SUARA PEMBARUAN DAILY, 09 November 2004
Operasi Sintuwu Maroso di Poso Gagal
Pdt Damanik Akhirnya Bebas Bersyarat
PALU - Keberadaan 3.900 personel atau setara dengan tiga batalyon petugas TNI/
Polri yang di-BKO-kan di Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng), dalam rangka operasi
keamanan Sintuwu Maroso, dinilai telah gagal memberikan jaminan rasa aman bagi
masyarakat di daerah itu. Karena itu, Kapolri diminta mengevaluasi kembali
ke-efektifan operasi tersebut yang telah menghabiskan dana Rp 9 miliar.
Pernyataan itu disampaikan lima lembaga yang prihatin atas konflik Poso, yaitu
Himpunan Pemuda Alkhaira-at (HPA), Solidaritas Korban Pelanggaran HAM,
Kelompok Perjuangan Kesetaraan Perempuan Sulteng (KPKP-ST), Crisis Center
Gereja Kristen Sulawesi Tengah (CC-GKST) serta Lembaga Pengembangan Studi &
Hak Asasi Manusia (LPSHAM) Sulteng dalam konferensi pers bersama menyikapi
kemelut Poso yang tak kunjung berakhir, Selasa (9/11) di Palu. Hadir dalam
konferensi pers itu adalah Pdt Irianto Kongkoli MTh (CC-GKST), Husen Idrus Al
Habsy (HPA), Soraya Sultan (KPKP-ST), Syamsul Allam Agus (LSPSHAM),
Nurlaelah (Solidaritas Pelanggaran HAM Sulteng).
Kelima organisasi itu dalam peryataan bersama yang dibacakan Nurlaelah, Sekretaris
Solidaritas Korban Pelanggan HAM Sulteng menyabutkan, rotasi pasukan yang di
BKO (bawah kendali operasi) Polda Sulteng di Poso menjadi hal yang sangat penting
guna menghindari penderitaan rakyat secara lebih parah di Poso.
"Pasukan TNI/Polri yang ada di Poso telah gagal memberikan perlindungan
keamanan bagi masyarakat Poso. Terjadinya penembakan misterius (Petrus) yang
menelan banyak korban jiwa bahkan kekerasan terhadap kaum perempuan Poso
telah merusak reputasi sebagian besar petugas yang di BKO-kan di Poso," kata
Nurlaelah.
Berkaitan dengan itu, mereka mendesak Kapolri Da'i Bachtiar segera mengevaluasi
efektitivitas petugas yang ada di Poso termasuk operasi Sintuwu Maroso itu, kalau
perlu menarik personilnya dan menggantinya dengan yang baru yang lebih agresif dan
independen.
Kelima organisasi itu mengharapkan pula agar Komisi III Bidang Hukum DPR untuk
segera melakukan hearing dengan Kapolri dan mengevaluasi kinerja Polri maupun TNI
di Poso. Sebab, kalau kondisi tersebut dibiarkan berlarut, kekerasan dan Petrus akan
terus berlangsung di Poso tanpa bisa dicegah.
Terlatih
Menurut kelima lembaga, kasus-kasus kekerasan seperti penembakan misterius,
teror bom dan sebagainya masih terjadi di Poso akibat cara-cara pemerintah dalam
menyelesaikan masalah yang hanya bersifat simbolik.
"Kami berulangkali mengingatkan ke pemerintah di sini bahwa penyelesaian simbolik
hanya menampilkan citra damai di permukaan sementara pelaku-pelaku kejahatan
tetap berkeliaran tanpa tersentuh oleh hukum dan setiap saat dapat menyulut konflik
baru melalui beragam aksi provokasinya," kata Nurlaelah menegaskan pernyataan
sikap kelima lembaga tersebut.
Dikatakan, para pelaku petrus yang masih saja terus beraksi di Poso dan
menimbulkan banyak korban jiwa adalah orang-orang terlatih yang punya keahlian
khusus menembak serta menguasai situasi Poso seutuhnya baik situasi sosial,
ekonomi, komunikasi bahkan sudah terlatih/terbiasa dengan kondisi alam di sana.
Masalah keamanan Poso hanya bisa ditangani jika penanganan masalah dilakukan
menyentuh hingga ke akar persoalan disertai penegakan hukum tanpa pandang bulu
terhadap siapapun dan kelompok manapun.
Kelima lembaga menilai, penegakan hukum di Poso sangat lemah termasuk
ke-giatan peredaran senjata, amunisi dan bahan peledak di pasaran gelap di Poso
dinilai tidak ditangani secara tegas dan serius.
Kapolda Sulteng Brigjen Pol Aryanto Sutadi yang dikonfirmasi tentang masalah ini
secara terpisah menyatakan menerima baik masukan kelima lembaga dan akan
menjadi bahan evaluasi Polda Sulteng dalam usaha menangani konflik Poso.
Damanik Bebas
Sementara itu, Pdt Renaldy Damanik MSi (45), terpidana kasus kerusuhan Poso
yang divonis 3 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Palu karena tuduhan memiliki
senjata api rakitan dan sejumlah amunisinya, Selasa (9/11) pagi, dibebaskan dari
penjara Rumah Tahanan Palu yang dihuninya sejak 8 Januari 2003.
Damanik divonis 3 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Palu pada Juni 2003 dan
sesuai putusan hukum, tokoh Poso tersebut baru akan bebas pada Mei 2005.
Akan tetapi, karena tingkah lakunya yang dinilai sangat baik selama menjalani masa
tahanan di rumah tahanan (Rutan) Palu, Kanwil Departemen Kehakiman & HAM
Sulteng disertai juga jaminan dari beberapa tokoh masyarakat, mengusulkan ke
Menkeh & HAM untuk pembebasan bersyarat bagi Damanik.
Ditemui Pembaruan di Rutan Palu, Senin petang, Pdt Damanik menyambut gembira
keputusan pembebasannya dirinya walaupun masih besifat besyarat.
"Saya menyambut gembira keputusan pembebasan ini, walaupun hukuman penjara
yang dijatuhkan pada diri saya, tetap tidak bisa saya terima karena semua itu hanya
rekayasa belaka. Namun dengan penuh ucapan syukur kepada Tuhan, saya
menerima pembebasan ini dengan sujud syukur," katanya. (128)
Last modified: 10/11/04
|