SINAR HARAPAN, Sabtu, 11 September 2004
Meski Kecewa, Kepala BIN Bantah Mundur dari Kabinet
Jakarta, Sinar Harapan - Kepala Badan Intelijen Negara (Ka BIN) AM Hendropriyono
membantah dirinya mengundurkan diri dari kabinet pemerintahan Presiden Megawati
Soekarnoputri menyusul terjadinya ledakan bom di depan Kedutaan Besar Australia
dua hari lalu.
Hendropriyono mengatakan hal itu kepada SH yang mencegatnya usai melakukan
pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Australia Alexander Downer, Jumat (10/9)
petang di Hotel Borobudur, Jakarta.
"Saya kecewa berat dengan dibatalkannya UU Pemberantasan Tindak Pidana Teroris
Bom Bali. Makanya saya bilang apa saya musti berhenti aja atau bagaimana. Tapi ini
kan tinggal sepuluh hari lagi (pilpres tahap II). Jadi saya kecewa berat bukan mundur
dan saya menganggap sulit bekerja dalam kondisi seperti ini. Siapa pun yang menjadi
pemimpin,?tutur AM Hendropriyono.
Menurut mantan Pangdam Jaya itu, kalau perangkat hukumnya seperti ini dan kita
juga tidak mau mengoreksi diri, maka kejadian peledakan atau pemboman akan
berulang lagi dan akan terjadi. "Saya yakin itu. Kan para pelaku masih berkeliaran di
luar seperti Azahari dan Nurdin Mohamd Top,?tambahnya.
Kekecewaan mendalam Hendropriyono itu karena perangkat hukum pelaku teroris
menjadi melonggar, seakan memberi peluang kepada mereka. Menurutnya, BIN
sangat memerlukan satu kewenangan untuk menangkapi "tikus?sebelum tikus itu
membuat ulah mencuri makanan kita .
Ia mengatakan, yang ditangkap kalau salah, misalnya yang tertangkap "kelinci?atau
"marmot? itu tanggung jawab saya. Kalau terjadi salah tangkap, katanya, silahkan
BIN dituntut ke pengadilan. Jadi harus ada satu pendefinisian yang pasti, tandasnya.
"Kalau orang namanya, organisasinya sudah jelas, teroris bubarkan dan anggotanya
ditangkapi,?tandasnya.
Ia menjelaskan, ditangkap intelijen tidak sama dengan ditangkap oleh polisi dan
jaksa. Intelijen menangkap tidak untuk dihukum tapi dipakai sebagai mata-matanya
intel, katanya. "Itu saja masak tidak bisa dimengerti. Jadi saya pikir kalau begini
terus-terusan, siapa pun yang memimpin negara ini, sulit. Bagaimana caranya!,?ucap
Hendropriyono bertanya.
Ia mengungkapkan, kalau teroris sudah ditangkap hendaknya dihukum yang benar.
Hukumannya harus betul-betul membuat jera bagi orang lain supaya tidak berbuat
yang sama. "Ini perangkat hukum sudah capek-capek kita bikin malah dibatalkan. Ini
namanya kita tidak memahami sebetulnya ancaman terhadap kita semua secara
bersama,?ujarnya
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan Undang-Undang (UU) Nomor
16/ 2003 tentang Penetapan Perppu Nomor 2/2002 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme pada Peristiwa Bom Bali. UU Terorisme yang berlaku surut itu
(retroaktif) dibatalkan atas permohonan uji materil (judicial review) terhadap UUD 1945
oleh Masykur Abdul Kadir, salah seorang tersangka bom Bali yang telah divonis 15
tahun penjara oleh hakim kasasi Mahkamah Agung (MA).
Putusan judicial review MK mengagetkan publik, apalagi bom Bali pada 12 Oktober
2002, begitu mengerikan yang menelan korban meninggal dan luka-luka ratusan
orang yang tak bersalah. Bom Bali termasuk teror terbesar kedua di dunia setelah
peledakan gedung World Trade Center di New York, Amerika Serikat tanggal 11
September 2001, dan teror terbesar dalam sejarah terorisme Indonesia.
Musuh Bersama
Menurutnya masalah teroris ini sebenarnya harus menjadi musuh kita bersama dan
tidak ada yang diuntungkan dalam hal ini. Jadi jangan mengambil keuntungan
apa-apa, apalagi keuntungan politik dari hal seperti ini. Ini musuhnya Presiden dan
seluruh rakyat Indonesia dan siapapun yang ada di Indonesia, misalnya lain
pemerintah juga sama musuhnya ini juga. Kita harus kompak dan sama-sama
melangkah untuk menghadapi teroris ini.
Menyinggung soal laporan BIN ke pemerintah, menurut Hendropriyono, BIN sudah
sering menyampaikan laporan mulai dari pertama kali ia menjadi Ka BIN. "Saya kira
sudah sering saya sampaikan, mulai dari pertama kali saya menjabat Ka BIN. Tapi
kalau yang dituntut itu adalah tanggal berapa, jam berapa ngebom, nggak mungkin.
Itu bukan pekerjaan intel, tapi pekerjaan dukun. Pekerjaan intelijen itu memberikan
sinyal-sinyal indikasi. Dan indikasi-indikasi ini sudah diberikan tinggal
langkah-langkahnya adalah bagaimana kita siap menghadapinya,?ujarnya lagi
Menurutnya apa yang dilakukan oleh kepolisian juga maksimal yaitu, bom itu
buktinya meledak di luar. Kalau misalnya keamanannya tidak siap dan tidak cukup
artinya kecolongan, maka bomnya meledak di dalam Kedubes.
Menjawab pertanyaan hasil pertemuan dengan Menlu Austrlia, menurutnya, Australia
menawarkan bantuan-bantuan untuk alat-alat intelijen dan kemudian juga
menawarkan kerja sama, tukar menukar informasi dan pendidikan intelijen dan
bagi-bagi pengalaman untuk menjaga instalasi-instalasi vital serta simbol-simbol
kenegaraan. (edl/sis)
Copyright © Sinar Harapan 2003
|