SINAR HARAPAN, Senin, 06 September 2004
Tragedi demi Tragedi
Pemberontakan PKI Madiun (1948)
Peristiwa Madiun merupakan rembetan kejadian di Solo, Jateng. Kaum
high-intelectual PKI di Solo diculik dan dibunuh oleh militer secara
sembunyi-sembunyi, sementara di Madiun sendiri terjadi arogansi AD terhadap AURI.
Waktu itu AURI banyak yang menjadi simpatisan PKI. Akhirnya, terjadilah
gontok-gontokan antara kedua instansi. Sementara itu menurut versi pemerintah,
peristiwa ini dipicu adanya keinginan Muso, tokoh sentral PKI Madiun, dan
kawan-kawannya untuk merapkan paham komunis di Indonesia. Kejadian ini
membuat lebih dari 50 tahanan terkemuka komunis dibunuh oleh tentara Indonesia
dan sekitar 8.000 pengikut dan simpatisan PKI ditangkap dan dibunuh.
Republik Maluku Selatan (1950-sekarang)
Republik Maluku Selatan (RMS) diproklamasikan tanggal 29 April 1950 oleh
orang-orang bekas prajurit KNIL dan pro-Belanda (di antaranya Chr. Soumokil, Ir. J.A.
Manusama dan J.H. Manuhutu), dengan presiden Dr. Chr. R. S. Soumokil -mantan
jaksa agung Negara Indonesia Timur. RMS bertujuan menjadi negara sendiri lepas
dari Negara Indonesia Timur. Pemerintah Pusat yang mencoba menyelesaikan secara
damai, mengirim tim yang diketuai Dr. Leimena. Proklamasi RMS ini masih
diperingati sampai sekarang. Terakhir peringatan HUT RMS tahun 2004 di Kudamati
mengakibatkan kerusuhan antar-etnis yang menelan korban jiwa sekitar 16 orang,
puluhan luka, dan banyak rumah dibakar.
DI/TII Kahar Muzakar (1952-1965)
Dipicu dari perselisihan tentang status militer dan tuntutan keadilan karena gerilyawan
Sulsel yang ikut perang kemerdekaan tidak diterima masuk ke dalam TNI karena
dianggap tidak memenuhi syarat. Korban yang ditimbulkan mencapai 9.321 orang dari
pemerintah pusat meninggal, 3.944 hilang di pihak pemerintah pusat dan 22.174
tewas di pihak pemberontak.
PRRI Permesta (1958)
Kejadian ini timbul akibat perombakan organisasi dan pencabutan tingkat komando
Sumual di T-VII Wirabuana oleh Kasad Nasution. Peristiwa ini memakan korban
10.150 orang dari pihak RI tewas (2.499 prajurit, 956 anggota OPR atau hansip, 274
polisi dan 5.592 penduduk sipil). Sedangkan di pihak PRRI/Permesta, 22.174 yang
tewas.
Gerakan 30 September 1965
Menurut versi pemerintah Orde Baru, peristiwa ini bermula dari adanya gerakan untuk
mengganti dasar Negara Pancasila yang dipimpin oleh D.N. Aidit dengan cara
menculik 7 perwira TNI AD. Sementara itu, beberapa kalangan PKI menyebut
peristiwa ini sebagai kudeta TNI AD untuk menggulingkan Presiden Soekarno.
Peristiwa berdarah terbesar dalam sejarah Indonesia ini menyebabkan tak kurang dari
500.000 dari 1 juta anggota dan pendukung PKI tewas dibunuh. Sementara puluhan
ribu lainnya dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi tanpa perlawanan. Ribuan
anggota masyarakat yang berseberangan dengan PKI juga ikut tewas dibunuh.
Organisasi Papua Merdeka (OPM), 1969-1980
Menurut analisis Elsham masalah mendasar penyebab konflik di Papua adalah
sejarah proses integrasi Papua ke dalam Republik Indonesia melalui Pepera 1969
yang oleh bangsa Papua, akademisi, dan pejabat-pejabat UN sendiri dinilai menyalahi
standar-standar internasional sebuah proses penentuan nasib sendiri; militerisme dan
budaya kekebalan hukum yang terjadi dalam bentuk operasi-operasi militer. Korban
lebih kurang 100 ribu orang Papua dibantai
Kerusuhan Tanjung Priok (1984)
Dipicu dari khotbah Amir Bikki yang meminta keempat rekannya dibebaskan dari
tahanan Makodim 0502 Jakarta Utara. Kejadian yang terjadi tanggal 12 September
1984 tengah malam. Kejadian ini menelan korban 54 tewas dan puluhan luka-luka.
Saat ini kasusnya telah diputus oleh pengadilan HAM ad hoc Jakarta Pusat
Daerah Operasi Militer di Aceh (1989-1999)
Untuk meredam pemberontakan yang dilakukan oleh Aceh Merdeka (AM) yang
dipimpin oleh Hassan Tiro, pemerintah melakukan operasi intelijen yang dikenal
dengan operasi sandi Jaring Merah. Operasi ini telah mengakibatkan jatuh korban
ribuan tewas, ribuan perempuan diperkosa dan meninggalkan janda-janda serta
anak-anak yatim.
Peristiwa Lampung (1989)
Peristiwa ini terjadi di Cihedeung, Dukuh Talangsari III, Desa Rajabasa Lama Kec.
Way Jepara Lampung Tengah pada 7 Februari 1989. Kasus pembantaian ini bermula
ketika Danramil 41121 Way Jepara Kapten Soetiman menerima sepucuk surat dari
Camat Zulkifli Maliki. Isinya, di Dukuh Cihedeungada dilakukan kegiatan
mencurigakan dengan kedok pengajian. Laporan dari Kepala Dusun Cihideung,
Sukidi, itu kemudian dijadikan oleh Soetiman untuk memanggil tokoh pengajian itu
yang bernama Anwar. Karena tak diindahkan, empat peleton tentara dan 40 anggota
Brimob melakukan serangan fajar di pimpin langsung oleh Komandan Korem 043
Garuda Hitam. Versi lain mengatakan, peristiwa lampung sendiri meletus setelah
tentara merasa gerah dengan gerakan Warsidi di pesantrennya yang berkembang
pesat dan hidup secara eksklusif. Akibat peristiwa ini, korban tewas hingga 246
orang, belum termasuk yang hilang. Dari keseluruhan korban itu, 127 di antaranya
perempuan.
Penyerangan Kantor DPP PDIP 27 Juli 1996
Pengambilalihan Kantor DPP PDIP, Jl. Diponegoro, Jakarta Pusat oleh kelompok PDI
pro Soerjadi. Korban tewas tercatat 5 orang, 149 luka-luka, sementara 23 orang
dinyatakan hilang.
Kerusuhan Mei 1998
Kejadian ini dipicu setelah masyarakat mendengar kabar gugurnya mahasiswa
tertembak aparat tanggal 12-13 Mei 1998. Ribuan jiwa tewas dalam peristiwa ini, baik
terjebak dalam kebakaran di gedung-gedung maupun di rumah yang dibakar oleh
massa. Ada pula yang secara psikologis terganggu karena peristiwa pembakaran,
penganiayaan, pemerkosaan terhadap etnis Cina maupun yang terpaksa kehilangan
anggota keluarganya saat kerusuhan terjadi.
Kerusuhan Ambon (1999-sekarang)
Sebuah konflik kecil pada hari Jumat tgl. 15 Januari 1999, meluas menjadi pertikaian
antara kelompok-kelompok Islam versus kelompok-kelompok Kristen. Akibatnya
berjatuhan korban dan terjadilah pembakaran rumah-rumah penduduk serta rumah
ibadat. Tak kurang dari 3.000 orang tewas. (***)
Copyright © Sinar Harapan 2003
|