Radio Nederland Wereldomroep, Rabu, 17 November 2004
Polri dan TNI Justru Harus Lucuti Senjata di Poso
Kepala-kepala desa di kabupaten Poso minta diberi izin memiliki senjata. Hal
tersebut disampaikannya kepada Kapolri, Panglima TNI dan Mendagri dalam sebuah
pertemuan di rumah dinas bupati Poso. Alasannya karena sudah ada 3 kepala desa
menjadi korban. Menurut Anto Sangaji, polisi dan TNI justru harus melucuti senjata
dan memotong peredaran amunisi. Demikan tegas koordinator Yayasan Tanah
Merdeka ini kepada Radio Nederland.
Anto Sangaji (AS): Ini sebetulnya cermin dari frustrasi di masyarakat. Masyarakat
frustrasi karena berbagai tindak kekerasan bersenjata yang terjadi di Poso selama ini
tidak bisa ditangani oleh polisi. Polisi tidak bisa antisipasi munculnya kekerasan
bersenjata, penembakan misterius, pemboman dan seterusnya itu. Sehingga
kepala-kepala desa sudah merasa tidak percaya dengan kemampuan polisi.
Nah, menurut saya pendapat kepala-kepala desa ini sebetulnya mencerminkan sikap
ketidak percayaan mereka terhadap kemampuan polisi dalam menangani kekerasan
Poso yang sudah bertahun-tahun.
Radio Nederland (RN): Ini berarti merupakan kritikan yang tidak langsung kepada
polisi sendiri ya?
AS: Saya kira mereka menyampaikan kritik dengan caranya sendiri untuk meminta
memiliki senjata api. Tapi menurut pesan yang disampaikan adalah mengapa polisi
tidak bisa memberikan jaminan keamanan kepada warga Poso sementara begitu
banyak pasukan sudah dikerahkan di sana. Tapi kekerasan tetap saja berlanjut
terjadi. Misalnya selama bulan puasa orang mati bergilir-gilir begitu. Ada penembakan
misterius, ada pembunuhan secara misterius. Dan kemarin lagi ada pemboman
secara misterius yang mematikan sekitar enam orang warga Poso itu. Sehari
menjelang lebaran.
RN: Bagaimana menurut anda sebaiknya polisi menyikap hal ini? Apakah harus
memberi izin memiliki senjata?
AS: Saya tidak setuju. Polisi jangan memberikan senjata kepada warga Poso,
apalagi kepada kepala-kepala desa. Bagaimana pun suatu problem yang dihadapi di
Poso adalah tanpa diminta pun oleh warga Poso, senjata-senjata api itu kan beredar
di tengah warga. Sebagian warga memiliki senjata api. Apakah itu senjata standar
tempur yang biasa dipakai oleh militer atau pun senjata rakitan.
Menurut saya yang paling dilakukan adalah aparat keamanan bisa mengontrol
peredaran senjata itu. Misalnya dengan memutus pemasok yanga masuk ke
tengah-tengah warga. Terus yang kedua berhubungan juga dengan amunisi. Amunisi
senjata apa terutama dengan produksi PT Pindad dan begitu banyak beredar di antara
warga. Dan aparat keamanan sama sekali nggak bisa ngontrol itu semua. Jadi bagi
saya ini lucu sebetulnya.
Jadi, bagi saya kembali lagi bahwa polisi harus menempatkan dirinya benar-benar
secara tegas bahwa mereka bisa menjamin rasa aman bagi warga Poso. Yang perlu
dilakukan polisi adalah bisa melucuti semua senjata yang beredar di tengah-tengah
warga dan kemudian memotong mata rantai peredaran senjata sampai ke tengah
warga sipil di Poso. Jadi tindakan yang paling tepat adalah memotong mata rantai
peredaran senjata itu langsung dari hulunya gitu. Langsung dari PT Pindad. Itu
langkah yang paling tepa menurut saya.
RN: Menurut anda itu siapa yang sebenarnya masih berkuasa, berwewenang
terhadap senjata itu? TNI maksudnya?
AS: Ya tentu saja. Karena PT Pindad miliknya TNI kan. Jadi mestinya polisi harus
tidak ragu-ragu untuk menginvestigasi institusi Pindadnya sendiri dan TNI dalam
kaitan dengan peredaran senjata ini. Terutama berkaitan dengan peluru amunisi yang
memang di lapangan banyak sekali fakta ymembuktikan bahwa peluru-peluru itu
bersumber dari PT Pindad. Kalau senjata api kan sumbernya macam-macam juga.
Ada yang bisa diselundupkan dari luar negeri segala macam. Yang yang jelas-jelas
terlihat dengan kasat mata di lapangan itu adalah amunisi buatan PT Pindad. Yang
misalnya kaliber 5,6 mm itu beredarnya seperti kacang goreng saja di Poso.
Terus kemudian yang lain menurut saya penting di Poso ini adalah harus ada
semacam otokritik sendiri dari pihak aparat keamanan, TNI dan Polri, berkaitan
dengan kekerasan yang berlanjut di Poso ini. Nah, selama ini kan setiap muncul
kekerasan, kita sepertinya sudah punya jawaban Polisi dan TNI bahwa ada kelompok
masyarakat yang masih menyimpan dendam dan seterusnya. Dan menurut saya,
pendekatannya harus dirubah. Setiap muncul kekerasan, mestinya aparat keamanan
yang bertugas di Poso, TNI maupun Polri, pimpinan-pimpinannya harus berani
bertanggung jawab. Jadi mereka harus benari mengambil alih tanggung jawab setiap
kali terjadi kekerasan. Mereka harus berani mengundurkan diri misalnya.
Demikian Anto Sangaji dari Yayasan Tanah Merdeka.
© Hak cipta 2004 Radio Nederland Wereldomroep
|