Republika, Sabtu, 04 Desember 2004
Bentrok Warga di Ambon Berlanjut
Laporan : kir
AMBON---Empat luka, 20 rumah dibakar. Bentrok antarkampung di Kecamatan
Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, daratan Pulau Ambon, yangg melibatkan warga
Dusun Mamua, Desa Hila dengan Desa Wakal, hingga Jumat (3/12) masih terus
berlanjut. Bentrokan susulan itu terjadi sekitar pukul 10.00 WIT.
Dalam lanjutan pertikaian kemarin, giliran warga Mamua yang dibantu beberapa
dusun di sekitarnya menyerang desa Wakal. Serangan terebut oleh warga disebutnya
sebagai aksi balasan atas aksi warga Desa Wakal yang menyerang dusun mereka
sehari sebelumnya.
Hingga bentrokan terakhir tersebut, konflik antar warga yang meletus sejak Kamis
(2/12) itu telah melukai empat orang, sementara rumah penduduk yang dibakar
mencapai 20 buah. Salah seorang warga dilaporkan terkena peluru, sedangkan tiga
lainnya luka-luka akibat kena sabetan pedang.
Kapolres Pulau Ambon dan Pp Lease AKBP. Leonidas Braksan MM, langsung turun
mengamankan Tempat Kejadian Perkata (TKP). Meski di dua kubu telah ditempatkan
aparat keamanan dari unsur TNI dan Polisi, namun insiden pembakaran dan
penyerangan masih terus berlanjut.
Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu, yang dikonfirmasi wartawan usai rapat pleno
VII DPRD Maluku, Jumat (3/12) membenarkan keberlanjutan bentrok tersebut. "Dalam
sidang saya terus menelepon Kapolda dan Pangdam, untuk segera memperhatikan
hal ini. Dan saya mintakan Bupati Maluku Tengah untuk segera menyelesaikan
masalah ini," kata Ralahalu.
Dirinya mengaku menyesalkan terjadinya bentrok itu. Alasannya selain konflik yang
melibatkan kampung bertetangga, bentrok tersebut juga dipicu dari
permasalahan-permasalahan sepele dan minuman keras. Ralahalu menilai, berbagai
insiden yang sering terjadi di Maluku akhir-akhir ini, selalu dipicu minuman keras
(miras). "Ini yang harus dibasmi, karena ini pemicu munculnya berbagai insiden di
daerah-daerah di Maluku," tandas Ralahalu.
Sementara itu Pangdam XVI Pattimura Mayjen TNI Syarifudin Sumah, yang
dikonfirmasi wartawan secara terpisah mengungkapkan, bentrok yang terjadi antara
Desa Wakal dan Desa Hila, seharusnya tidak terjadi jika masyarakat dari kedua desa
itu dapat menahan emosi. "Saya sudah sampaikan kepada gubernur, bagaimana
persoalan ini dapat segera kita selesaikan secara kekeluargaan," ungkapnya.
Pangdam menambahkan, bentrok yang terjadi di dua desa bertetangga itu,
merupakan akumulasi dari persoalan-persoalan lama yang pernah terjadi. "Namun ini
akan segera kita selesaikan, apakah ada permasalahan lama, atau ada benih-benih
dari persoalan sebelumnya," tambahnya. Pangdam menambahkan, soal pasukan
disana jika eskalasi semakin meningkat dan situasi lebih parah, maka Kodam XVI
Pattimura akan menurunkan personelnya, untuk memperkuat Polda Maluku. "Sampai
saat ini TNI hanya back up Polda, karena pasukan Polda sudah ada disana," ujarnya.
Menurutnya, langkah ke depan untuk mendamaikan dua warga kampung yang terlibat
bentrok adalah, mengundang para tokoh masyarakat, tokoh agama, untuk mencari
tahu apa permasalahan yang menyebabkan terjadinya insiden bakar-membakar.
Sementara Kapolda Maluku Brigjen Polisi Aditya Warman mengungkapkan,
bentrokan antardua desa telah disusupi oleh provokator. Alasanya, beberapa
penyerang menggunakan sebo (penutup wajah), dan ditemukan puluhan selongsong
peluru di lokasi bentrokan.
Untuk mencegah serangan balasan, Jumat kemarin telah ditambah lima peleton
Brimob dan dua regu Perintis. Ratusan aparat keamana itu di tempatkan pada
perbatasan kedua desa yang bertikai.
Jalur Darat Putus
Bentrokan masa antara warga Dusun Mamua, Desa Hila dengan Desa Wakal, sejak
Kamis (2/12) lalu, hingga kemarin telah memutuskan jalur transportasi darat, di
sekitar wilayah Jazirah Leihitu. Pantauan di lokasi di Desa Hila, Jumat (3/12)
menunjukkan, sejumlah masyarakat yang akan menuju kota Ambon dan tujuan
desa-desa sekitar pertikaian, tidak dapat melalui dengan angkutan darat. Sejumlah
jalan di barikade, dan dipasang pagar betis di Desa Wakal.
Warga yang akan bepergian keluar wilayah Jazirah Leihitu harus naik angkutan laut,
di dermaga pelabuhan negeri Hitu. Sebagian masyarakat Dusun Mamua dan
dusun-dusun sekitarnya mengeluh, karena harus melewati beberapa bukit untuk
sampai ke pelabuhan Hitu.
© 2004 Hak Cipta oleh Republika Online.
|