KOMPAS, Senin, 29 November 2004
Dr Azahari Diyakini Masih Membawa Potasium
Jakarta, Kompas - Dr Azahari, buronan kasus terorisme polisi, dalam pelariannya
diyakini masih membawa potasium klorat, bahan kimia yang berfungsi sebagai
komponen pengoksidasi dalam pembuatan bom. Hal tersebut terungkap dari hasil
pemeriksaan terhadap Rois alias Iwan Darmawan alias Hendi alias Agam, sejak ia
ditangkap aparat kepolisian pada 5 November lalu di Darmaga, Bogor, Jawa Barat.
Demikian dikemukakan sejumlah perwira Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Polri), Minggu (28/11) di Jakarta.
Dalam pemeriksaan, Rois diketahui sebagai orang yang memiliki hubungan sangat
dekat dengan Azahari dan Noordin M Top (keduanya warga negara Malaysia). Rois
juga diyakini sebagai orang yang menyembunyikan Azahari dan Noordin M Top
selama ini.
Dalam kasus peledakan bom di depan Kantor Kedutaan Besar (Kedubes) Australia di
kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, pada 9 September lalu, misalnya, terungkap
bahwa Rois diduga kuat berperan dalam merencanakan dan menyiapkan tempat
persembunyian Azahari dan Noordin M Top pascapeledakan bom tersebut. Dia juga
berperan dalam menyiapkan rumah yang digunakan untuk perakitan bom.
Tidak hanya itu, Rois juga diduga kuat berperan dalam perekrutan anggota kelompok
baru, seperti kelompok tujuh yang berada di Kebon Pedes, Sukabumi, Jawa Barat;
melatih para anggota baru dengan latihan perang ala militer; menyiapkan mobil boks
(yang digunakan untuk peledakan bom) dan peralatan bom; serta mencari tempat
pelarian bagi Azahari, Noodin M Top, dan para anggota lainnya pascapeledakan bom
Kuningan.
Di Vientiane, Laos, Kepala Polri Jenderal (Pol) Da'i Bachtiar menyatakan, upaya
penangkapan Dr Azahari dan Noordin M Top beserta komplotannya masih belum
membuahkan hasil karena ada saja pihak-pihak di dalam negeri yang secara
langsung maupun tidak langsung membantu pelarian mereka. Dalam soal pendanaan
juga diperoleh keterangan bahwa mereka menerima dana itu dari dalam dan luar
negeri.
"Karena itu, kami akan memperbanyak lagi foto-foto tersangka teroris itu dan
mengedarkannya ke segenap wilayah untuk semakin mempersempit ruang gerak
mereka," kata Da'i kepada wartawan Kompas Rakaryan Sukarjaputra di sela-sela
kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rangka Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) Ke-10 ASEAN, Minggu.
Menurut Da'i, Azahari dan kawan-kawan masih mendapatkan banyak peluang untuk
melarikan diri karena masih ada saja warga Indonesia yang membantu
menyembunyikannya.
"Masih juga ada peluang, misalnya memiliki identitas diri, baik berupa KTP (kartu
tanda penduduk) atau surat keterangan lainnya. Sudah kami ingatkan soal (rumah)
kontrakan. Sebenarnya sejak kontrakan di Kebon Kembang, Bandung, kami ingatkan,
karena dia di sana mengontrak tidak dengan ditanya apa-apa, dia hanya bayar. Jadi
banyak peluang bagi yang bersangkutan untuk bersembunyi," paparnya.
Kemudian, lanjut Kepala Polri, mereka juga mempunyai jaringan yang cukup kuat dan
tata aturan di dalam kelompok yang sangat mereka taati.
Saat jajaran kepolisian sudah mengendus rumah kontrakan Azahari cs di Cengkareng
dan siap menangkap, kata Da'i mencontohkan, mereka rupanya berkomunikasi setiap
dua jam dengan berbagai cara. Dengan begitu, jika tidak ada jawaban dalam setiap
kontak itu, maka disimpulkan pihak yang dihubungi sedang dalam bahaya sehingga
mereka tidak pernah kembali lagi ke tempat kos tersebut.
Dari hasil penangkapan terhadap empat tersangka yang terkait langsung dengan
peledakan bom di kawasan Kuningan, Kepala Polri menjelaskan, diperoleh gambaran
bahwa komplotan tersebut telah merekrut anggota baru dengan kemampuan
membuat bom yang terbilang tidak lagi konvensional. Bom yang mereka buat,
sebagaimana bom yang diledakkan di Kuningan, sudah tergolong canggih.
"Yang kami khawatirkan, mereka sudah merekrut lebih banyak lagi orang dengan
kemampuan membuat bom seperti itu," ungkap Da'i Bachtiar sambil berharap
komplotan teroris itu tidak sempat melakukan perekrutan baru melalui pengejaran
yang terus intensif dilakukan.
Mengenai pendanaan, Da'i menjelaskan, menurut pengakuan para tersangka,
sekarang ini mereka menerima dana secara kontan, tidak lagi melalui transfer,
sehingga lebih sulit dilacak. Dalam contoh kasus Rois yang mendapatkan bantuan
dana dalam jumlah kecil dari sebuah perusahaan di Bandung, meskipun tidak
banyak, bantuan itu cukup untuk kegiatan operasional mereka.
"Kalau penyandang dana besar sih belum, tetapi kami kan sedang mendalami apa
hanya dari situ. Tetapi ada juga dana yang langsung ke Azahari. Mereka
mengatakan, dari orang per orang saja. Kami belum bisa membuktikan secara
konkret, tetapi dari pengakuan dia ada dana dari luar. Dia enggak menyebut siapa
namanya, tetapi kita kan bisa menduga pasti ada arahnya," papar Da'i.
Potasium klorat
Pengakuan Rois bahwa Azahari saat dihentikan polisi lalu lintas, beberapa waktu lalu
di Lampung, membawa potasium klorat juga terekam dalam video hasil pemeriksaan
polisi.
Pernyataan itu mengingatkan kembali bahwa polisi pernah menemukan serbuk
potasium klorat atau kalium klorat (KCl) tercecer ketika terjadi peledakan bom di
depan Kedubes Australia di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Namun, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Suyitno Landung
menyatakan belum mendapat informasi mengenai bahan peledak yang dibawa
Azahari dalam pelariannya. "Saya tidak tahu, tetapi harus tetap waspada karena yang
bersangkutan ahli merakit bom," katanya.
Potasium klorat adalah bahan oksidator yang memiliki sifat relatif kuat. Oksidator ini
diproduksi antara lain untuk industri kembang api, korek api, peledak, dan antiseptik.
Potasium klorat memang sering digunakan sebagai komponen pengoksidasi dalam
peledak berdaya ledak rendah. Apabila dalam jumlah besar, daya ledaknya bisa
besar.
Dalam rapat kerja Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan Kepala Polri
pekan lalu, Da'i juga mengingatkan bahwa terorisme masih merupakan ancaman
serius menjelang dan selama perayaan Natal. (*/mas)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|