KOMPAS, Selasa, 19 Oktober 2004
Aralle Kembali Rusuh
Makassar, Kompas - Setelah reda sehari, konflik di Kecamatan Aralle, Kabupaten
Mamasa, Sulawesi Barat, kembali terjadi, Senin (18/10) sekitar pukul 10.00 Wita.
Dua orang dilaporkan mengalami luka bacok dan puluhan warga terpaksa mengungsi.
Saat ini warga yang mengungsi di Mambi diperkirakan mencapai 1.300 orang.
Menurut Ahmad Appa, Camat Mambi (versi Polewali Mamasa/Polmas), korban tewas
adalah penduduk Desa Mambi, Kecamatan Mambi, tetapi belum diketahui
identitasnya. Warga yang mengungsi ditempatkan di gedung-gedung sekolah dan
rumah-rumah penduduk. Ada 1.000 pengungsi di Desa Mambi dan 620 orang di
Kelurahan Palippuki. Saat ini aktivitas ekonomi di Aralle dan Mambi lumpuh total.
Tidak ada lagi penduduk yang pergi ke sawah. Semuanya ketakutan. "Situasi masih
sangat mencekam," kata Ahmad Appa.
Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan (Sulsel) Inspektur Jenderal Saleh
Saaf mengatakan, peristiwa itu terjadi akibat adanya serangan sekitar 300 orang yang
pro-Mamasa ke Desa Raleana, Kecamatan Aralle, sekitar 450 kilometer dari
Makassar. Ratusan warga menyerang menggunakan parang, tombak, dan senjata api
rakitan (papporo).
Menghadapi serangan itu, sebagian warga Desa Raleana berusaha melawan.
Sebagian lainnya, khususnya perempuan dan anak-anak, langsung mengungsi.
Raleana adalah sebuah desa kecil dengan penduduk sekitar 20 keluarga.
Menurut Saleh Saaf, tidak ada korban jiwa maupun pembakaran rumah atau
bangunan lainnya dalam bentrokan kemarin. "Hanya ada dua orang korban luka
bacok, penduduk Desa Raleana yang mempertahankan desanya. Saat ini kedua
korban tengah dievakuasi (dibawa turun gunung)," katanya.
Namun, di sekitar Kecamatan Aralle, Tabulahan, dan Mambi (ATM) beredar informasi
yang mengatakan terdapat satu-dua korban jiwa. "Saya mendengar ada korban jiwa,
tetapi saya belum mengecek kebenarannya," kata Ahmad Appa. Ia mengatakan,
pusat lokasi penyerangan sebenarnya di Desa Luhailanu, Kecamatan Aralle.
Bupati Polmas Ali Baal Masdar mengatakan, penyerangan kemarin pagi itu cepat
ditangani oleh aparat kepolisian. "Situasinya sudah terkendali dan tidak ada lagi
kerusuhan seperti hari sebelumnya. Hanya saja, ada satu wilayah orang- orang kontra
di kawasan Aralle Utara yang terkepung. Orang- orang pro-Mamasa memaksa warga
itu tanda tangan (menyatakan) bersedia masuk wilayah Mamasa, tetapi mereka tidak
mau," kata Ali Baal.
Untuk membantu korban yang luka dan warga di pengungsian, Pemerintah Kabupaten
Polmas turun tangan. "Kami sudah menurunkan bantuan untuk menolong mereka
berupa pangan maupun medis," katanya.
Kecamatan ATM merupakan daerah titik konflik. Masyarakatnya terbelah. Ada yang
pro- Mamasa dan ada yang pro-Polmas (kontra). Konflik di wilayah itu hampir tidak
ada penyelesaian beberapa tahun terakhir sejak berlakunya Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2002 yang menetapkan Mamasa menjadi kabupaten terpisah dari Polmas.
Penyerangan massa pro-Mamasa ke Desa Raleana, kata Kepala Polda, di luar
perhitungan aparat kepolisian. Setelah kerusuhan di Aralle Sabtu lalu, aparat
kepolisian sudah menguasai situasi. Keamanan diperketat dengan menjaga sembilan
titik yang dianggap dapat dijadikan tempat penyerangan oleh massa pro-Mamasa.
"Desa Raleana di luar perhitungan. Lokasinya di atas gunung dan hanya dapat
ditempuh dengan jalan kaki selama tiga jam dari Aralle," kata Saleh Saaf.
Ia menambahkan, beberapa jam sebelum penyerangan tersebut terjadi, satuan
Brigade Mobil (Brimob) sebenarnya sudah menuju Raleana. Sayangnya, sebelum tiba
di lokasi, penyerangan sudah terjadi. Setiba di lokasi, aparat kepolisian langsung
diserang massa pro- Mamasa, yang menggunakan senjata api rakitan. Namun, dalam
waktu kurang dari satu jam atau sekitar pukul 11.00 Wita, Desa Raleana dapat
dikuasai aparat.
Masuk hutan
Setelah melakukan penyerangan selama lebih kurang satu jam dan dihalau petugas
kepolisian, ratusan warga proMamasa melarikan diri ke hutan. Diduga, massa itu
akan bergabung dengan 12 orang yang diduga kuat sebagai provokator (Andi Jalilu cs)
konflik Aralle, yang saat ini bersembunyi di hutan.
Menurut Saleh, sejak Sabtu lalu polisi melokalisasi tempat persembunyian 12
provokator tersebut. Pengepungan akan dilakukan sampai mereka menyerahkan diri
karena kehabisan logistik.
Upaya menangkap provokator dan pengamanan lokasi rawan konflik juga dilakukan
dengan menambah personel kepolisian satu peleton (sekitar 30 personel) dari satuan
Brimob. Sebelumnya, personel kepolisian yang sudah dikerahkan di ATM sebanyak
265 orang.
Untuk pendukung sarana transportasi aparat kepolisian, Polda Sulsel akan
menambah 10 motor trail ke ATM sehingga menjadi 20 unit. "Trail adalah sarana
transportasi satu-satunya yang bisa digunakan di Raleana," kata Saleh Saaf.
Upaya mengungkap kerusuhan Aralle juga terus dilakukan dengan memeriksa
saksi-saksi. Sampai saat ini telah diperiksa 19 orang saksi.
Untuk merehabilitasi rumah penduduk yang rusak akibat kerusuhan Aralle Sabtu lalu,
Saleh Saaf telah berkoordinasi dengan caretaker Gubernur Sulawesi Barat, Oentarto
Sindung Mawardi. Menurut dia, Oentarto berjanji dan sudah memerintahkan Bupati
Polmas dan Mamasa segera merehabilitasi rumah penduduk yang rusak.
Berdasarkan catatan kepolisian, kerusuhan di Aralle mengakibatkan 25 rumah
penduduk dan satu rumah ibadah hangus terbakar serta satu pos polisi dirusak
massa. Namun, menurut catatan Camat Ahmad Appa, 32 rumah dan 19 lumbung
padi hangus. (REI/MZW/SSD)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|