SINAR HARAPAN, Kamis, 18 November 2004
Mabes Polri Tambah Pasukan ke Poso
Jakarta, Sinar Harapan
Untuk mengamankan Kota Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng), pihak Mabes Polri,
Rabu (17/11) mengirim 1 Satuan Setingkat Kompi (SSK), sejumlah aparat Reskrim
dan Intelpam Mabes Polri serta 30 petugas khusus dari Brimob Kelapa Dua, Depok,
Jawa Barat.
Demikian sumber SH di Polda Sulteng yang dihubungi Kamis (18/11) pagi ini.
Menurut sumber tersebut, penambahan pasukan tersebut merupakan perintah
langsung Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar apalagi menjelang Natal dan Tahun Baru.
"Untuk sementara Kabareskrim Mabes Polri Komjen Suyitno Landung juga stand by
di kota Poso untuk mengendalikan pengamanan di sana," kata sumber itu.
Sumber itu mengatakan, pihaknya mengkhawatirkan munculnya kembali teror bom
terutama di kota Poso menjelang Natal dan Tahun Baru. Karena itu, pihak kepolisian
memperketat pengamanan terutama kendaraan yang masuk ke wilayah Kota
Poso."Pasukan yang dikirim tersebut juga antara lain untuk mencegah masuknya
para pengacau ke wilayah Kota Poso," ujarnya.
Menyinggung situasi Kota Poso pada Kamis (18/11) pagi ini, sumber itu mengatakan,
secara umum membaik setelah ledakan di Kelurahan Labuhan, Kecamatan Poso
Kota pada Rabu (17/11) dini hari pukul 00.15 Wita dan pengeboman di angkot pada
Sabtu (13/11) pagi. Meski begitu, petugas kepolisian dibantu aparat TNI tetap
melakukan penjagaan ketat di sejumlah titik yang dianggap rawan peledakan bom.
Sumber itu menambahkan, pihak kepolisian juga telah mengadakan dialog dengan
tokoh-tokoh agama dan masyarakat di Kota Poso untuk tidak terprovokasi dengan
pelbagai teror bom tersebut. "Tokoh-tokoh agama serta masyarakat di Kota Poso
sepakat tidak terpancing dengan ulah kelompok yang memang ingin mengacaukan
Kota Poso," tambahnya.
Dalam satu bulan terakhir setidaknya terjadi tiga kasus di Kota Poso, Sulawesi
Tengah (Sulteng). Pertama, kasus penculikan dan pembunuhan terhadap kepala
desa. Kedua, penembakan sopir angkutan kota (angkot) dan ketiga, peledakan bom
di atas angkot nomor polisi DN-1599-E pada Sabtu (13/11) pagi dengan korban tewas
enam orang.
Terakhir juga terjadi ledakan di Kelurahan Labuhan, Kecamatan Poso Kota pada Rabu
(17/11) sekitar pukul 00.15 Wita. Sementara itu akibat bom di angkot sedikitnya
enam warga tewas yakni Dorce Todili (36), Raymond (40) – keduanya tewas di
tempat kejadian perkara (TKP), Alterni (40), Imi Ndoli (28), Nova Ndodo (35), Yusuf
Woku (66). Korban yang masih dirawat diketahui bernama Yahya Aling, aktivis LSM
Resolusi Konflik Poso karena kakinya remuk akibat bom di angkot tersebut.
Presiden Mengutuk
Sementara dalam pidatonya, Rabu (17/11) malam, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono menyatakan sungguh prihatin atas terjadinya aksi kekerasan di Poso.
Presiden juga mengutuk pemboman yang menewaskan beberapa orang itu.
"Kita mengutuk dan marah terhadap pemboman yang dilaksanakan oleh pihak yang
tidak bertanggung jawab dan merobek nilai kemanusiaan di Poso itu, yang
mengakibatkan meninggal dan terlukanya beberapa saudara kita yang tidak berdosa.
Menko Polhukam, Mendagri, Panglima TNI, Kapolri dan Wakabin, telah berangkat ke
Poso untuk segera dapat mengendalikan situasi keamanan, melakukan pencegahan
kekerasan baru termasuk tindakan deteksi dini, dan kemudian diikuti dengan
langkah-langkah penegakan hukum yang tepat," kata Presiden Yudhoyono di Istana
Negara, Jakarta, Rabu (17/11) malam.
Sementara itu, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Da'i Bachtiar
memandang kasus bom Poso pada dasarnya sudah masuk kategori teroris. Untuk
itu, Polri akan menerapkan Undang-undang (UU) Anti Terorisme.
"Dua kasus sebelumnya kriminal, tapi kasus bom ini pada dasarnya sudah masuk
kategori teroris, karena yang jadi korban penumpang dan itu bisa menimbulkan rasa
ketakutan di masyarakat. Khusus untuk kasus bom kami terapkan UU anti
terrorisme, untuk pelakunya selain kami kerahkan brimob, kami tambahlan Korserse
untuk mengukap kasus itu," kata Da'i Bachtiar kepada wartawan di lingkungan istana,
Jakarta, Rabu (17/11) sore.
Sebelumnya Dai mengakui memang dalam bulan-bulan terakhir ini ada tiga kasus
yang menonjol di Poso. Pertama, pembunuhan kepala desa, kedua penebakan supir
angkot dan ketiga bom di angkutan kota (angkot).
"Pada kasus sebelumnya di pembunuhan Jaksa Ferry dan Pendeta di Poso itu dari
satu kelompok yang sama, tapi belum bisa disebut anggotanya dan jaringannya.
Kami akan lihat apakah ada jaringannya. Tapi tidak tertutp kemungkinan itu
orang-orang lama. Tapi masih ada penyelidikan," ujar Kapolri.
Menurutnya, bom yang meledak menjelang Hari Raya Idul Fitri kemarin tergolong
tidak canggih. Ia menyebutkan itu bom rakitan biasa.
"Bahan eksplosif-nya masih diteliti labfor (laboratorium forensik), tapi rakitannya tidak
sama dengan bom Bali dan Marriott," tandas Da'i.
Di tempat yang sama, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan
(Menko Polhukam), Widodo AS menyatakan telah ke lokasi, Selasa (16/11). Di
samping melihat perkembangan terakhir di lapangan, Menko Polhukam juga
melakukan dialog dengan masyarakat.
"Kejadian-kejadian yang terjadi belakangan ini betul-betul mengusik keamanan yang
ada, masyarakat minta untuk diselesaikan dengan tuntas. Ini pekerjaan rumah kita
semua terutama aparat untuk mengungkap kejadian-kejadian itu. Bukan hanya kasus
per kasus, tapi melihat secara utuh kejadian-keajdian ini apakah ada konsep
sistematik untuk melakukan gangguan keamanan dan kalau itu ada harus kita
ungkap secara tuntas," kata Widodo.
Selain penyelesaian kasus per kasus itu, tambahnya, harus ada penegakan hukum
yang tegas. Widodo juga menyebutkan akan dikembangkan operasi intelijen untuk
mengukap itu semua. (nor/ega)
Copyright © Sinar Harapan 2003
|