TEMPO, 23 Dec 2002 22:7:34 WIB
Nasional
Alex Manuputty Batal Membacakan Pembelaan
23 Dec 2002 22:7:34 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Ketua Front Kedaulatan Maluku (FKM), Alexander
Manuputty, dan Pemimpin Yudikatif, Samuel Waileruny alias Semmy, terdakwa
dalam kasus tuduhan makar, batal membacakan pembelaannya (pledoi). "Dalam
waktu yang sangat singkat, kami belum siap untuk menyampaikan pembelaan kami
di kesempatan ini. Untuk itu, kami minta waktu penundaan sekitar dua minggu
setelah tahun baru," kata Semmy, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta
Utara, Senin (23/12).
Penasehat hukum terdakwa, Sahara Pangaribuan, menegaskan hal yang sama.
Menurut dia, waktu yang diberikan majelis hakim sejak hari Kamis (19/12) untuk
menyusun pembelaan terlalu singkat. "Secara logika, perkara ini bukan hanya
melibatkan satu-dua orang saksi, tetapi menyangkut banyak bukti dan saksi yang
harus kita cermati," kata dia. Oleh karena itu, pihaknya minta kepada majelis hakim
agar diberikan waktu selama dua minggu setelah tahun baru untuk menyusun pledoi
tersebut.
Tapi, majelis hakim yang diketuai I Wayan Padang menolak permintaan tersebut.
"Mengenai permintaan terdakwa dua dan penasehat hukum, majelis tidak bisa
memenuhi perpanjangan waktu selama dua minggu. Kami hanya bisa memberikan
waktu sampai tanggal 27 Desember 2002," tegasnya.
Ditambahkan Alex Manuputty, di dalam pledoi yang disusun bukan hanya analisa
jaksa penuntut umum ataupun keterangan saksi. "Kami juga harus mengangkat
penderitaan masyarakat Maluku di depan peradilan, dan itu memerlukan waktu yang
cukup," katanya.
Lalu, dia mengungkapkan keraguan tentang objektivitas dalam persidangan terhadap
dirinya dan Semmy. "Saya teringat bahwa Ja'far Umar Thalib yang bebas di luar bisa
diberikan waktu selama tiga minggu oleh majelis hakim (PN Jaksel). Bagaimana
dengan kami yang terbelenggu di dalam dengan waktu yang sangat pendek. Apalagi,
waktu-waktu yang diberikan majelis hakim masih dalam bagian Natal dan Tahun
Baru. Kami minta dengan hormat supaya objektivitas dalam persidangan tetap
dijaga," paparnya, dengan nada tinggi.
Semmy kembali menambahkan bahwa mereka berdua sudah membuat laporan ke
pihak kepolisian sehubungan dengan masa penahanan mereka yang sudah habis.
"Tapi, tanpa surat perintah penahanan," katanya. Pihak-pihak yang dilaporkan adalah
hakim ketua I Wayan Padang, jaksa penuntut umum Herman Koedoeboen, kepala
rumah tahanan Mabes Polri, dan juga panitera pengadilan Tinggi Maluku.
Dengan nada tinggi pula, Wayan menegaskan bahwa majelis hakim dalam
memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara ini sama sekali tidak memiliki
kepentingan apapun baik langsung maupun tidak langsung. "Majelis hakim hanya
menjalankan tugas negara. Soal mau dilaporkan kepada siapapun, majelis siap dalam
rangka menjalankan tugas negara," katanya, menantang.
Tentang permintaan terdakwa untuk diberi waktu dua minggu, sambil mengetuk palu,
majelis tetap bersikeras bahwa pembacaaan pledoi terdakwa dan penasehat hukum
ditetapkan pada hari Jumat tanggal 27 Desember 2002.
Usai persidangan, puluhan pendukung Alex dan Semmy langsung berteriak 'Mena
Muria' sebagai salam yang biasa mereka gunakan sesama mereka. Alex dan Semmy
pun menyambutnya dengan bersemangat.
Sementara itu, Sahara menjelaskan bahwa pihaknya masih mempertanyakan
keberadaan mejlis hakim yang dipimpin I Wayan Padang. Sebab, sebelumnya
pihaknya sudah mengajukan hak ingkar dan mengajukan keberatan serta menolak
untuk diadili oleh majelis hakim perkara pidana yang diketuai oleh I Wayan Padang
Pudjawan, Henry Silaen dan Necodemus masing-masing sebagai anggota. "Tapi,
mereka tidak menyampaikan bukti apapun tentang jawaban atas hak ingkar tersebut,"
ujar dia.
Ketika ditanya apakah pada persidangan selanjutnya tanggal 27 Desember pihaknya
tidak akan menyusun pembelaan, Sahara mengatakan akan berdiskusi dulu dengan
klien dan tim penasehat hukum. "Kalau dipaksakan kan tidak baik. Kami akan buat
pembelaan yang semaksimal mungkin," kata dia.
Ketika ditanya lagi apakah penolakan pembacaan pledoi pada hari ini sebagai upaya
memperlambat jalannya persidangan sampai habis masa penahanan terdakwa, dia
membantah. "Apakah untuk membuktikan kebenaran kita takut dengan waktu.
Apakah karena waktu kebenaran itu dikesampingkan," ujar dia.
Mengenai kemungkinan hakim tetap memaksakan mengambil putusan meski
pihaknya tidak menyampaikan pembelaan, Sahara mengatakan hal itu tidak masuk
akal. "Tambah parah lagi, dia memaksakan kebenaran oleh karena waktu," ujarnya.
(Sam Cahyadi-Tempo News Room)
Copyright @ tempointeraktif
|