The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

KOMPAS


KOMPAS, Selasa, 07 Desember 2004

Fasilitator Konflik Siap Diterjunkan di 7 Wilayah Konflik

Jakarta, Kompas - Institut Titian Perdamaian menyiapkan 24 fasilitator yang telah dididik selama setahun, baik di kelas maupun lapangan, untuk mengatasi konflik yang terjadi di tujuh wilayah konflik. Para fasilitator ini dibekali pendidikan resolusi konflik dan mereka dapat menyumbangkan tenaga dan pikiran dalam upaya mencegah serta menangani konflik yang terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.

Para fasilitator ini dididik Institut Titian Perdamaian yang bekerja sama dengan New Zealand Aid (NZAid). Pendidikan ditutup dengan tema "Indonesia yang plural tapi damai: penutupan pendidikan fasilitator perdamaian tujuh wilayah konflik berbasis komunitas untuk pencegahan dan penanganan konflik secara cepat" di Gedung Joeang, Jakarta, Senin (6/12). Institut Titian Perdamaian sebelumnya dikenal dengan Gerakan Baku Bae. Lembaga ini berdiri ketika konflik terjadi di Maluku, banyak pihak yang terlibat. Pada saat gerakan Baku Bae digulirkan, banyak pihak yang menanggapi secara positif.

Tak punya kapasitas

Ichsan Malik, Direktur Institut Titian Perdamaian, mengatakan, "Kita tidak memiliki kapasitas untuk mengatasi konflik. Jadi begitu ada konflik, masyarakat lalu menjadi cemas dan tidak tahu harus berbuat apa. Konflik Poso dan Maluku memang konflik yang lain, penanganan konflik tersebut baru bisa dilakukan dengan cara membangun komunitas. Para korban konflik dididik menolong dirinya sendiri agar keluar dari konflik dan mengenali hal yang membuat konflik terjadi."

Dalam acara tersebut juga diputar film pertikaian di Maluku. Di dalam film tersebut, konflik Maluku disebut terjadi dalam tiga episode, episode pertama adalah episode 19 Januari 1999, di mana terjadi distorsi informasi dan melemahnya peran masyarakat. Pada episode pertama, nuansa etnis terasa. Episode kedua terjadi Juni 1999, di mana pertentangan agama sangat kuat. Maluku sudah hancur dan luluh lantak. Episode ketiga, isu yang digulirkan adalah separatisme dan munculnya kelompok dari luar.

Psikolog Sarlito Wirawan mengatakan, persoalan Maluku berpusat di Ambon. Dan awal konflik tersebut bukan bermula dari dua preman, melainkan sudah terjadi sejak tahun 1970-an dengan keluarnya UU Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, di mana pemerintah pusat mengganti posisi dan peran raja dengan camat dan lurah. "Ketika konflik meletus, orang bertanya di mana kebudayaan pela gandong. Padahal pela gandong sudah tidak ada, tinggal teori, karena raja sudah tidak lagi punya peran dan kekuasaan, ia digantikan camat," katanya. (VIN)

Copyright © 2002 Harian KOMPAS
 


Copyright © 1999-2002 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/koedamati
Send your comments to alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044