SUARA PEMBARUAN DAILY, 03 November 2004
Massa Desak Pangdam Trikora Tarik TNI dari Puncak Jaya
Tim Investigasi Puncak Jaya Terbentuk
[PHOTO: Pembaruan/Robert Isidorus. DEMO MAHASISWA PAPUA - Ratusan
mahasiswa yang menamakan diri Front Rakyat Papua Antimiliter berdemo meminta
Bupati Puncak Jaya turun dari jabatannya dan militer cepat angkat kaki dari Puncak
Jaya. Mereka sempat menduduki gedung DPRD Provinsi Papua, Jayapura, Selasa
(2/11). ]
JAYAPURA - Hujan deras, tidak mengurangi semangat 500-an mahasiswa dan
masyarakat yang menamakan diri Front Rakyat Papua Antimiliter kembali menduduki
Gedung DRDP Provinsi Papua, Selasa (2/11) siang. Mereka tiba di gedung DPRD
Papua menggunakan 15 truk dari Universitas Cenderawasih Abepura.
Sesampai di Kota Jayapura, mereka diturunkan di Jembatan Overtem. Setelah massa
berkumpul, mereka bersama-sama berjalan, menari, menyanyi sembari berteriak
seperti simbol ada perang, menuju kantor dewan yang berjarak 5 km.
Mereka berteriak-teriak sambil berlari mengitari halaman gedung dewan.
Yel-yel merdeka bertalu-talu sebelum dimulainya aksi demo.
Para pendemo meminta agar pemerintah menarik seluruh pasukan organik di Tanah
Papua. Bupati Puncak Jaya, yang bertanggung jawab atas semu kasus yang terjadi
di wilayahnya, diminta untuk diberhentikan dari jabatannya.
"Kami sudah resah dengan apa yang terjadi di sana. Saudara-saudara kami lari ke
hutan karena ketakutan. Siapa yang bertanggung jawab, siapa?" teriak Jefrison
Pagawak.
Tim Investigasi
"Tarik TNI, tarik TNI, bupati harus turun, bupati turun," teriak pendemo seren- tak.
Sementara aksi berlangsung, di ruang rapat Panmus (Panitia Musyawarah) DPRD
Papua berlangsung pula pembentukan tim investigasi untuk masalah Puncak Jaya,
yang dipimpin Ketua DPRD Papua, Jhon Ibo didampingi wakilnya, Komarudin
Watubun.
Hadir pula anggota DPRD, Sekda Papua, Andi Baso Basaleng, Ass Intel Kodam/XVII
Trokora, Kolonel (Inf) WP Simanjuntak, Danintel Letkol Viktor Tobing, tokoh agama
Herman Saud, Pendeta Socrates Sofyan Nyoman, Pastor Yan Douw, dan perwakilan
mahasiswa Widjangge.
"Saya meminta agar secepatnya aparat TNI segera keluar dari Puncak Jaya. Mereka
pandai merekayasa persoalan di sana. Bila mereka masih ada di sana, tim sulit untuk
bekerja. Dalam tim, TNI tidak dilibatkan karena mereka ini pelaku," tegas Pendeta
Socrates.
Dikatakan, penarikan personil TNI akan lebih efektif dan lebih aman untuk kondisi
Puncak Jaya. Pastor Yan Douw senada dengan Pendeta Socrates agar militer di
sana segera ditarik.
"TNI harus menarik keluar aparatnya di sana. Saya juga meminta agar tim investigasi
yang dibentuk harus independen, yang tidak melibatkan aparat kemanana. Juga
harus ada pemulihan kondisi masyarakat di sana," ujarnya.
Asintel Kodam/XVII Trikora, WP Simandjuntak setuju tim investigasi dibentuk.
Namun, tim ini juga harus melihat semua kejadian di Puncak Jaya.
"Tidak hanya meninggalnya Pendeta Tabuni, juga kasus meninggalnya enam warga
sipil sehingga kita bisa melihat kejadian itu dari berbagai peristiwa. Jadi, kita bisa
mengambil kesimpulan pelakunya siapa. Tim jangan langsung menyalahkan si A, B,C
yang salah. Kalau pikiran ini sudah terbentuk, akan kurang baik. Karena terbentuknya
tim ini kan mencari sesuatu yang jelas," tukasnya.
Danintel Kodam/XVII Trikora, Viktor Tobing, setuju dibentuk tim investigasi. "Yang
saya tidak setuju, tim ini terbentuk hanya untuk mengusut kasus meninggalnya
Pendeta Tabuni, karena masih ada persistiwa-peristiwa sebelumnya, yaitu fakta
kejadian tanggal 17 Agustus, 14 September jam 8.30 WIT, 7 Oktober, dan fakta
kejadian 12 Oktober ada dua kali," ujarnya.
Ia juga mengungkapkan, hendaknya para pengungsi dijadikan sumber tim investigasi.
Kata dia, semua aparatnya sudah ditarik. "Kini tinggal enam orang saja yang
menunggu pesawat untuk pulang," katanya.
Setelah dua kali sidang diskors sejak dimulainya pertemuan pukul 10.00 WIT, dan
pada pukul 15.30 WIT akhirnya tim terbentuk dengan jumlah 33 orang yang terdiri dari
empat anggota DPRD Papua, dua dari Pemda, seorang dari Kodam, seorang dari
Polda, tiga tokoh masyarakat, tiga tokoh agama, tiga mahasiswa, dua pemuda, tiga
KKP HAM, tiga LSM, seorang dari perguruan tinggi, dua media, tiga masyarakat
korban, seorang jaksa, dan dua tokoh perempuan.
"Pembentukan tim investigasi untuk mengusut kasus Mulia diharapkan bisa
menjawab munculnya berbagi versi soal peristiwa yang menewaskan enam warga
sipil dan seorang pendeta," ujarnya.
Sementara itu, menindaklanjuti keinginan para demonstrasi yang meminta TNI/Polri
menarik diri Puncak Jaya, kata Jhon Ibo, besok (hari ini) DPRD Papua akan
mengadakan pertemuan untuk mengirim anggotanya ke Mulia untuk melihat kondisi
yang sebenarnya. (ROB/N-6)
Last modified: 03/11/04
|