SINAR HARAPAN, Senin, 20 Januari 2003
Pemerintah Diminta Tangkap Aktor Intelektual Konflik Ambon
Jakarta, Sinar Harapan
Pemerintah diminta memberikan jaminan konkret atas kondisi keamanan dan
mengadili aktor intelektual di balik kerusuhan Ambon, bukan hanya menangkap dan
memproses pelaku di lapangan.
Hal itu dinyatakan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) dalam
keterangan pers memperingati empat tahun tragedi Maluku, akhir pekan lalu di
Jakarta. Kepala Divisi Advokasi kasus Ambon Kontras, Abusaid Pely mengatakan,
apa yang terjadi di Ambon dalam beberapa waktu belakangan ini tidak menunjukkan
adanya perubahan signifikan, terutama dalam tindak kekerasan.
Perubahan yang terjadi adalah pola dari berbagai tindak kekerasan dengan mobilisasi
massa ke bentuk kekerasan yang sporadis. Karenanya, pemerintah diminta untuk
memberikan jaminan konkret atas kondisi keamanan dan mengadili aktor intelektual
di balik kerusuhan tersebut. Bukan hanya menangkap dan memproses pelaku di
lapangan, seperti Geng Coker, katanya.
"Kami juga meminta pemerintah untuk menangkap dan mengadili aktor intelektual di
balik kerusuhan Maluku. Kami yakin ada sebuah organisasi yang mempunyai
dukungan dana yang kuat untuk menghancurkan sendi-sendi masyarakat Ambon,"
ujar Abusaid Pely.
Tidak Sesuai
Kontras juga menggutarakan bahwa pernyataan pemerintah atas kondisi Maluku tidak
sesuai dengan kenyataan. Di satu sisi, pemerintah menyatakan situasi telah kondusif
di wilayah konflik tersebut. Sementara, status darurat sipil yang dikenakan ke Maluku
belum juga dicabut. Sekaligus tidak mencabut subsidi bagi korban kerusuhan karena
dikhawatirkan pencabutan subsidi akan menimbulkan gejolak sosial. Pemerintah juga
diminta membantu proses rehabilitasi tempat tinggal mereka sampai selesai.
"Pernyataan pemerintah bahwa kondisi Maluku sudah sangat kondusif, bertentangan
dengan apa yang terjadi di lapangan. Mereka (para pengungsi, Red) saat ini belum
bisa kembali ke kampung halamannya. Sebab belum ada jaminan keamanan yang
konkret. Pencabutan subsidi justru akan menambah gejolak sosial," tambahnya.
Desakan senada juga datang dari YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia), yang menilai bahwa peristiwa kekerasan yang menimbulkan rangkaian
peristiwa yang dilakukan oleh Geng Coker, seperti penyerbuan desa Soya dan tindak
kekerasan sebelumnya, tersebut tidak semata bersifat insidental. Semuanya, adalah
hal yang telah dirancang dan direncanakan. Pun, Komnas HAM diminta untuk turun
tangan dengan membentuk tim mengkaji konflik tersebut agar nantinya kasus ini
tidak berulang menjadi kasus kriminal biasa, seperti kasus Theys. Ini dikemukakan
oleh Ketua YLBHI Munarman, Rabu lalu. (rik)
Copyright © Sinar Harapan 2002
|