SUARA PEMBARUAN DAILY, 11 November 2004
Kejati Maluku Usut Korupsi Dana Pengungsi
AMBON - Kejaksaan Tinggi Maluku kini mulai mengusut penyelewengan dana-dana
pengungsi sejak bantuan dari pemerintah digulirkan kepada korban kerusuhan di
Maluku.
Contohnya, masalah pengungsi di Desa Waai, Kecamatan Salahutu, Kabupaten
Maluku Tengah (Malteng).
Dugaan korupsi itu menimbulkan kerugian negara Rp 6 miliar. Karena itu, pada hasil
praekspos akhir bulan Oktober lalu, Kejati Maluku menyatakan akan lebih
mempertajam pengusutan, termasuk sejumlah kasus penyelewengan dana korupsi di
beberapa wilayah di Maluku, khususnya Kota Ambon.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Maluku, M Ridwan SH mengatakan, Kejaksaan
Maluku akan mengungkap seluruhnya biar lengkap. "Para pimpro akan dimintai
pertanggungjawabannya," katanya.
Saat ditemui wartawan di Ambon, Kamis (11/11) Kajati Maluku Ridwan mengakui,
saat ini pimpro penanganan pengungsi ada di provinsi, sementara kontraktornya
berada pada masing-masing daerah. "Kami akan menuntaskan kasus ini, tetapi perlu
kesabaran," katanya.
Kajati tidak menanggapi soal adanya dugaan bahwa penyelewengan terjadi bukan
hanya di tingkat pimpro dan pejabat kabupaten atau kota, tetapi juga oleh pejabat
provinsi dengan cara memberikan surat sakti kepada pimpro-pimpro, kepala dinas,
maupun pengusaha-pengusaha.
Sementara itu, negara dirugikan Rp 7,5 miliar terkait pengadaan Kapal NV
Pamahunusa milik pemerintah kabupaten (Pemkab) Maluku Tengah (Malteng). Salah
seorang tokoh LSM Malteng, Nus Tetelepta mengatakan, kasus ini pernah dilaporkan
ke Kejaksaan Negeri Masohi, namun tidak ditindaklanjuti. Kapal tersebut hingga kini
masih melayari rute Tulehu-Amahai pergi-pulang.
Ditemui di Ambon, Selasa (9/11) Tetelepta mengatakan, kapal itu dibeli dengan dana
APBD senilai Rp 14 miliar, merupakan kapal bekas yang tidak sesuai spesifikasi.
Menurutnya, berdasarkan laporan Badan Independen Penyelidik HAM kepada
kejaksaan Tinggi Maluku, diduga telah terjadi manipulasi pengadaan kapal tersebut.
"Kapal pesanan Pemkab Malteng dikerjakan PT Pelindo di Tanjung Pinang, pada
November 2002 lalu. Setelah selesai dikerjakan, justru PT Pelindo menjual kapal
tersebut dan digantikan dengan kapal lain," ujarnya.
Bahkan tambahnya, PT Pelindo akhirnya mengganti dengan kapal yang
spesifikasinya berbeda dengan kontrak. Kapal bekas pengganti ini bernilai Rp 6,4
miliar.
"Anehnya, Pemkab Malteng melalui pimpronya mengeluarkan anggaran lima kali Rp
6,4 miliar, ditambah kontrak awal Rp 1 miliar, sehingga total pengeluaran untuk kapal
itu Rp 14 miliar," katanya.
Sementara itu, dugaan penyimpangan anggaran juga terjadi pada Dinas Kesehatan
(Dinskes) Maluku bernilai Rp 30 miliar. Dugaan itu diungkapkan anggota DPRD
Maluku Drs Kutny Tuhepaly yang menjelaskan, dugaan penyimpangan itu dilakukan
oknum pegawai pada Dinkes Maluku.
Dana Rp 30 miliar itu dipergunakan untuk sarana kesehatan dan penanggulangan
bencana alam di Maluku. Hingga kini dikatakan, dia tidak pernah melihat penggunaan
dana Rp 30 miliar untuk pembelian sarana kesehatan, selain itu tidak ada bencana
alam di Maluku. (VL/N-6)
Last modified: 11/11/04
|