematis agar tidak
terpuruk dalam globalisasi yang makin kuat saja.
Dengan mantapnya peranan para latupati sebagai penegak integritas sosal,
menurutnya, maka kedamaian dan ketentraman di bumi Maluku bisa terpelihara.
"Dalam jangka panjang hanya dengan kedamaian dan ketentraman itu berbagai
kegiatan lain dalam bidang pendidikan, ekonomi, hukum dan keamanan, dan
penanggungan pengungsi dapat berlangsung dengan semestinya," jelas Learissa
sembari menambahkan dalam jangka pendek salah satu tugas penting dari para
latupati itu adalah mengusahakan agar para pengungsi dapat kembali ke pemukiman
mereka yang asli.
Agenda Mendesak
Disisi lain, salah satu tokoh Latupati Maluku, Mahfud Nukuhehe mengatakan saat ini
yang menjadi agenda mendesak dalam membangun kembali Maluku adalah
membuka ruang yang kondusif bagi tertatatanya kembali hubungan antar masyarakat,
hubungan antara masyarakat dengan alamnya dan hubungan antara masyarakat
dengan struktur lokal-nasionalnya.
"Hubungan antar manusia perlu ditata kembali atas dasar prinsip-prinsip pluralitas dan
kesetaraan. Sikap dapat menerima kehadiran manusia lain dengan apa adanya pada
hakikatnya adalah sikap tunduk pada keberasaran Tuhan yang telah menciptakan
manusia dengan keragamannya," jelas Mahfud kepada SH, disela-sela musyawarah
tersebut.
Saat ini, katanya, situasi dan kondisi keamanan di Provinsi Maluku secara perlahan
tetapi pasti mulai berubah ke arah yang semakin menjanjikan semua pihak. "Kondisi
yang berangsur-angsur membaik ini tetap membutuhkan kewaspadaan dan
kehati-hatian semua pihak, sebab bisa saja keadaan ini berubah 180 derajat kalau
saja kita semua lengah, teledor dan tak punya gagasan apapun dalam memanfaatkan
peluang yang telah terbangun ini," tandasnya.
Dikatakan, adat menjadi salah satu solusi dalam membangun kembali Maluku sebab
pengalaman membuktikan bahwa kekuatan adat dapat berperan dan berkontribusi
dalam mendorong kondisi Maluku yang ada dewasa ini.
"Berperannya adat dalam memberikan solusi berkenaan dengan problematika di
Maluku sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari eksistensi adar dimana adat itu
sesungguhnya lahir dari haribaan masyarakat itu sendiri," jelasnya.
Namun demikian, Mahfud menyadari ketika berbicara tentang adat belum tentu bisa
diterima oleh semua pihak dan kemungkinan masih ada pihak-pihak yang khawatir
dan berpandangan bahwa dengan menguatnya adat, peran Raja/Latupati serta
kelembagaan adat lainnya hanya akan membangkitkan kembali romatisme sejarah.
"Sebenarnya pandangan seperti itu tidak perlu terjadi sebab adat bukanlah sesuatu
yang statis dan kaku namun sebaliknya luwes dan dinamis sehingga bisa bertahan
hingga saat ini," katanya.
Olehnya itu, kata Mahfud, berkenaan dengan peran adat, Raja dan Latupati serta
kelembagaan adat lainnya dalam membangun Maluku, maka dirinya berkayakinan
bahwa nilai-nilai adat akan sangat terbuka untuk berinteraksi dan membangun dialog.
"Sebab melalui dialoglah kita akan mengantarkan masyarakat menuju masa depan
Maluku yang lebih baik," ujarnya.
Semoga dari Musyawarah Latupati Maluku ini dapat menghasilkan gagasan dan
rencana nyata yang dapat diimplementasikan untuk kepentingan masa depan
masyarakat Maluku. ***
Copyright © Sinar Harapan 2002
|