SINAR HARAPAN, Rabu, 15 Januari 2003
Kasus Ambon Jangan Dijadikan Kriminal Biasa
Jakarta, Sinar Harapan - Tertangkapnya anggota Geng Coker serta proses hukum
terhadap mereka yang dikatakan terkait dengan konflik di Ambon harus ditindaklanjuti
Komnas HAM. Hal ini untuk mencegah dikategorikannya kasus kerusuhan Amon
sebagai tindak kriminal biasa, seperti halnya kasus Theys Eluay.
Keterangan soal keterlibatan sejumlah oknum TNI, dalam tindak kekerasan yang
mereka lakukan bukanlah tindak kriminal semata. Panglima TNI Jenderal Endriartono
Sutarto pun diminta untuk menjelaskan soal kebijakan keamanan di sana serta dan
memproses hukum keterlibatan oknum-oknum dari institusi militer itu.
Demikian, sejumlah rekomendasi yang menjadi sikap dari Yayasan Lembaga
Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) atas Pertanggung Jawaban Hukum TNI dalam
Kasus Ambon, yang diutarakan oleh Ketua YLBHI, Munarman, di Jakarta, Selasa
(14/1). Sekaligus, lembaga ini mempertanyakan upaya aparat menjaga keamanan
dengan adanya peledakan bom di wilayah Batu Merah, Ambon, kemarin
"Untuk itu, kami menuntut Panglima TNI memberikan penjelasan terbuka kepada
masyarakat mnegenai keterlibatan oknum bawahannya dalam tragedi Ambon
tersebut. Saat ini, 'bola' itu ada pada Komnas HAM untuk mengambil-alihnya. Kalau
proses hukum terhadap geng Coker hanya pada peradilan pidana, kasus ini tidak
menjadi penting,. Maka kasus ini hanya akan menjadi kasus pidana biasa seperti
kasus Theys," papar Munarman, di kantor YLBHI, Jakarta, Selasa.
Ia juga mengatakan bahwa persekutuan kekerasan yang menimbulkan rangkaian
peristiwa yang dilakukan oleh Geng Coker, seperti penyerbuan desa Soya dan tindak
kekerasan sebelumnya, tersebut tidak semata bersifat insidental. Semuanya, adalah
hal yang telah dirancang dan direncanakan. Karena itu, YLBHI menegaskan bahwa
konflik Ambon yang memakan korban ribuan jiwa harus dilihat sebagai bagian politik
keamanan yang dilakukan aparat keamanan Indonesia. "Keterlibatan anggota-anggota
aparat keamanan dalam inisiatif penyerangan tersebut membuktikan bahwa aparat
militer terlibat cukup dalam di berbagai rangkaian peristiwa kekerasan di Ambon.
Dengan demikian, kesimpulan bahwa konflik Ambon adalah konflik berbasis agama
dengan ini harus dilihat ulang," tambahnya.
Perlu Evaluasi
Hal sama juga dikatakan oleh Wakil Ketua YLBHI Robertus Robert yang
mengutarakan bahwa perlu ada evaluasi dari kebijakan keamanan di wilayah konflik
Ambon dan lainnya secara komprehensif. Ia pun menegaskan bahwa TNI sebagai
institusi tidak dapat melepaskantanggungjawabnya dari keterlibatan oknum- oknum
tersebut pada kejadian- kejadian kekerasan di konflik Ambon. "Meski disebutkan ada
oknum, tapi pertanyaannya kenapa oknum- oknum tersebut dibiarkan.
Pertanggungjawaban tetap ada pada komando yang lebih tinggi," tukasnya di
kesempatan sama.
YLBHI juga meminta kepada DPR untuk melakukan penelitian asal-usul konflik
Ambon dan kebiajakn pemerintah terhadap konflik itu. Upaya itu diperlukan untuk
memberikan dasar baru bagi proses perdamaian di Ambon. Selain itu, upaya
rekonsiliasi diantara korban konflik pun harus dilakukan. Sekaligus penyadaran bahwa
konflik tersebut bukanlah konflik agama, melainkan disebabkan upaya adu domba
antara warga Maluku. (rik)
Copyright © Sinar Harapan 2002
|