Media Indonesia, Selasa, 07 September 2004 14:14 WIB
Danlantamal VIII Ambon: Tidak Benar Pengungsi Ambon Diusir
AMBON--MIOL: Komandan Lantamal (Danlantamal) VIII Ambon, Laksanama Lili
Supramono mengatakan, tidak benar 14 KK pengungsi asal Kotaa Ambon yang
selama ini mengungsi di kompleksnya diusir keluar secara paksa.
"Kepada mereka kami tawarkan untuk pindah karena ini kompleks militer, tetapi kalau
mereka tidak mau itu bukan urusan saya lagi," katanya di Ambon, seusai mengikuti
upacara HUT Kota Ambon ke-429 yang berlangsung di lapangan Merdeka, Selasa.
Ia mengemukakan sudah menawari pengungsi untuk bergeser ke kompleks pasar di
kawasan itu karena ada tempat kosong. "Hanya itu yang diminta, bukan diusir seperti
yang mereka tuturkan".
Supramono juga menepis informasi yang menyebutkan bahwa pihak Lantamal VIII
tidak punya toleransi. "Sudah lima tahun kami mengurus pengungsi yang menempati
lokasi Lantamal sejak terjadi gelombang pengungsian akibat kerusuhan yang
melanda daerah ini berjumlah 40 000 KK," katanya.
Ia menekankan jangan saling menuduh, tetapi sama-sama berkoordinasi.
Tercatat sedikitnya 14 KK yang dikeluarkan dari kompleks Lantamal VIII Ambon dan
kini mengungsi masuk ke Kota Ambon dan menempati ruang komisi D DPRD Kota
Ambon sejak Sabtu (4/9), hingga hari ini.
HUT Ambon
Pesta rakyat diselenggarakan pada empat kawasan jalan dalam memeriahkan HUT
kota Ambon ke-429, Selasa siang, sehingga menjadi tontotan menarik, baik bagi
warga setempat maupun sejumlah wisman.
Wali Kota Ambon Jopi Papilaja, Wakil Wali Kota Syarif Hadler, Ketua DPRD Lucky
Wattimurry dan unsur muspida setempat mengunjungi empat lokasi pesta rakyat itu,
dan berbaur dengan masyarakat.
Di Jl AY Patty disuguhkan tarian poco-poco, di Jl AM Sangadji tarian salawat, Jl
Anthoni Rebhok tarian saureka-reka, serta di Jl Sultan Khairun tarian orlapei dan
katereji.
Suasana meriah ini pun memberikan kesempatan kepada pejabat maupun staf di
jajaran Pemkot Ambon untuk bersama masyarakat menampilkan kebolehan
menyanyi sehingga memberikan hiburan khusus bagi warga yang traumatik akibat
konflik berkepanjangan, sejak 19 Januari 1999.
Kondisi ini mencerminkan jalinan interaksi masyarakat secara alamiah yang tidak
ingin hidup lagi dalam suasana "terkotak-kotak" sesuai komunitas masing-masing.
Sejumlah warga yang ditemui, mengaku ingin hidup berdampingan dan damai, karena
kenyataan akibat dari kerusuhan hanyalah penderitaan berkepanjangan yang dialami.
Wali Kota Papilaja menilai, aspirasi masyarakat seperti ini terjadi karena mereka bisa
merasakan secara langsung suasana konflik. Karena itu ia menyambut baik atas
semakin tingginya kesadaran masyarakat untuk meningkatkan ketahanan lokal
sehingga tidak mudah terprovokasi. (Ant/O-1)
Copyright © 2003 Media Indonesia. All rights reserved.
|