Elsham News Service, 17 November 2004
Konferensi Pers Bersama, ELSHAM Papua, LBH Papua, Kontras Papua,
Dewan Adat Papua, Gereja, dan Mahasiswa
Hentikan Upaya Pemberlakuan Darurat Sipil dan Militer di Papua
"SOS: SBY lambat bertindak korban di Mulia, Puncak Jaya terus
berjatuhan"
Pengantar
Perkembangan situasi sosial politik dan keamanan di Papua pada tiga bulan terakhir
ini semakin tidak stabil. Sejumlah issue provokatif yang disebarkan oleh
kelompok-kelompok yang ingin mengacaukan Papua sudah beredar di masyarakat.
Terutama issue akan dilakukan pembunuhan terhadap aktivis politik (PDP), teror dan
intimidasi terhadap aktivis HAM seperti; John Rumbiak (Ketua Hubungan Internasional
ELSHAM Papua di Luar Negeri), melalui selebaran yang dikeluarkan oleh kelompok
peduli Papua di Manokwari dan Wamena yang menyebut John Rumbiak sebagai
provokator TPN/OPM, Luis Madai (Koordinator Pos Kontak ELSHAM Wamena) diikuti
oleh peristiwa yang sama terhadap relawan Elsham di Nabire dan Fakfak. Seluruh
issue Papua Merdeka pada Maret 2005 tersebut diatas seakan-akan disebarkan
dengan tujuan, memancing emosi rakyat Papua untuk melakukan konflik, baik konflik
vertikal maupun horizontal.
Situasi ini dipertajam oleh operasi pasukan khusus (Kopassus) yang mencoba
menyusup ke kampung Guragi, Kabupaten Puncak Jaya pada (17/8) untuk mencari
Goliat Tabuni. Dalam perjalanan ke Guragi, beberapa anggota kopassus ditembaki
oleh kelompok tidak di kenal (bukan kelompok Goliat Tabuni). Dalam kontak senjata
itu seorang anggota kopassus menderita luka ringan. Peristiwa itu terjadi pada saat
upacara 17 Agustus, pukul 09.00.WP.
Kontak senjata antara kelompok tak dikenal dengan kopassus mengundang TNI
untuk melakukan operasi militer sejak bulan Agustus hingga sekarang. Operasi
tersebut mengakibatkan sekitar 5000 orang yang terdiri dari 27 kampung mengungsi,
15 orang diantaranya 13 anak-anak meninggal dunia dan 2 orang dewasa hilang.
Selain itu seorang Pendeta meninggal tertembak TNI, 1 orang anggota polisi tewas
dan 2 (dua) orang pejabat korban luka berat termasuk sejumlah rumah penduduk dan
kebun dibakar habis oleh TNI dan ratusan ternak piaraan masyarakat di tembak mati.
Diperkirakan 3 miliar rupiah dari dana Otonomi khusus dikeluarkan oleh Pemda
Puncak Jaya untuk mendukung operasi militer yang sedang berlangusung. Sumber
terpercaya dari Pemda mengungkapkan bahwa kalau operasi itu terus dijalankan
biaya operasional terus akan bertambah, maka diperkirakan para pegawai negeri sipil
di Puncak Jaya tidak akan menerima gaji selama dua bulan ke depan.
Hingga saat ini operasi penyisiran masih berlangsung dan korban terus bertambah
sementara Tim Investigasi dan Kemanusiaan tidak masuk di daerah yang sedang
bergolak termasuk akses pihak gereja dan bantuan kemanusiaan tidak masuk akan
mengakibatkan krisis kemanusiaan akan meningkat daerah itu.
Fakta Kasus
17 Agustus, Terjadi kontak senjata antara kelompok tak dikenal dengan Kopassus
yang mengakibatkan satu anggota Kopassus mengalami luka ringan.
14 September, Pasukan kopassus menangkap dan menembak pendeta Elisa Tabuni
dan anaknya dalam keadaan tangan terikat, tetapi anaknya berhasil melarikan diri
dalam keadaan tangan terikat. (Anaknya pendeta menjadi saksi hidup pembunuhan
ayahnya).
12 Oktober, Penembakan atau pembunuhan terhadap 6 orang non Papua yang
bekerja sebagai sopir mobil Hartop di jalan Trans Wamena, Mulia. Sedang Kelompok
atau pelaku pembunuh 6 orang non Papua ini masih menjadi misteri bagi rakyat
disana. Sementara militer menuding Goliat Tabuni
17 Oktober, pasukan melancarkan operasi dari darat dan udara terhadap penduduk
sipil. Helikopter TNI menembak dan meluncurkan boom-boom ke perkampungan
penduduk sipil sementara acara makan bersama sedang berlangsung. Tetapi om-bom
dan peluru yang diluncurkan helikopter TNI tidak meledak. Aksi boom membabi buta
itu menyebabkan perkampungan di 27 Gedung Gereja, atau 27 jemaat terpaksa lari
ke hutan-hutan untuk bersembunyi dan menyelamatkan diri sejak peristiwa tanggal 17
Agustus 2004.
12 November, Kelompok tak dikenal menghadang Tim Kemanusiaan yang
mendistribusi bantuan bahan makanan [bama] dan obat-obatan di sekitar distrik Mulia
dan distrik Ilu pada pukul 16. 00 WP yang mengakibatkan 2 [dua] pejabat pemerintah
diantaranya Yuni Wonda [31 tahun] Kepala Keuangan Kabupaten Puncak Jaya dan
Rahel Elaby [28 tahun] Kepala Distrik Mulia korban luka berat dan Yance Kirimay
[anggota Polisi/driver] korban meninggal serta 8 orang lainnya korban luka ringan.
Berdasarkan fakta kasus di atas, maka kami ELSHAM Papua, LBH Papua, Kontras
Papua, Dewan Adat Papua, Gereja-gereja di Papua dan Mahasiswa,
1. Meminta dan mendesak pihak TNI/Polri untuk segera menarik pasukan Organik
dan Non-Organik dari Puncak Jaya.
2. Mendesak pihak TNI/Polri untuk segera menghentikan operasi militer dan berbagai
upaya rekayasa dan provokatif di wilayah Kabupaten Puncak Jaya.
3. Meminta dengan tegas kepada kelompok tak dikenal untuk segera menghentikan
berbagai upaya rekayasa melalui kontak senjata, pembunuhan dan pembantaian
terhadap warga sipil tak bersalah.
4. Meminta dan mendesak pemerintah Provinsi Papua, DPRD Provinsi papua,
pemerintah Kabupaten Puncak Jaya dan DPRD Kabupaten Puncak Jaya untuk
segera menghentikan berbagai dukungan terhadap diberlakukannya operasi militer di
wilayah Kabupaten Puncak Jaya dan segera menghentikan penggunaan dana OTSUS
untuk kepentingan operasi militer di Puncak Jaya.
5. Meminta dan mendesak KOMNAS HAM untuk segera menurunkan Tim Investigasi
Independen ke Mulia, Kabupaten Puncak Jaya dan menindak-lanjutinya dengan
membentuk KPP HAM Mulia, berkaitan dengan dugaan terjadinya pelanggaran HAM
berat pada kasus Mulia.
6. Meminta dan mendesak TNI/Polri, Pemerintah Provinsi Papua, DPRD Provinsi
Papua, Pemerintah Kabupaten Puncak Jaya dan DPRD Kabupaten Puncak Jaya
untuk segera membuka akses bagi terbukanya isolasi di wilayah Mulia, Puncak Jaya
bagi kunjungan Tim Bantuan Kemanusiaan untuk para Pengungsi dan Tim investigasi
Gabungan dari DPRD Provinsi Papua, LSM, Mahasiswa dan Gereja.
7. Meminta dan mendesak pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono
untuk segera memerintahkan penarikan pasukan dari seluruh wilayah Kabupaten
Puncak Jaya dan secara konsisten sebagaimana komitmennya untuk penyelesaian
masalah Papua secara damai dengan membuka ruang dialog damai bersama rakyat
Papua.
8. Meminta dan mendesak semua pihak yang simpatik terhadap pekerjaan
kemanusiaan untuk segera mengupayakan bantuan kemanusiaan dalam rangka
menolong keberadaan ribuan para pengungsi di Kabupaten Puncak Jaya.
Demikian Press Release bersama ini kami buat dengan sesungguhnya.
Jayapura, 17 November 2004
Hormat kami,
Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (ELSHAM) Papua
Drs. Aloysius Renwarin, SH
Ketua BPH
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua
Paskalis Letsoin, SH
Direktur
KONTRAS Papua,
Pieter Ell, SH
Koordinator
Dewan Adat Papua
Sefnath T. Ohei
Kepala Pemerintah Adat
Badan Pekerja Am Sinode Gereja Kristen Injili di Tanah Papua
Pdt. Herman Awom, STh
Wakil Ketua
Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua
Socratez Sofyan Yoman, MA
Ketua
Gereja Kemah Injil Indonesia Wilayah Papua
Pdt. Dr. Benny Giay
Koordinator Biro HAM dan Keadilan
Gereja Injili di Indonesia wilayah Papua
Pdt. Lipius Biniluk, STh
Ketua
Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se-Indonesia (AMPTPI)
Markus Haluk
Wakil Sekjen
*** ELSHAM NEWS SERVICE adalah suatu bagian pelayanan informasi reguler
tentang situasi sosial politik dan implikasinya terhadap HAM dan demokrasi di
Papua. ELSHAM NEWS SERVICE menyebarkan secara rutin laporan-laporan
investigative aktual yang diperoleh secara langsung dari jaringan ELSHAM yang
tersebar di seluruh pelosok Papua, nasional dan internasional. ELSHAM adalah
lembaga HAM yang berdiri 5 Mei 1998 bekerja untuk mengakhiri militerisme,
kekerasan dan impunitas serta melakukan pendidikan HAM dan demokrasi bagi
masyarakat Papua. Bagi anda yang ingin berlangganan silahkan kirimkan
permohonan dengan menyertakan identitas yang jelas ke
elshamnewsservice@jayapura.wasantara.net.id
|