SINAR HARAPAN, Kamis, 18 November 2004
Kembalinya Makna Idul Fitri di Ambon
AMBON – Dug… dug… dug… bunyi gendang bertalu-talu, menggemakan takbir di
seluruh Kota Ambon. Gendang dibawa berkeliling kota, diikuti ratusan kendaraan hias
dan konvoi sepeda motor. Maka jadilah pawai panjang yang meriah, melalui rute
sekitar 20 kilometer.
Sebagian besar warga keluar rumah melihat iring-iringan itu. Wajah sumringah
tampak jelas dari raut wajah setiap orang. Hari Sabtu (13/11) itu memang menjadi hari
istimewa bagi masyarakat Ambon. Para pemuda bisa leluasa meluapkan
kegembiraannya menyambut datangnya hari nan fitri, Idul Fitri 1425 H.
Betapa tidak, warga dari komunitas Muslim dan Kristen berbaur menjadi satu.
Bahkan sebagian warga Kristen ikut memeriahkan malam takbiran dengan menjadi
peserta konvoi. "Pembauran" itu adalah yang pertama kali sejak tahun 2000-2003,
setelah konflik meletus di Ambon tahun 1999. Pemandangan seperti itulah yang dulu
selalu terjadi di Provinsi Maluku.
Pada tahun ini juga mulai digelar Bazaar Ramadhan, lomba lagu-lagu Ramadhan dan
kegiatan sosial. Sholat Ied yang dilaksanakan sejak pukul 06.30 WIT juga mampu
mengundang ribuan umat Islam untuk berbondong-bondong datang ke Lapangan
Merdeka Ambon. Dulu sebelum tahun 1999, Sholat Ied memang selalu dipusatkan di
Lapangan Merdeka, namun sejak 2000-2003 hanya terpusat di Masjid Raya Al Fatah.
Aman dan lancarnya Lebaran membuktikan bahwa situasi di Ambon sudah sangat
kondusif. Lapangan Merdeka terletak di depan Kantor Gubernur Maluku dan Gereja
Maranatha yang merupakan gereja pusat umat Kristen di Kota Ambon. Bahkan patut
dicatat, untuk mendukung penyelenggaraan Sholat Ied pada Minggu (14/11) itu, maka
ibadah minggu di Gereja Maranatha yang biasanya dimulai pukul 09.00 WIT diundur
menjadi pukul 09.30 WIT.
Menariknya, dalam pengamanan Sholat Ied, selain melibatkan ratusan aparat
keamanan dari TNI/Polri, juga ada elemen pemuda Kristen dari Gerakan Mahasiswa
Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Ambon serta Angkatan Muda Gereja Protestan
Maluku (AMGPM).
Bertindak sebagai imam pada Sholat Ied adalah KH Ahmad Bantam yang
sehari-harinya sebagai imam besar Masjid Raya Al Fatah, sedangkan khatib ialah
Muhammad Abdullah Latuconsina yang juga Wakil Gubernur Maluku. Dalam
kotbahnya yang bertemakan "Iman dan Taqwa dalam Tatanan Kehidupan
Bermasyarakat", Latuconsina menekankan pentingnya peningkatan iman dan takwa
umat Islam dalam menghadapi krisis dimensional yang tengah melanda bangsa
Indonesia.
Mempererat Silaturahmi
Sejak ratusan bahkan ribuan tahun silam para leluhur orang Maluku telah membangun
budaya
silaturahmi antarkomunitas Islam-Kristen dalam bingkai "pela gandong". Dalam
bingkai tersebut, masyarakat Maluku secara iklas dan sadar hidup saling tolong
menolong dalam segala hal, termasuk saat membangun tempat ibadah baik gereja
maupun masjid.
Memang, kini saatnya kita satukan langkah untuk menyambung lagi ikatan "pela
gandong" yang telah terputus akibat konflik. Kita satukan tekad untuk membangun
daerah ini dari ketertinggalan dan keterpurukan selama ini.
Latuconsina menjelaskan, konflik yang terjadi di Maluku telah mencabik-cabik ikatan
kultural "pela gandong" yang diwariskan para leluhur masyarakat Maluku.
Mudah-mudahan dengan momentum Idul Fitri 1425 H ini masyarakat dapat kembali
bersatu membangun negeri ini menuju negeri yang damai dan sejahtera.
Pembangunan secara menyeluruh tidak dapat dilaksanakan hanya melalui
pembangunan fisik atau ekonomi, sebab masih ada faktor lain yang tidak dapat
dilepaskan dari kerangka pembangunan itu, yakni pembangunan karakteristik etika
dan moral.
Bedug kini telah ditabuh, memanggil setiap anak bangsa untuk bersatu padu
membangun Provinsi Maluku ke arah yang lebih baik. (SH/izaac tulalessy)
Copyright © Sinar Harapan 2003
|